Kutunggu Jandamu - Ice

1.6K 152 38
                                    

Ice membungkukkan badannya, helai-helai rambutnya jatuh ke bawah. Matanya terpejam erat, mencegah rembesan air mata melumuri pipinya.

Di depannya, seorang wanita membancangkan pandang pada Ice. Tatapannya sendu, menyorot Ice dengan teduh.

"Maaf." Ice berkata parau. Tenggorokannya penuh oleh keraguan, alhasil suaranya seperti tersendat.

"Aku ... mau lihat Blaze." Kata (Nama), istri dari kakaknya.

Ice menegakkan tubuhnya, lalu menahan kedua bahu (Nama) sebelum gadis itu melengos masuk ke kamar mayat.

"Dia sudah tidak ada." Lirih Ice. Satu tetes air mata lolos dari pelupuk mata (Nama), meluncur ke bawah dagu. Lutut (Nama) rasanya gemetaran hebat.

Kaki (Nama) tertekuk dan ia jatuh, merasa tak mampu menopang bobot diri sendiri. Perutnya yang kini sedang mengandung buah hatinya dengan Blaze terasa keram bukan main. Dokter bilang masa gestasinya sudah tua, gerakan secara tiba-tiba seperti merosot ke lantai bisa menyakiti perut bagian bawahnya.

Mata (Nama) mengerjap, kedua mata itu meloloskan begitu banyak air mata.

"Blaze ... Blaze kenapa?"

Ice yang sedari tadi menopang pundaknya lekas mengeratkan cengkraman tangannya di kedua sisi tubuh (Nama).

"Blaze, sudah tidak ada. Maaf, (Nama)." Ice masih dilanda gemuruh emosi yang merusak ritme kewarasan otaknya.

"Aku mau lihat Blaze. AKU MAU LIHAT BLAZE!" (Nama) merangkak ke dalam, tapi Ice menghadang, tak mengizinkan wanita itu masuk dan malah tambah syok. Bagi ibu hamil, itu tak baik.

"Maafkan aku, (Nama). Keadaan fisiknya penuh luka. Jangan dilihat. Nanti kamu kaget." Ice memperingati.

(Nama) terduduk di lantai, di ambang pintu kamar mayat. Ia mengelus perutnya yang membuncit. Anak ini belum lahir, tapi papanya malah pergi.

"Padahal, Blaze janji, ia akan membersamai kami. Blaze janji ... ia ingin menyekolahkan anaknya di kampus terbaik, Blaz—"

"Blaze mendorong aku ke trotoar, membiarkan dirinya sendiri tertabrak oleh mobil ugal-ugalan itu. Dan di saat-saat terakhirnya, Blaze menitipkan kamu dan anakmu. Akan akan bertanggung-jawab penuh atas amanatnya, (Nama). Aku menanggung kalian berdua seumur hidup. Aku bersumpah." Ice menenangkan. "Aku janji."

(Nama) sudah banjir air mata, ia mendongak, membalas tatapan Ice. (Nama) merasakan sakit hati yang semakin terpenetrasi; bahkan menjelang ajalnya, Blaze masih memikirkan istri dan calon anaknya. Sakit. Rasanya sakit sekali, sakit itu memerangkap dada (Nama) dalam belenggu perih yang berkobar membara.

(Nama) memeras bajunya.

-

Menjumpai Ice bertamu. Ke rumahnya. Rasanya aneh. Ice jarang berkunjung kemari, dan mendadak, Ice datang.

Dengan mata sembab, rambut acak-acakkan, dan baju longgar, (Nama) menyambut Ice di meja tamu, menyuguhkannya air sirup meskipun Ice berkali-kali menolak.

"Ada apa?" (Nama) sesekali menutup mata agak lama, mencoba mengusir rasa panas halusinatif yang menjalar di dadanya. Sungguh, ia depresi berat. Kematian suaminya, terasa sangat menyengsarakan.

"Kamu ada jadwal ANC, 'kan? Trimester ini kamu baru cek ke dokter sekali." Kata Ice.

Kamu mengangguk. (Nama) telah melupakan jadwalnya pergi ke dokter. Ia juga lupa meminum suplemennya. Biasanya, Blaze yang mengingatkan. Blaze akan cerewet apabila (Nama) telat check up memeriksakan kandungannya. Blaze selalu meluangkan waktu kerjanya supaya dapat mengantar (Nama) ke rumah sakit, mengurus administrasi pendaftaran (Nama), mengantri untuk (Nama) sedangkan (Nama) jalan-jalan di sekitaran kebun rumah sakit, lalu mengawal (Nama) saat diUSG.

Boboiboy OneshootWhere stories live. Discover now