Diusir - Blaze + Chapter Voting

1.5K 167 89
                                    

Jadi, chapter mana yang paling bagus untuk dibuatkan buku-nya sendiri? Mohon suaranya ya, silahkan komen disini. Kalo udah cukup terhimpun komen, nanti author buatin bukunya terpisah. Kalo belum banyak suara mungkin ditunda dulu, sampai sekiranya ada beberapa pendapat masuk. Req ganti pairing, dan kasih saran juga boleh.

Silahkan komen disini []

-

"Jadi ini kelakuan kamu selama di kantor?" Teriak Halilintar.

"Gue nggak nyangka sih." Ice ikut angkat bicara.

Shielda bersembunyi dibalik punggung Halilintar, Gempa lalu datang dan menawarkan Shielda duduk di ruang tamu.

"Nggak tahu malu banget kamu, Blaze." Lanjut Halilintar. "Abang malu punya adik kayak kamu."

"Blaze, Blaze." Sambung Solar, memanas-manasi. Lagian dia matahari.

"Jadi kamu maunya gimana, Shielda? Kami bisa bantu apa? Kamu cepat menikah ya, dengan Blaze." Ujar Gempa.

Shielda mengelus perutnya. Dia bunting, ceritanya. Dan menuduh Blaze sebagai pelakunya.

"Hah? Apaan? Gue nggak sebejat itu bang!" Blaze mengelak. Dia memang pergi ke klub. Tapi itu pun dengan Fang. Mereka cuma menonton pertunjukan sirkus api pada malam tahun baru, sambil-sambilan ada gigs live music yang digelar oleh musisi naik daun tahun ini.

"Shielda, kamu tuh kerja di divisinya bang Blaze?" Tanya Taufan, menginterogasi. Taufan cukup curiga. Karena belakangan ini Blaze selalu menolak kalau diajak mabar di warkop tongkrongan khusus anak Persib, berkelit dengan seribu satu alasan. Kalau benar Shielda berada sedekat itu dari kakaknya, pantas saja Blaze jadi berubah sok sibuk, dan jarang mau pulang bareng.

Shielda mengangguk sambil mengelus perutnya yang belum tampak membuncit. Dia baru memeriksa dengan testpack dua kali. Percobaan pertamanya samar, yang keduanya cukup jelas dua garis biru terpampang di strip urinnya.

Gempa, sang entitas penguasa dapur rumah keluarga Boboiboy, benar-benar naik darah. Kalau sejauh ini kenakalannya, Gempa tidak bisa toleransi. Gempa membiarkan Halilintar melipat kedua lengan bajunya, maju ke arah Blaze, bersiap menjotos muka adik keempatnya itu.

Benar, Halilintar memukul pipi Blaze.

Halilintar, sebagai kakak sulung—pilar penyangga adik-adiknya, teramat kecewa pada Blaze. Setahunya, adik-adiknya masih dalam batas normal pergaulan. Mereka taat norma. Menurut. Meskipun kadang pembangkang dan menyebalkan.

Lah, ini. Ada cewek ngaku dibuntingin Blaze. Gimana nggak stress. Halilintar malu.

Blaze mengusap pipinya. Tadi itu, sakit sekali. Sampai Blaze rasa, ada posisi tulang mandibulanya yang bergeser sedikit. Atau jangan-jangan, giginya langsung kendor? Tapi, Blaze tidak begitu ekspresif. Dia tidak habis pikir, kenapa Halilintar mau menelan mentah-mentah tuduhan yang diluncurkan padanya tanpa berlandaskan bukti empiris.

Halilintar berhak, kok, menggebuki Blaze. Dengan catatan, Shielda membawa keterangan dari laboratorium. Tes DNA, kalau bayi di kandungannya memiliki genetik dari Blaze. Ini kan, enggak.

Lagian, kenapa sih si Shielda itu. Blaze bingung. Meliriknya di kantor saja tidak pernah, apalagi tertarik meniduri. Blaze mengaduh, merasakan gerahamnya benar-benar berdarah.

Shielda itu, menyukai Blaze. Sudah jadi rahasia umum. Kalau nggak percaya, tanya aja Fang. Dia tahu banyak.

"Aku nggak mau nikah dengan Blaze." Celetuk Shielda. Halilintar menyatukan alis. Mau bagaimana pun, Halilintar maunya ini cepat selesai. Biar mereka enggak kena sangsi sosial, atau semacamnya.

Boboiboy OneshootWhere stories live. Discover now