Interpol Agent - Gempa

1.8K 162 38
                                    

Gempa tersudut oleh teman sejawatnya sendiri yang telah terinfeksi. Zombie itu bertubuh melepuh seperti penderita peradangan kulit karena penyakit autoimun. Matanya berdarah-darah dan ototnya wajahnya melonggar, ia mengalami penuaan instan disertai dengan pembusukan karena infeksi mikroba.

Zombie itu mengaum, memojokkan Gempa di lantai rumah sakit. Gempa telah mencoba melawan, tapi luka fisik kecil tidak bisa melumpuhkannya.

Dor!

Sebuah peluru berkaliber tinggi menembus otak si Zombie, seketika membunuhnya. Zombie itu jatuh ke pangkuan Gempa yang bergidik jijik.

Dilihatnya figur wanita muda berpakaian baju rajut model turtleneck, dilapisi oleh jaket kulit yang resleting vislonnya dibuka dan celana slimfit khas kostum kantoran. Ia mengenakan sepatu boot setinggi lutut dengan heels tiga senti yang menimbulkan bunyi keletak pada permukaan lantai granit pada tiap langkahnya.

(Nama) mengaitkan pistolnya pada sabuk, lalu meraih bayonet—pisau militer berjenis Gerber Mark II yang diproduksi tahun dua ribuan—di gesper pada pahanya, dan menusukkan benda tajam itu pada leher samping si zombie. Terkadang, kerusakan pada otak zombie yang dibuat oleh peluru tidak secara permanen mematikan syaraf-syarafnya, jadi (Nama) kembali menikam pembuluh darahnya agar ia betul-betul meninggal.

Darah terciprat ke kemeja Gempa, ia melotot dan menahan sarapan yang telah naik sampai pada tenggorokan atasnya. Selain karena proses dekomposisi pada zombie itu telah distimulasi oleh virus, darahnya juga busuk dan cenderung lebih kental. Gempa benci itu.

"Terimakasih." Ucap Gempa setelah ia menyingkiran mayat zombie dari atas tubuhnya. Gempa cepat-cepat berdiri dan menjauhkan diri dari sumber bau.

Wanita itu memandang Gempa lekat-lekat. Kemudian (Nama) mereload peluru handgunnya, mengisi ulang Steyr TMP di punggungnya lalu mengelus bagian magazen polimernya; bertingkah dengan gaya yang sangat keren, dan mengecek kebersediaan amunisi pistol sniper berlaras panjang—senjata lainnya yang ia tumpuk di punggung—kemudian meletakkan kembali senapan itu ke pengait holster.

Setelah Gempa bengong sembari mendengar bunyi-bunyi krak-krek-krak-krek dari si wanita yang mengotak-atik alat-alatnya, Gempa lantas bicara, "Kamu polisi?"

Pulau Rintis ialah kota mati. Penduduk disini sepenuhnya telah terinfeksi. Kota ini sudah lama ditinggalkan. Area mereka bahkan diisolasi dari luar karena menjadi sumber kekacauan wabah zombie yang menjangkit dunia. Keberadaan (Nama) menjadi tanda tanya besar bagi Gempa.

Setelah memerhatikan kecakapan (Nama) dalam mengoperasikan alutsista mini, Gempa berkesimpulan wanita itu berkorelasi dengan kepolisian atau semacamnya.

"Apa bantuan datang?" Gempa berharap iya. Gempa masih terjebak disini, di rumah sakit tempatnya bekerja, sebagai survivor yang bertahan karena berhasil bersembunyi di bunker layanan radioterapi. "Bisakah kamu membantuku keluar?"

(Nama) menodong Gempa dengan handgun, telunjuknya bersiap menarik pelatuk, "Kamu Gempa, orang yang mengirim penawaran pembuatan vaksin pada Interpol?"

"Y-ya, benar. Jadi kamu menjemputku?" Gempa termundur menyamping karena ia tidak ingin memicu tembakan apapun.

Dor!

Tembakan diluncurkan oleh (Nama) lurus ke koordinat yang diincarnya, mengebor udara secara magnum, melukai sedikit telinga kiri Gempa, dan menembus otak zombie di belakang sosok Gempa.

"Ya. Aku suruhan Interpol."

Gempa menoleh ke belakang, zombienya terkapar jatuh ke lantai. Matanya kirinya bolong, peluru baru saja melewatinya, menghancurkan anatomi wajahnya, dan menembus otaknya. Gempa tertegun sejenak, ia mual karena fisik zombie satu ini tak kalah menjijikan dengan zombie tadi. Kulitnya bolong-bolong, sklera mata kirinya menggelap sempurna, dan pembuluh darahnya hitam karena dialiri darah yang telah terkontaminasi dari virus pada tiap reseptor di instrumen tubuhnya.

Boboiboy OneshootWhere stories live. Discover now