LOVEBIRD 24: Bertaruh Nyawa

1.3K 174 54
                                    

Kondisi lengang menghinggapi sebuah koridor rumah sakit. Tak ada terdengar obrolan dan keramaian, selain hanya ada berbagai bunyi mesin, decitan pintu, dan bau obat-obatan yang menyelinap mengusik penciuman.

Aldebaran tiba di depan sebuah pintu yang tertutup rapat. Tatapannya kalut meski terlihat sudah jauh lebih tenang dari sebelumnya. Ia menghela napasnya yang terasa berat, lalu membuka kenop pintu ruangan tersebut.

"Permisi, dokter." Aldebaran menyapa seorang dokter yang tampak baru saja duduk di kursi kerjanya.

"Silahkan duduk, Pak." Balas dokter wanita yang memiliki papan nama dengan tulisan 'Elsa Rosita' di atas mejanya. Aldebaran pun segera duduk pada kursi di hadapan meja dokter tersebut.

"Bagaimana istri saya, dok?" Aldebaran bertanya tanpa basa-basi. Saat ini hanya ada sang istri yang memenuhi kepalanya. Kejadian mengkhawatirkan beberapa saat yang lalu benar-benar membuatnya shok sekaligus panik.

"Keadaan Bu Andin sekarang baik-baik saja. Istri bapak mengalami pecah ketuban dini yang mengakibatkan air ketubannya merembes."

"Apa itu berbahaya untuk istri dan anak saya?"

"Sejauh ini tidak masalah, Pak, karena air ketuban yang merembes pun tidak begitu banyak. Hanya saja yang menjadi masalah adalah Bu Andin belum mengalami kontraksi sampai sekarang." Ujar dokter tersebut membuat Aldebaran kembali resah.

"Kenapa dokter?"

"Pada dasarnya air ketuban yang pecah terlalu dini tidak berbahaya bagi si bayi. Namun jika dalam waktu yang lama hal itu terjadi dan si ibu tidak kunjung mengalami kontraksi, maka dikhawatirkan air ketuban tersebut dapat menyebarkan bakteri yang mengancam kondisi bayi yang masih ada di dalam."

"Lalu, apa yang harus dilakukan pada istri saya, dok?"

"Kita bisa menunggu kurang lebih 18 jam ke depan. Apabila Bu Andin tidak juga mengalami kontraksi, maka terpaksa kami harus melakukan tindakan induksi, atau bahkan operasi sesar." Tukas dokter membuat tatapan Aldebaran menjadi bingung.

"Apa itu akan menyakiti istri saya, dokter?" Aldebaran nampak kian kalut. Dokter tersebut tersenyum simpul.

"Pak, apapun tindakan yang dilakukan untuk proses persalinan, semuanya akan terasa sakit. Sakit sekali. Tapi semua wanita, semua calon ibu, pasti akan merelakan dirinya sekalipun nyawa taruhannya."

Mendengar ucapan itu membuat Aldebaran menghela nafas dengan lemah. Tatapannya menjadi nanar dengan tangan yang ia remas sendiri dengan gugup. Perasaan gugup yang ia rasakan kali ini berkali-kali lipat dibanding ketika ia akan menikahi Andin saat itu. Di satu sisi Aldebaran merasa gembira dan tidak sabar menanti kelahiran anak pertamanya, namun di sisi lain ia tidak siap melihat istrinya yang akan bertaruh nyawa demi anak mereka.

"Bapak tidak perlu terlalu cemas. Kejadian seperti ini bukan sesuatu yang baru kok, Pak. Tindakan induksi ataupun operasi hanya akan kami lakukan apabila dalam 24 jam ke depan tidak ada perkembangan pada pembukaan yang dialami istri bapak. Lagipula kondisi istri bapak saat ini sangat baik dan sehat. Tekanan darahnya stabil yang membuat kemungkinan melahirkan secara normal itu sangat besar. Dan tentu saja selama kurun waktu 18 jam itu kami akan mengusahakan supaya Bu Andin segera mengalami kontraksi."

"Ada caranya, dok?"

"Banyak, Pak. Makanya saya katakan, bapak jangan terlalu khawatir. Bapak harus tenang demi bisa memberikan dukungan terbaik pada istri bapak yang sedang berjuang." Ujar dokter membuat Aldebaran menegakkan pandangannya.

Aldebaran kembali berjalan pada koridor rumah sakit tersebut selepas membicarakan kondisi istrinya dengan dokter yang menangani. Masih dengan langkah gontai dan kepalan tangan yang sesekali ia remas dengan perasaan resah. Meski sudah disampaikan oleh dokter bahwa kondisi Andin baik-baik saja, akan tetapi itu tidak bisa melegakan perasaannya sebelum anaknya benar-benar lahir.

Forever After Season 2 (LOVEBIRD)Where stories live. Discover now