LOVEBIRD 44: Petaka

476 85 36
                                    

Sebelum membaca part ini, perbanyak tarik napas buang napas dulu yaa.

>>>>>>>>>

Setelah kurang lebih 15 menit mengekori laju mobil jeep hitam dengan menjaga jarak yang cukup jauh, Daniel akhirnya tiba di sebuah tempat yang terbilang sunyi. Dari jalan raya, ia perlu menempuh jarak sekitar 500 meter lagi memasuki sebuah jalan yang hanya terbangun dari tanah dan bebatuan. Dari jarak yang jauh, Daniel bisa melihat mobil yang diikutinya itu berhenti tepat di depan sebuah bangunan tua di antara semak-semak dan pepohonan.

Kondisi di tempat itu sangat gelap. Tak ada pencahayaan apapun selain dari lampu mobilnya. Namun pada bangunan tua itu, Daniel melihat ada beberapa kerlipan lampu. Setelah mengumpulkan keberaniannya, Daniel pun mematikan mobil dan turun dari sana. Ia kehilangan kemampuan melihatnya sebab tak ada seberkas cahaya pun. Sambil berjalan perlahan menuju bangunan tersebut, Daniel menggunakan cahaya senter dari handphone-nya.

"Tempat apa ini?" Gumam Daniel saat melihat dua orang pria bertubuh tegap tengah berjaga di luar. Daniel buru-buru mengubah arah langkahnya menuju belakang bangunan tua tersebut.

Daniel berdecak dalam hatinya saat mendapati tak ada satu celah pun baginya untuk bisa mengintip apa yang terjadi di dalam sana. Hanya ada satu pintu yang tertutup rapat di belakang bangunan tersebut.

Daniel refleks berjongkok di balik semak-semak liar saat tiba-tiba seorang pria membuka pintu tersebut untuk membuang puting rokoknya, kemudian menutupnya kembali. Daniel mengelus dadanya, sedikit bernapas lega. Ia mencoba mengintip kembali, ternyata pintunya sudah tertutup, tetapi tidak rapat. Daniel melihat sedikit celah di sana yang memungkinkannya untuk mengintip. Dengan langkah penuh waspada, Daniel perlahan mendekat.

"Bergerak sesuai dengan instruksi yang sudah saya jelaskan. Jangan ada yang menyimpang sedikitpun." Kata seorang pria tua berpenampilan mencolok disertai tongkatnya.

"Jika sebelumnya kita hanya menakut-nakuti dengan teror ini, maka malam ini kalian harus benar-benar menghabisinya." Lanjutnya dengan penuh ambisi.

Meski Daniel tidak bisa melihat persis orang yang berbicara, namun ia bisa mendengarnya dengan jelas. Bahkan handphone-nya sejak awal sudah tersetel rekaman suara untuk mengabadikan pembicaraan itu. Meski dengan perasaan yang mencekam, Daniel tetap bertahan di sana untuk terus mengulik apa yang sedang direncanakan oleh komplotan tersebut.

"Dimitri, kau seharusnya percaya pada rencana Erick. Dia tidak mungkin mengkhianati kita." Kata seseorang yang lain.

"Kau mau bersabar menunggu bom dari Erick sampai kapan, Felix? Aku bahkan jadi curiga, jangan-jangan Erick tidak betul-betul serius. Saat Adam dieksekusi, Erick hanyalah bocah ingusan yang tidak mengerti apa-apa. Lalu, apa yang membuatnya memahami gejolak dendam ini, Felix? Apa yang menjamin hal itu?"

"Aku tidak mengerti dengamu, Dimitri. Bukankah kita sudah sepakat sejak awal? Kita akan menghancurkan Aldebaran pelan-pelan. Dia harus merasakan penderitaan psikis yang dialami Adam semasa menunggu proses eksekusi mati itu terjadi."

"Itu hanya rencana omong kosong!"

"Bagaimana dengan rencana penyeranganmu ini? Kau pikir dengan membunuh langsung Aldebaran akan membuatnya merasakan penderitaan?!" kedua pria tersebut terdengar adu mulut penuh emosi, hingga sesaat kemudian Daniel mendengar sebuah benda jatuh. Oh, mungkin lebih tepatnya sengaja dijatuhkan.

"Masa bodo dengan itu semua! Aku hanya ingin keturunan Pramudya itu segera enyah dari bumi ini."

Daniel berusaha melihat mereka dengan jelas melalui celah kecil pintu yang sedikit terbuka itu. Usaha Daniel tak sia-sia. Matanya bisa menangkap keberadaan pria tua bertongkat itu berdiri dari tempat duduknya lalu menarik kerah kemeja lawan bicaranya tadi. Lawannya tersebut adalah pria yang sepertinya sepantaran, hanya terlihat lebih rapi dengan dasi dan jas.

Forever After Season 2 (LOVEBIRD)Where stories live. Discover now