BAGIAN DUAPULUHSATU

68 26 5
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
   
"Orang yang senang memikirkan tentang akhirat, maka pastilah kebaikan akan menetap baginya."

↭↭↭

     SELURUH santri tampak sangat teliti dan cermat memperhatikan penjelasan dari pemateri. Beberapa dari mereka kerap menuliskan poin-poin penting di buku masing-masing.

"Pentingnya perkenalan dalam islam, bukan hanya untuk orang-orang yang ingin menikah saja, tetapi sesama saudara semuslim pun patut mengeratkan ikatan persaudaraan dengan adanya perkenalan."

"Karena kita sebagai makhluk sosial,"

"Apa coba arti dari makhluk sosial, ada yang tahu?" tanya pak Salim dengan nada khas suara tegasnya.

"Yang tahu angkat tangan."

"Syahla, tau gak?" tanya Lidya mencolek lengan Syahla yang terduduk di hadapannya.

"Ah, tahu tapi-"

Lidya tersenyum sumringah, tanpa aba-aba dengan cepat ia meraih lengan Syahla dan mengangkatnya setinggi-tingginya.

Syahla membulatkan matanya kaget, ia ingin menghentikan aksi Lidya, namun apa daya pak Salim memanggilnya.

"Ya, itu yang ngacung! Silahkan jawab, apa itu arti dari makhluk sosial?" tanya pak Salim, sukses  menarik perhatian para santri lain yang ikut menoleh ke belakang mencari keberadaan seseorang yang pak Salim maksud.

Bukan menjawab, Syahla malah membulatkan bibirnya, tampak gugup menahan malu. Wajahnya berubah menjadi pias.

"Jawab La." bisik Nahwah cekikikan sendiri.

"Anu.."

"Ya, kasih mic kasih mic, gak kedengeran saya!" titah pak Salim pada panitia. Rustam sigap berlari dan mengambilkan Syahla sebuah mikrofon. Jelas, karenanya semakin membuat Syahla semakin berkutat dengan perasaan gengsinya.

"Padahal belum jawab, udah dikasih mic aja." batinnya pasrah.

"Makhluk sosial adalah.." Syahla menggantungkan ucapannya, celingak-celinguk menoleh ke sampingnya.

"Adalah..?" tiru pak Salim yang nampak sudah tidak sabar.

Syahla menggigit bibirnya sebal. Ia grogi.

"Awas aja gengsi kayak yang lain, ini tuh pertanyaan anak SD, masa udah MTS MA masih gak tau, malu dong ama derajat!" terang pak Salim menjeda ucapan Syahla. Beruntunglah, setidaknya Syahla bisa bernapas terlebih dahulu.

"Masih mending ada yang berani jawab, berarti kalian yang gak pada pede buat jawab itu kemakan ama gengsi kalian sendiri!"

Syahla manggut-manggut mendengarnya, sembari sibuk memikirkan jawaban yang pas.

"Ya, kamu! Apa jawabannya?" tanya pak Salim kembali dengan nada tegasnya, berhasil membuat Syahla tercekat seketika.

"Makhluk sosial adalah makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain." ujar Syahla. Entah benar atau tidak, kurang lebih yang ia tahu hanya itu.

"Tuh kan, cuman itu, kalian gak bisa jawab? Payah, kalah sama.. Siapa kamu namanya?"

Syahla menunjuk dirinya sendiri.

"Ya kamu, siapa lagi atuh!"

"Sya.. Syahla pak."

"Nah kalah kalian semua sama Syahla, cuman Syahla yang dapet poin plus dari bapak."

Tidak ada respon, para kelompok lain hanya terdiam mematung di tempat, terlalu takut dengan sosok guru killer Rittam.

"Hei, malah diam, tepuk tangan dong!"

NAHNUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang