✧17: The truth about Murel✧

1.4K 65 8
                                    

Enjoy and Happy Reading...

✧(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)⁠✧

"Dulu, Murel adalah pasien saya. Saat pertama kali Murel datang ke Rumah Sakit, keadaannya tidak separah sekarang. Bahkan, bisa dikatakan kalau Kakak kamu tidak mengalami gangguan kejiwaan. Murel hanya menderita depresi ringan paska melahirkan."

"Apalagi ia hamil tanpa didampingi oleh siapapun. Membuatnya sedih berkepanjangan, karena orang yang ia tunggu-tunggu tidak pernah hadir kembali."

"Initinya, Murel gak pernah mengalami gangguan kejiwaan." Jelas Farah.

Flashback

2020

Rumah Sakit Jiwa

"Dok, ini data dari Pasien yang akan Dokter tangani." Ucap sang Perawat.

"Baik, terima kasih." Balasnya.

Perawat itu pun pergi. Farah mulai membuka berkas-berkas Pasien barunya, ia membacanya dengan seksama.

"Murel Natasya Asgara." Setelah membaca data Pasiennya, Farah mulai meninggalkan ruangannya.

Ia berlalu menuju kamar Pasiennya. Sesampainya disana, ia melihat Murel yang tengah menunduk di pojokan Kamar.

Farah segera menghampirinya dan mencoba untuk berbicara dengan Murel.

"Murel!" Panggilnya.

"Aku gak gila! Tolong jangan paksa aku!" Racaunya.

Farah hanya terdiam diposisinya. Ia segera memeluk tubuh Murel yang tengah menangis. Dalam pelukan Farah, Murel terus memberontak.

Farah pun mencoba untuk menenangkan Murel. Tak berselang lama, Murel mulai merasa tenang.

Walaupun sudah tenang, akan tetapi Murel masih tetap menangis. Farah mengusap air mata Murel.

"Gak papa, nangis aja. Kalau itu buat kamu tenang." Ucap Farah.

Lagi-lagi Murel menangis, meratapi nasibnya. Karena mulai merasa kelelahan, Murel dibantu Farah untuk berbaring diatas ranjangnya.

Kondisi Murel masih belum bisa Farah diagnosa. Ia akan kembali lagi besok, setelah Murel mulai merasa tenang.

Keesokan harinya...

08:00

Farah kembali ke Kamar inap Murel. Terlihat Murel yang tengah terdiam sambil memandangi Jendela.

"Selamat pagi, Murel!" Sapanya.

Murel tak menjawab sapaan Farah. Bahkan mengabaikan kehadiran Wanita itu. Tatapannya begitu kosong kearah luar Jendela.

"Suster sudah bawain kamu sarapan. Apa kamu gak lapar?" tanya Farah sambil membawakan nampan makanan.

"...."

"Mau keluar?"

"...."

"Mungpung udaranya masih segar. Ayo, kita jalan-jalan!" Ajaknya.

Walaupun Murel tak menjawab pernyataan Farah. Ia tetap mengikuti kemana Farah membawanya. Keduanya duduk disalah satu bangku taman.

"Dunia memang terkadang tidak adil. Manusia hanya bisa mengikuti alur yang sudah ditentukan takdir." Ucap Farah.

"Kamu tau Murel, dulu aku gak suka jadi seorang Psikiater. Karena itu bukan basic aku. Tapi karena tuntutan orang tua, jadi aku gak bisa nolak."

"Awal-awal kuliah, aku ngerasa bener-bener menderita. Karena bener-bener bukan minat aku, tapi lama-kelamaan aku harus tetap menerimanya."

Love and Revenge ( End )Where stories live. Discover now