Negri Api (5) : Merasa Bersalah

159 14 7
                                    

Kaki putih nya menyusuri lorong lorong kuil. Udara dingin menusuk ke ke seluruh badannya, negri ini memang julukannya api karena banyak sekali api yang berkobar di udara setiap menitnya bahkan di malam hari, tetapi angin malam di negri ini tetap dingin. Dia menyodorkan botol minum yang dia bawa dari desa ke arah teko besi yang sedang dia angkat. Di tengah malam jeremy terbangun dan tenggorokannya terasa kering. Dia lupa membawa air yang banyak ke kamarnya. Jadi mau tak mau dia harus berjalan ke arah dapur untuk mengambil air.

Glek glek glek

Dia menegak air dingin dari botol minumnya dan seketika rasa haus itu hilang. Lalu dia bergegas kembali ke arah kamarnya tetapi ada suara samar samar yang membuat dirinya penasaran dan malah belok ke arah suara itu. Dia melihat kakak dari teman barunya itu berjalan ke arah air mancur. Tadi siang dia bertemu dengan nya tapi hanya sebentar bahkan dia belum pernah bicara sepatah katapun sejak dia sampai di negri ini. Jeremy berpikir bukankah dirinya itu sedikit tidak sopan? Datang dan numpang tinggal di negri api tanpa pernah berbicara sama penguasa di negri ini.

"Masih bagus aku diterima olehnya.." jeremy menyadari perilakunya "Oma rose pasti sudah memarahiku bila dia tahu aku seperti ini"

Lalu jeremy jalan perlahan lahan ke arah air mancur. Dia ingin menyapa sebentar sebelum dia balik ke kamarnya. James yang sedang termenung menyadari keberadaan jeremy.

"Selamat malam tuan muda james. Maaf saya menggangu anda di malam ini" jeremy membungkukkan badannya sebagai tanda hormat. Setelah dia pikir pikir..mengapa dia tidak membungkuk juga ke aiden? Dia benar benar menjadi anak yang tidak sopan. Ya walau aiden pantas mendapatkan perlakuan itu dikarenakan dia menyambut jeremy dengan cara yang diluar nalar.

"Oh selamat malam.. kau pasti jeremy ya? Murid tuan gustaf? Sekaligus teman adikku..?"

Jeremy mengganguk. Kalau di lihat lihat james itu masih muda karena mereka hanya berbeda 2 tahun saja. Rambutnya hitam seperti aiden, kulitnya berwarna tan tidak seperti aiden yang berwarna krem. Kalau jeremy bisa menebak pasti aiden jarang keluar kamar sedangkan kakaknya di bawah matahari terus. Dia lebih tinggi dari aiden dan mukanya lebih tegas, hidungnya juga tinggi, rahangnya berbentuk persegi seperti kotak bekal yang jeremy bawa, ditambah alisnya yang tak kalah menukik tajam seperti milik jeremy.
Pasti banyak yang menaruh hati padanya terlebih dia penguasa di negri ini.

"Seperti manusia elang jadi jadian.."

"Maaf jeremy..aku tidak mendengarmu.."

Jeremy sadar bahwa dia tak sengaja mengeluarkan isi kepalanya sedikit

"Oh tuan muda salah dengar.. ehem.. saya kesini hanya ingin menyapa anda dikarenakan sejak saya disini saya belum menyapa anda tuan muda james"

Lalu jeremy melihat james jalan ke arahnya dan tersenyum

"Kamu adalah teman adikku dan kita hanya berbeda 2 tahun saja. Jika sedang bersama aiden atau kita bedua saja panggil saja aku kak james. Tidak perlu seformal itu tapi tetap ada batasannya.." james menepuk nepuk pundak jeremy

"Iya tua..oh maksudku iya kak james.. senang bisa bicara dengan kak james" jeremy tersenyum

"Besok mulai hari pertamakan? Kalau ada kendala atau kamu butuh sesuatu bilang saja padaku atau aiden atau tuan gustaf langsung.. anggap saja seperti rumah sendiri.."

"Aku sangat senang aiden memiliki teman.. dia selama ini kesepian dan sering sekali ditipu sama anak anak seusianya.. padahal dia menawarkan banyak hal yang bahkan tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan itu.."

Jeremy tersenyum dia mengerti karena dia merasakan itu semua. Aiden benar benar bodoh mau memperlakukan orang baru dengan cara yang sangat baik tapi itu juga hak dia dan seharusnya orang orang itu tidak menipu aiden. Jeremy ingin tertawa tapi merasa iba juga bila di bayangkan.

ELEMENTWhere stories live. Discover now