13. The beginning of everything

1.2K 88 6
                                    

Megumi merasakan sakit yang menjalar di bagian belakang kepala dan pelipisnya. Semuanya masih terlihat gelap.
Suara orang yang sedang berdebat terdengar samar.

"Kau gila! Bagaimana kalau dia mati?!"

"Aku tidak berniat membunuhnya! Aku hanya ingin mengambil kunci asrama."

"Lalu? Kau tidak harus menggunakan kekerasan, bukan?"

"Aku hanya memukulnya sekali. Dia sudah babak belur dihajar oleh kawannya Mahito."

Megumi mengerjap pelan. Cahaya dari lampu di langit-langit ruangan membuat matanya silau.

"Megumi! Kau baik-baik saja? Apa ada yang sakit?"

Hal pertama yang dilihatnya adalah wajah Gojou yang terlihat sangat panik. Ia berdiri di samping ranjang tempatnya tidur.

"Apa yang terjadi?" tanya Megumi.

"Tidak ada. Kau baik-baik saja, kan?" tanya Gojou lagi. Ia menggenggam erat telapak tangan Megumi.

"Daijobu desu. Hanya sedikit pusing," jawab Megumi. Gojou menghela nafas panjang.

Ia lalu berbalik dan menatap tajam Sukuna yang dari tadi masih berdiri di pinggir ruangan.

"Dengarkan aku, Ryoumen Sukuna, Megumi itu anak ku. Jadi, kalau terjadi sesuatu padanya, kau akan menanggung resikonya," tegas Gojou.

"Hah? Kenapa harus aku? Aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya," sergah Sukuna tak terima.

"Kau sekamar dengannya. Jangan sampai aku mendengar kabar kalau Megumi ditindas olehmu," tegas Gojou.

"Hei, bukannya ini tak adil, ya? Terus kenapa kalau dia anakmu? Buatkan rumah sendiri sana!"

"Oii, kau tidak sopan sama sekali, ya? Kau pikir, kau sedang berbicara dengan siapa? The greatest and the most handsome teacher, Gojou Satoru!" seru Gojou sambil menepuk dirinya sendiri bangga.

Sukuna mengernyitkan kening. Apa-apaan sih guru tampan satu ini.

Oke. Ia akui Gojou sensei memang tampan dan mempesona. Tapi, bukankah dia terlalu posesif terhadap anaknya?

"Kenapa kau peduli sekali? Dia bukan anak kecil lagi, kan? Lagian, apa benar dia anakmu? Kau belum menikah

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.


"Kenapa kau peduli sekali? Dia bukan anak kecil lagi, kan? Lagian, apa benar dia anakmu? Kau belum menikah. Dan marganya berbeda denganmu," kata Sukuna sambil menunjuk ke arah Megumi.

"Ya, memang bukan. Kau benar sekali. Aku bukan anak kecil lagi. Dan margaku tidak sama dengan Gojou sensei. Aku bukan anaknya. Puas kau?" tanya Megumi.

Ia bangkit menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Berusaha bangkit berdiri walaupun kakinya masih sedikit tak kuat mengangkat beban tubuhnya.

Gojou menahan tubuh Megumi sebelum anak itu terjatuh ke lantai.

"Tolong istirahat dulu, Megumi. Jangan dengarkan ucapan Sukuna itu," kata Gojou.

"Daijobu. Lagipula, yang dikatakannya emang benar. Dan lagi, Sensei, aku bukan anak kecil lagi. Tolong perlakukan lebih dewasa." Tegas Megumi.

"Perlakukan lebih dewasa? Maksudnya? Kau ingin diapakan olehku?!" tanya Gojou histeris.

Kekhh...

Megumi memukul jidatnya sendiri. Ia salah memilih kata. Walaupun Gojou itu sangat pintar sebenarnya, tapi dia suka sekali menyalah artikan ucapan orang lain.

"Tidak ada. Aku akan kembali ke kamar!" tegas Megumi. Ia berjalan keluar meninggalkan ruangan UKS dengan langkahnya yang agak gontai.

"Megumiiii!! Istirahatlah dulu! Jangan terlalu memaksakan diri, ya? Daisuki desu!!"

Sukuna menyumpal kedua telinganya dengan jari saat Gojou berteriak sedemikian rupa.

"Tampan. Tapi bodoh," gumam Sukuna sambil beranjak pergi.

"Apa kau bilang tadi?" tanya Gojou menyipitkan matanya.

Ups... rupanya dia mendengar.

- - - - -

Sukuna melipat kedua lengannya sembari berjalan di belakang Megumi yang langkahnya tertatih pelan. Sepertinya, anak itu belum sepenuhnya pulih.

"Oi, kenapa tak istirahat di klinik saja? Jangan paksakan dirimu," ujar Sukuna. Megumi menoleh dengan muka datar.

"Kau ingin kunci asrama bukan?" tanya Megumi.

"Cukup serahkan kuncinya padaku,"

"Tidak bisa." Megumi menggeleng tegas. Sukuna memiringkan kepalanya.

Apa tadi katanya? Tidak bisa? Hei, memangnya siapa murid baru ini? Bisa-bisanya dia mengklaim kunci asrama itu miliknya.

"Itu bukan kamarmu doang, tau!" sergah Sukuna.

"Memang. Tapi aku lebih percaya diriku daripada dirimu," Megumi menyahut santai.

Sukuna memejamkan mata sebentar. Anak ini menyebalkan sekali. Minimal, kalau lagi ngomong sama orang tuh, ya menghadap ke orangnya. Tapi, si Megumi itu malah membelakanginya.

Ceklek...

Megumi melangkah masuk ke kamar asramanya. Diikuti Sukuna dari belakang.

"Chotto. Ini tempat tidurku. Kenapa kau merebutnya?" tanya Sukuna saat Megumi merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang berada di samping jendela.

"Benarkah? Aku tidak melihatmu saat sampai disini. Ranjang ini kosong," jawab Megumi santai. Ia menarik selimut hingga batas lehernya.

"Ah~ menyebalkan sekali. Hei, itu satu-satunya tempat yang bagus di sekolah ini. Itu tempat favoritku," kata Sukuna.

"Salah siapa kau pergi?" tanya Megumi. "Aku sudah nyaman disini dan malas pindah," sambungnya kemudian. 

Sukuna mengepalkan tangannya dan menggeram. Ia melangkah maju mencengkram kerah baju Megumi.

"Kau..."

Sukuna tak melanjutkan ucapannya. Normalnya, pasti dia akan langsung menghajar dan memukuli orang yang menyebalkan seperti ini.

Tapi entahlah. Mungkin, karena kasihan melihat wajah Megumi yang masih dipenuhi luka lebam.

Bruk..

Sukuna menghempaskan Megumi ke atas ranjangnya.

"Cepat sembuh, ya? Aku ingin memukulimu dengan puas," ujar Sukuna. Ia berjalan keluar kamar entah menuju kemana.


To be continued..

Jan lupa vote + komen

The Trouble maker  || Sukuna X Fushiguro 🔞Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz