12-TIHAN BERSAUDARA

22 2 0
                                    

Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20. Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3

Now Playing :
Roman Picisan-Dewa 19

"Mulai dari kapan lo merokok kayak begini?" Tanya Eros, mendudukkan dirinya di samping Sadam dan disusul oleh Tihan. Ketiga laki-laki tersebut berada di atas rooftop menikmati udara di sabtu sore yang terasa begitu segar setelah diguyur hujan.

"Maaf bang," lirih Sadam lalu kembali menghisap rokok yang ada di jarinya.

Eros menghela nafas panjang. "Sudah seminggu lebih lo kayak begini. Mengurung di kamar, udah berani merokok padahal lo sendiri selalu ngingetin yang lain buat gak nyentuh benda itu, dan lo juga beberapa kali bolos kuliah."

"Lo tau dari mana, bang?" Tanya Sadam, sedikit terkejut.

"Bang Agum banyak terima laporan dari anak-anak lantai 1, isi tempat sampah depan kamar lo itu banyak bungkus sama puntung rokok. Mereka lapor karena tau selama ini lo gak pernah ngerokok," jelas Eros.

"Dan teman-teman kampus lo sering nelpon gua buat nyariin lo, Dam." Sadam menunduk. Tidak tau lagi harus berbuat apa.

"Woi, Sadam. Liat gua!" Perintah Eros dengan suara tegasnya. Sorot matanya begitu tajam hingga Tihan yang berada di sebelahnya ikut merasa ketar ketir.

Sadam mengangkat kepalanya. Bisa Eros lihat dengan jelas mata laki-laki itu penuh dengan luka. Sorot mata yang sudah lelah dan sebentar lagi akan menumpahkan cairan bening.

"Kita semua sibuk di rumah sakit, bukan berarti abai sama lo. Lo boleh banget marah sama keadaan atau sekalian lo benci sama Kinan dan Dirga. Tapi bukan berarti lo harus menghancurkan semua apa yang ada dalam diri lo. Apa yang sudah lo jalanin, itu harus dipertahanin, Dam," tutur Eros.

Sadam terdiam. Begitu pun dengan Tihan yang tetap mendengarkan setiap kalimat dari Eros. Jujur saja, ia sedih melihat kondisi Sadam saat ini. Tidak ia temukan raut bahagia dari wajah abangnya itu. Eros menghela nafas panjang.

"Analogi sederhana nya seperti ini. Di perempatan jalan itu kalau mobil jalan semua, tabrakan jadinya. Makanya di adain lampu merah, tujuannya biar semua teratur. Ada yang lebih dulu jalan, dan ada yang harus berhenti dan menunggu gilirannya. Memang menyebalkan jika kita harus menunggu lama, tapi itu yang bikin kita selamat."

"Dunia emang gak adil dan itu fakta. Tapi dunia berputar bukan hanya untuk lo aja, Dam. Kalau lo enggak bahagia berarti emang belum giliran lo untuk itu. Tahan sebentar, kasih dulu buat orang lain. Nanti ada waktunya untuk kita jalan, orang lain yang bakal berhenti dan kembali menunggu gilirannya untuk dapatin bahagia."

Sadam mengalihkan pandangannya. Eros memilih hening sejenak. Dan Tihan tidak memberikan tanggapan apapun. Tangan Eros terangkat dan menepuk pundak Sadam.

"Kita semua peduli sama lo, Dam. Gua sama bang Agum itu udah nganggap kalian semua itu adik. Gua enggak masalah lo mau benci sama bokap lo, Kinan bahkan Dirga," tutur Eros.

"Tapi ayolah, lo enggak boleh sampai putus asa kayak gini. Ninggalin kuliah lo, ngelakuin hal yang kayak begini itu gak bakalan ngerubah apapun, Dam!"

Sadam yang mengadahkan kepalanya menatap langit sore itu. "Maaf bang..."

"Gua benar-benar minta maaf. Gua gak tau harus ngomong apa lagi. Akhir-akhir ini gua emang lagi hilang arah," suara Sadam terdengar bergetar. Ia mengusap air matanya dengan kasar.

"Lo enggak salah bang dan kita semua juga enggak merasa disakiti sama lo," kini Tihan ikut bersuara.

"Kita semua cuma mau kita kayak dulu, bang. Kumpul di rooftop ini, keluar makan sama-sama, lo berdebat sama bang Eja, lo jahilin gua sama Alif. Kita semua mau bang Sadam yang dulu. Bukan yang sekarang suka menyendiri."

KOS 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang