23-KEINGINAN UNTUK SALING MENYEMBUHKAN

17 1 0
                                    

Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20 . Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3

Now playing :

Amin paling serius-Sal Priadi ft Nadin Amizah


"Eitsss, eitss, tunggu dulu dong ganteng...."

Eja, Sadam, Eros dan Deden seketika menghentikan aktivitas jogging di pagi hari saat seorang perempuan bermake-up tebal merentangkan kedua tangannya menghadang mereka. Mpok Lela, penjual jamu yang setiap harinya berkeliling menjajakan jamu ramuan ke warga sekitar seperti nya tidak menjual hari ini. Bakul besar yang biasanya ia bawa tidak ada dalam gendongannya.

"Apa sih mpok. Kita tuh mau lari pagi mumpung mataharinya lagi bagus," kesal Sadam, menghapus peluhnya dengan baju.

"Kalau kalian ketemu saya, itu makin bagus mataharinya," balas mpok Lela dengan centil. Ia gemar sekali tebar pesona dengan para pemuda lantai 2 tersebut.

"Yeuh, bukannya bagus malah suram mpok. Tuh liat aja, langsung mendung kan," Eros menunjuk langit, yang kebetulan gumpalan awan menghalangi sinar matahari.

"Yahh, gara-gara mpok Lela, nih. Mending gak usah keluar rumah deh, mpok. Diem aja di rumah berhibernasi," cebir Eja.

"Kamu pikir saya beruang. Jangan gitu dong ganteng, cantik-cantik gini kok di samain sama beruang," ucap mpok Lela sambil melenggak lenggokkan tubuhnya, membuat ke empat laki-laki itu ingin muntah.

"Daripada bermetamorfosis, mending mpoK berhibernasi aja, hahahah," cerocos Deden, membuat mpok Lela merungut kesal.

Deden segera menarik tangan Sadam dan mengajak yang lainnya untuk melanjutkan kegiatan jogging mereka pagi ini, meninggalkan mpok Lela yang meneriaki nama mereka. Ketawa empat pemuda itu terdengar dengan keras di telinga mpok Lela.

"AYANG EJA, SADAM, EROS, DEDEN!!" Teriaknya histeris. "Ihhh, aku kok ditinggal, padahal udah cantik-cantik loh." Mpok Lela menghentak-hentakkan kakinya ke tanah lalu beranjak pergi.

****

Meja ruang keluarga rumah Hanin begitu berantakan dengan barang-barang kerajinannya. Seperti kertas, manik-manik, gunting, lem dan lain-lainnya. Hanin sengaja mengerjakan tugas sekolahnya itu di ruang tamu agar bisa menonton televisi dan mencari suasana baru. Ia cukup bosan dengan dinding putih bercampur warna pink kamarnya.

Alin dan Indira juga ikut bergabung. Kedua kakaknya itu sibuk dengan laptop di hadapan masing-masing. "Dek, kok oleh-oleh untuk Tihan masih ada sama kamu? Udah hampir seminggu loh itu," tanya Tito tiba-tiba datang dari arah dapur.

"Tihan lagi ke Medan, yah. Jadi aku belum pernah ketemu sama dia selama pulang," ucap Hanin, matanya tetap fokus ke arah benda yang ada di tangannya.

"Lah, dia belum balik juga?" Tanya Indira. Hanin menggelengkan kepalanya.

"Kapan dia berangkat ke Medan? Terus buat apa dia ke sana?" Tanya Tito, tetap berdiri di tempatnya. Wajar jika ia tidak tahu. Selama satu minggu kemarin ia ditugaskan di luar kota sehingga banyak cerita di rumahnya yang ia lewatkan.

Hanin menjelaskan secara detail informasi yang ia terima berberapa hari yang lalu dari Zai. Tentang Tihan yang harus berangkat, ke Medan bersama 3 anak-anak lantai 2 untuk menemani Agum yang tengah berduka. Tito menganggukkan kecil kepalanya paham. Ia menghela nafas panjang.

"Kalau dia udah datang, suruh ke sini, ya. Ayah mau bicara," ucap Tito, lalu melenggang pergi menuju halaman belakang rumah.

Ketiga putrinya itu saling pandang satu sama lain. Tidak biasanya ayahnya berlaku seperti itu. Ada guratan lain yang tidak bisa mereka artikan. Tito akan ikut bergabung dengan ketiga putrinya jika melihat mereka berkumpul. Tapi laki-laki kesayangan mereka itu seakan menghindar dan tidak membiarkan ketiga putrinya untuk bertanya dengan kondisinya.

KOS 20On viuen les histories. Descobreix ara