14-TERSEDIANYA RUANG IKHLAS YANG LUAS

11 2 0
                                    

Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20. Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3

Now playing :
Kangen-Dewa19

Orang bilang, mencintai itu secukupnya saja. Dan jika membenci jangan terlalu berlebihan. Karena Tuhan gampang sekali membolak-balikan hati seorang manusia. Bisa jadi tangan yang dulunya enggan saling menggenggam, malah merangkul dengan erat.

Sadam berdiri di depan ruangan VIP tempat Kinan dirawat. Hampir 20 menit ia habiskan hanya berdiri sambil berperang dengan egonya, apakah ia akan masuk atau memilih pergi membawa seluruh amarahnya.

Setelah menghela nafas panjang sambil memegang gagang pintu, ia memutuskan untuk masuk. Dinginnya ruangan mampu menembus jaket kulit yang ia kenakan.

Langkah kakinya membawanya mendekat ke arah brankar Kinan, menatapnya yang masih terlelap dengan tenang. Saat melihat wajah Kinan gejolak amarah Sadam semakin membesar. Namun hatinya bertolak belakang dan mengasihani gadis ini.

Hampa

Hanya ada suara elektrokardiografi yang terus mengisi setiap sudut ruangan. Sadam mendudukkan dirinya kemudian tangannya mengusap perlahan puncak kepala gadis itu. Dalam relung hati ia mengucapkan segala doa yang bisa ia panjatkan untuk kesembuhan Kinan.

"Ayo, semangat berjuang untuk bangun. Tuhan, kembalikan dia," ucap Sadam lirih.

****

"TARI, CHELSEA, TUNGGU!!" Eja mengejar dua perempuan di depannya. Dua perempuan yang di panggil seketika menoleh.

"Loh, Eja? Lo ngapain ke sini?" Tanya gadis yang bernama Chelsea tersebut. Gadis itu mengedarkan pandangannya dan ternyata Eja datang sendirian.

Eja menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, berusaha untuk menetralkan detak jantungnya setelah berlarian. "Ada sesuatu hal yang pengen gua tanyain."

Tari, yang berdiri di samping Chelsea bersuara, "pasti tentang Naya, kan?" Tebak gadis itu tepat sasaran.

Eja dibuat terdiam.

Tari menghela nafas panjang. Mereka sama-sama terdiam membiarkan suara derap langkah mahasiswa dan mahasiswi berjalan sebagai pengisi keheningan mereka bertiga. Di jam-jam seperti ini, anak-anak fakultas kedokteran masih saja terlihat sibuk dengan aktivitas nya. Menenteng tas dan laptop, belajar di taman, kantin, maupun di bangku-bangku yang disediakan.

"Udah lah, Ja. Lupain Naya," Tari lebih dulu bersuara. "Lo sendiri kan yang mengakhiri semuanya. Dan sekarang lo malah kejar-kejar dia lagi. Tanggung jawab sama keputusan lo, Ja!"

"Gua enggak marah sama lo atau pun benci sama hubungan lo berdua. Tapi gua kasihan sama sahabat gua," tutur Tari.

Tari hanya mengungkapkan pendapatnya. Wajar jika dia bersifat seperti ini. Naya adalah sahabat dekatnya bahkan rasanya seperti saudara. Maka akan sedih juga ia rasakan saat melihat Naya sedih.

"Tiap malam dia habiskan dengan kita cuman buat curhatin tentang lo. Kita udah kehabisan kalimat penenang pas dia nangis, kita capek alihin perhatian dia supaya gak inget lo."

"Tapi gua cuman mau tau kabar dia, Tar...."

"Ja," panggil Chelsea. Ia sedikit melebarkan senyumannya. "Gak ada orang yang tulus baik-baik aja setelah disuruh berhenti begitu aja."

"Gua tau di sini bukan Naya aja yang sakit tapi lo juga. Dan lo lakuin ini semua untuk kebaikan kalian berdua. But, come on, life must go on, Ja." Naya menjeda sejenak kalimatnya.

KOS 20Where stories live. Discover now