13-TIGA PILAR YANG DIPAKSA KUAT

11 2 0
                                    

Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20. Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3

Now playing :
Mendarah-Nadin Amizah

Atmosfer terasa berbeda dirasakan oleh Theo, Tsania dan juga Tihan saat berada di luar rumah dan di meja makan yang diisi oleh orang dewasa saat ini. Bisnis masih menjadi topik utama pembahasan para lelaki. Kecuali Tihan dan Theo.

Para perempuan hanya menyimak. Dan tak jarang pula membuka obrolan baru entah itu seputar tentang fashion terbaru, pengalaman jalan-jalan ke luar negri dan arisan sesama circle sosialita mereka. Sepupu-sepupu Tihan yang lain nampak sangat akrab satu sama lain.
Tenang sekali mereka menikmati makan malam.

Kecuali Tihan bersaudara. Piring di hadapan mereka masih sama-sama kosong. "Bagi dong, dek!" Bisik Tsania, duduk di tengah-tengah Tihan dan Theo.

Tihan memberikan dua apel kepada Tsania yang sengaja ia bawa dari kost nya. Tsania yang mendapatkannya kemudian memberikan satunya untuk Theo. Aksi mereka tentu saja di lihat oleh laki-laki paruh baya yang duduk di hadapan mereka.

"Theo, Tsania, Tihan? Kenapa cuman makan buah? Kalian gak makan nasi?" Tanya Tara—papa kandung Theo, Tsania dan juga Tihan.

Penampilan Tara paling berbeda di antara saudara-saudaranya, yang serempak mengenakan kemeja dan ada juga yang masih mengenakan tuxedo hitam sebab baru pulang dari kantor. Sementara Tara masih mengenakan baju loreng tentaranya, menambah pesona kharismanya.

"Sebelum ke sini aku udah makan duluan, pa," ucap Theo dengan jujur mewakili kedua adiknya.

"Kalian di undang makan malam sama Opa, itu artinya kalian harus makan sama-sama kita semua. Bukan makan duluan," sahut Bara—saudara pertama Tara.

"Kita bertiga udah lapar tadi. Kita bisa mati kelaparan kalau harus nunggu jam 8 malam," balas Tsania dengan datar. Ia sama sekali tidak peduli dengan siapa dia berbicara sekarang.

"Kal—"

"Sudah! Saya undang kalian disini untuk makan. Bukan berdebat," lerai Airlangga—Opa Tihan yang duduk di ujung meja makan.

Tihan bersaudara kini menjadi sorotan di meja makan. Terutama Airlangga yang menatap tiga cucunya itu secara bergantian dengan tatapan sulit diartikan. Ketiganya sudah kebal dengan hal tersebut dan tetap menikmati tiap gigitan apel masing-masing.

Airlangga berdehem sebentar sebelum memulai berbicara. Ia menatap seluruh cucunya yang berada di meja makan.

"Pendidikan kalian sekarang, bagaimana?" Tanya Airlangga.

"Kemarin, aku baru aja wisuda. Dan bakalan balik lagi ke Inggris untuk mulai bekerja," sahut
Vania Clarissa Airlangga—anak pertama dari Bara.

"Kalau aku, aman aja sih. Kemarin aku berhasil dapat juara 2 di kejuaraan taekwondo," timpal Daniel Kalandra Airlangga, yang duduk bersebelahan dengan Vania, kakaknya.

"Lihat, ayah! Aku itu berhasil mendidik anak-anak aku. Bisa bekerja dengan cepat, punya penghasilan sendiri, lulus di universitas luar negeri, dan menang di lomba-lomba yang bisa mengharumkan nama keluarga kita. Airlangga," ucap Bara membusungkan dadanya bangga.

"Masuk universitas luar negeri lewat jalur nyogok, itu termasuk kebanggaan gak sih?" Bisik Tsania kepada dua saudara laki-lakinya.

"Orang yang dia kasih uang sogokan, itu temen gua. Kocak juga sepupu lo, Tsan," balas Theo berusaha menahan ketawanya.

"Dih, enak aja lo. Malas banget gua akuin dia," Tsania mendelik malas.

"Gua berharap aja, semoga bos di tempat dia kerja gak nyesel terima dia," tambah Tihan.

KOS 20Where stories live. Discover now