20-SEMUA ORANG PUNYA LUKA

18 2 0
                                    

Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20. Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3

Playing Now:
Bernafas Tanpamu-Last Child

Dengan penuh kesadaran dan penuh pemahaman tentang kondisi, Eros dan Agum memerintahkan Sadam dan Kinan untuk mencari kayu bakar yang akan mereka gunakan untuk nanti malam. Sementara Eja, Alif, Tihan, Dirga, serta Ken mendapat tugas untuk mengambil air di sungai untuk kebutuhan memasak.

"Ini airnya aman kan, bang?" Tanya Ken untuk memastikannya.

Dirga mengangguk. "Ini aliran air dari gunung. Dan warga sekitar juga masih menggunakan air sungai ini untuk kebutuhan sehari-hari."

"Ada penduduk yang tinggal di sini, bang?" Tanya Eja, ia mulai mengisi jerigen jerigen tersebut hingga terisi penuh.

"Ada sebuah desa, deket kok dari sini. Penduduknya lumayan banyak dan ada sekolah juga," balas Dirga.

"Lo pernah tinggal di sini, bang?" Pertanyaan itu meluncur dari mulut Tihan.

Dirga menggeleng lalu duduk di atas bebatuan besar. Suara air mendominasi serta kicauan burung terdengar begitu menenangkan. Daerah ini masih sangat terjaga. Para penduduk di sini benar-benar menjaga lingkungan mereka dengan sangat baik. Tidak ada yang berubah menurut Dirga.

"Waktu masih kecil kalau libur sekolah, gua bakalan kesini bareng nyokap dan kakak gua. Senang banget bisa berbaur sama anak-anak sini, main bola, mandi di sungai ini, mancing belut di sawah, pokoknya seru lah. Kadang kalau waktu libur udah mau habis, gua malah gak mau pulang," cerita Dirga lalu tersenyum tipis saat mengingatnya.

"Wih, seru ya. Gua akui sih, tempat ini emang keren banget," tutur Eja.

"Kapan-kapan, gua mau kesini lagi, deh. Bawa temen sama keluarga gua. Lumayan juga kan kalau banyak orang yang tau tempat ini," sahut Alif antusias.

"Menurut gua jangan deh, Lif," ucap Tihan. "Kadang semakin banyak orang tau, akan semakin besar peluang terjadi kerusakan."

"Bener banget. Banyak tipe manusia saat berkunjung di tempat-tempat liburan. Dan tipe paling menyebalkan adalah orang-orang yang merusak dan tidak tau etika saat berpijak di tanah orang. Berbuat semaunya, seakan-akan berada di rumah sendiri," sambung Dirga.

Mereka semua mengangguk setuju. Sebenarnya manusia sendiri yang menyebabkan kehancurannya sendiri. Membuang sampah di sungai, membuat mereka harus merasakan banjir. Menebang pohon sembarangan, tanah longsor menimpa rumah mereka. Pembukaan lahan secara besar-besaran, pabrik-pabrik, kendaraan lalu lintas, membuat mereka harus siap dengan polusi udara dan pemanasan global.

Terkadang mereka memikirkan sebuah kemajuan, tapi tutup mata akan semua dampaknya. Setelah terkena dampaknya barulah mereka menyesal dengan penyesalan yang sama sekali tidak ada gunanya.

"Kita duduk dulu deh, Nan. Capek juga jalannya," ajak Sadam lalu duduk diatas rerumputan. Kinan meletakkan kayu yang ada di tangannya lalu ikut duduk.

Keduanya memilih hening sambil menikmati pemandangan hamparan sawah. Kabut mulai menipis dan membiarkan matahari sore menerangi daerah sekitar.

"Aku senang banget lihat persahabatan kalian. Dulu waktu aku nge-kost enggak seakrab itu sama tetangga kost aku," ucap Kinan membuka obrolan.

"Dulu juga kita enggak seakrab itu, Nan. Bahkan satu tahun aku nge-kost jarang banget buat kumpul sama mereka. Tapi semenjak kehadiran Tihan sama Alif di kost itu, semuanya berubah," balas Sadam.

"Lah, kok bisa?"

"Enggak tau kenapa, ya. Mereka berdua petakilan banget, sering gangguin bang Agum sama bang Eros padahal waktu itu gak ada sama sekali yang berani sama mereka berdua. Tapi kehadiran Tihan sama Alif, semuanya berubah. Mereka berdua bisa ajak kita semua akrab satu sama lain, sampai sekarang," cerita Sadam.

KOS 20Where stories live. Discover now