01

11.1K 660 53
                                    


"Sudah memcuci piring?"

"Sudah ma"

"Sarapan?"

"Sudah renjun siapkan"

"Kolam belakang sudah kau bersihkan?"

Renjun tersentak, ia lupa belum membersihkan kolam belakang rumah.

"Belum? Kau benar-benar! Bersihkan sekarang renjun!" sosok itu berteriak marah, seolah-olah akan memakannya hidup-hidup.

"Tapi ma, renjun harus sekolah . . ." ujarnya lirih. Sejujurnya, ia sudah cukup lelah memaksakan tubuhnya untuk bekerja terus menerus. Setiap saraf dari tubuhnya terasa sakit. Namun ia tak keberatan jika harus bekerja lagi asal mamanya tidak memarahinya. Tetapi masalahnya renjun harus sekolah, ia tidak ingin harus tidak sekolah lagi. Karna sekolah satu-satunya tempat yang mungkin lumayan membuatnya tenang.

"Aku tidak peduli! Bersihkan kolam belakang atau jangan makan selama 3 hari" teriakan itu tetap membuat renjun tersentak. Meski pukulan, bentakan, maupun makian sudah menjadi makannya sehari hari, namun renjun bukannya terbiasa. Ia malah merasa semakin ketakutan saat mendapatkannya. Oleh karena itu renjun selalu berusaha menghindari hal yang membuatnya takut, dengan melaksanakan semua tugas yang diberikan sang mama  sebaik mungkin. Namun kemaren ia bekerja dari sepulang sekolah sampai larut malam, membersihkan rumah yang lebih berantakan dari biasanya sendirian karena kakak pertamanya mengadakan pesta dirumah. Renjun bahkan siap membereskan semuanya jam 1 malam, namun jika ingat ia belum membereskan kolam renang, ia akan tetap mengerjakannya walau seluruh tubuhnya remuk.

Kini renjun harus membereskannya padahal ia harus sekolah. Beruntung ini masih sedikit awal, renjun buru-buru menuju kolam belakangan dan membereskannya secepat kilat lalu berangkat sekolah. Ia terpaksa memesan taksi online yang lumayan mahal karena tidak ada lagi bus sekolah dijam seperti ini.

Lemas sekali, ia tak makan malam juga tak sarapan tadi pagi. Namun renjun tetap berlari, berharap anak-anak yang terlambat masih disana agar ia setidaknya tidak dihukum sendiri. Namun ternyata sudah benar-benar telat.

"Bersihkan lapangan basket sepulang sekolah, dan bapak akan mengurangi poin terlambatmu, sekarang masuk kekelasmu!" ujar guru laki-laki itu sedikit keras, membuat renjun sedikit tersentak.

"Terimakasih pak" ia berlalu, kembali berlari menuju kelasnya.






"Permisi, maaf saya terlambat " renjun membungkuk singkat di ambang pintu kelas, membuat semua murid yang fokus belajar tadinya menoleh.

"Hah, duduklah, jangan diulangi lagi lain kali"

"Terimakasih buk" renjun duduk di tempatnya, ia mulai mengeluarkan buku dan alat tulis nya, lalu mengerjakan semua hal yang tertinggal.

Beginilah pagi-paginya dimulai, ini masih lumayan patut renjun syukuri. Setidaknya akhir-akhir ini ia tak mendapat pukulan atau makian, itu membuat renjun sedikit lega. Karna entah kenapa, renjun mulai merasa ketakutan berlebih saat mendapatkan makian atau pukulan.

——TRISTE———


Bel istirahat berbunyi, renjun dengan cepat berdiri ingin menuju kantin guna mengisi perutnya yang keroncongan minta makan.

Akan tetapi karna tak melihat dan terburu-buru, ia menabrak dada seseorang. Renjun tak yakin itu dada manusia, karna kepalanya saja sampai pening, entah karna ia tak makan juga.

Saat ia menaikkan pandangannya, tatapan setajam elang ia dapatkan. Tatapan yang kerap mengintimidasinya dan membuatnya tak nyaman.

"Wah wah terlambat lagi?" sosok itu berjalan maju, membuat renjun terpaksa mundur agar tubuh mereka tak berbenturan. Jika dekat seperti ini, renjun terlihat sangat kecil dibandingkan sosok itu, ia seperti kerdil yang berhadapan Dengan raksasa.

Triste' || Noren [ ON GOING ]Where stories live. Discover now