04

5.6K 571 72
                                    

Butuh perjuangan ekstra untuk jeno membawa renjun kerumah sakit. Subimisive itu mempunyai seribu alasan untuk menolak ajakan jeno, hingga terpaksa jeno memaksanya kembali. Tapikan ini demi kebaikan renjun, jeno tidak salah kali ini bukan?

Luka renjun sudah diobati, bahkan sudah diperiksa apakah ada kerusakan di bagian tulang bahu nya, melihat bagaimana besarnya lebam yang menghiasi kulit putih itu.

"Tidak ada masalah pada tulangnya, saya sudah meresepkan obat untuk diminum juga salap untuk dioleskan. Harus rutin dikonsumsi agar lebamnya tidak membengkak, karna ini cukup parah" ujar dokter disana. Diruangan itu, ada renjun di ranjang rumah sakit, juga jeno disana. Beserta dokter yang kini pamit undur diri.

Tinggal mereka berdua, renjun menatap jeno yang sibuk dengan ponselnya. Ia merasa tak enak, karna jeno bahkan memangilkan dokter utama padahal lukanya tak seberapa. "Jeno, terimakasih sudah membawaku. Berapa biaya obatnya? Aku akan menggantinya" karna memang renjun tidak ingin berhutang budi kepada jeno.

Jeno menyeringai, "ya, kau memang harus menggantinya" ia berdiri, mendekat kearah renjun hingga tubuh mereka nyaris menempel jika renjun tak sedikit mundur.

"Berapa?" tanya renjun.

Pipi gembil itu jeno elus pelan, dua hari tak bertemu renjun membuat sesuatu dalam diri jeno seolah meledak-ledak ketika melihat submisive itu dalam jarak dekat.

Renjun pula, dapat merasakan selembut apa sentuhan jeno pada wajahnya. Seolah kasih sayang besar jeno salurkan lewat sentuhan itu. Namun itu tak mungkin bukan? Jeno tidak mungkin mempunyai perasaan semacam itu untuknya.

Renjun tidak melawan, selain karna malas memancing perkara Dengan jeno, ia juga cukup nyaman dengan tangan kasar jeno yang bertengger di pipinya. Jempol jeno terus bermain di permukaan lembut pipi renjun, dan iris tajamnya terus menatap lekat pada iris indah milik si manis.

Jarak wajah mereka begitu dekat, sehingga keduanya dapat meneliti sempurnanya figur masing-masing.

"Aku tidak menerima bayaran dalam bentuk uang"

"Lalu Aku harus bayar dengan apa?" entah keberanian dari mana, renjun berani membalas tatapan tajam jeno dari jarak yang begitu dekat.

Jeno masih dalam posisi itu, membuat renjun sedikit kesusahan meredam detakan jantungnya karna begitu dekat wajahnya dengan jeno. Bukan, renjun bukan berdebar karna suka, tapi sedikit tidak nyaman membayangkan jeno melakukan seperti yang sudah-sudah.

"Cium aku"

Seketika, renjun dengan kuat mendorong dada jeno, melupakan bahunya yang tidak bisa digerakkan sembarangan.

"Akh!" renjun meringis, memegang bahu kirinya yang terasa luar biasa sakit karna ia gerakkan tiba-tiba. Lena benar-benar tak main-main dalam memukulnya kemarin.

"Kau benar-benar ceroboh!" jeno dengan sigap menyingkirkan tangan kanan renjun yang menyentuh bahunya. "Jangan disentuh, kau akan semakin kesakitan" jeno mengusap lembut punggung sosok submisive itu, menyalurkan sedikit rasa nyaman agar renjun tak merasa terlalu kesakitan.

Setelah beberapa saat, renjun kembali mendorong pelan dada jeno dengan tangan kanannya, bermaksud agar jeno menghentikan usapannya. Renjun merasakan perasaan aneh ketika jeno beberapa kali berlaku lembut hari ini, seperti bukan jeno sekali.

"Sudah lebih baik?" tanya jeno.

Renjun mengangguk, "aku akan bayar uangnya saja ya?" bujuk renjun. Karna ia sungguh tak ingin mencium jeno seperti yang dominan itu Minta.

"Kau miskin, biaya untuk obat disini mahal, jadi beri aku ciuman saja" jeno tetap pada penderiannya, membuat renjun Mengerang kesal.

Jeno memperhatikan itu, wajah renjun yang menahan kesal dan kebingungan sangat menghiburnya, manis dan menggemaskan.

Triste' || Noren [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang