09

5K 630 69
                                    

Setelah puas menangis di pelukan jeno, disinilah renjun berada. Di sebuah restoran mewah dengan si dominan yang menemaninya.

Dilihat dari tampilannya saja, renjun dapat menebak semahal apa makanan ini. Lagi pula, kenapa jeno tak membawanya ke restoran biasa saja.

Steak didepannya terlihat menggiurkan sebenarnya, namun suasana hati renjun masih sangat kacau. Ia juga memikirkan harus tidur dimana ia malam ini. Renjun bukan seseorang yang mempunyai tempat pelarian.

Jeno mengambil piring renjun, memotong kecil-kecil daging tersebut agar si submisive itu dapat memakannya dengan mudah.

"Jeno, aku bisa sendiri" jeno yang begitu baik, itu tidak bagus untuk seseorang sepertinya yang selalu haus kasih sayang. Renjun bisa saja berpikir yang tidak-tidak karna ia tak pernah mendapatkan perhatian semacam ini.

"Sekarang habiskan" jeno meletakkan kembali piring dengan daging yang sudah teriris itu kedepan renjun.

Renjun memakan dan mengunyah makanannya dengan lambat. Dapat jeno lihat betapa murungnya submisive itu. Ditambah wajahnya yang sedikit sembab, itu membuat jeno sedikit tidak nyaman. Renjun terlihat sangat kelelahan.

30 menit kemudian, renjun belum kunjung menghabiskan makanannya, hanya setengah yang renjun makan. Ia mendorong pelan piringnya. "Jeno maaf, tapi aku tidak bisa menghabiskannya" ujar renjun dengan nafas yang sedikit tercekat. Nyatanya ia belum puas menangis bermenit-menit di dalam pelukan jeno. Kepalanya masih begitu berisik tentang banyak hal. Renjun ingin Pulang, ia ingin mengurung dirinya didalam kamar, menangis sepuasnya kemudian tertidur dengan nyaman. Namun tampaknya ia tak akan bisa melakukan keinginan sederhananya itu.

Jeno memperhatikan iris renjun yang sedikit berkaca-kaca. "Makanlah sedikit lagi" ia berujar dengan lembut entah kenapa.

Namun renjun menggeleng, makanan itu enak, namun renjun tak akan bisa menelan makanan se-enak apapun dikeadaannya yang kacau. "Aku—tidak bisa" ia menarik nafasnya dalam-dalam. Takut tangisnya tumpah lagi disini, itu akan sangat memalukan.

Jeno paham betul, wajah renjun menggambarkan segalanya. Ia bagaikan buku terbuka, isi hati renjun akan mudah sekali dibaca di raut wajahnya. Namun renjun tetap harus makan, mungkin perutnya yang kosong dapat memperparah keadaan renjun. Oleh karena itu jeno membawa renjun kesini, walau ia tau betul renjun tak akan betah berlama-lama diluar.

"Ingin ice cream?" ia berusaha menawarkan, siapa tau makanan manis dan dingin itu dapat memperbaiki keadaan renjun.

"Tidak. . ." mungkin sudah cukup, jeno harus segera membawa pulang renjun.




———TRISTE———






Renjun tanpa sadar tertidur didalam mobil, dan betapa terkejutnya ia ketika terjaga di sebuah kamar dengan nuansa gelap yang ia temukan.

Renjun panik, terlebih kamar yang ia tempati sedikit gelap karna lampunya sudah dimatikan.

Renjun tersentak ketika pintu kamar terbuka dan menampilkan jeno disana. Si dominan berjalan mendekat dan duduk di sisi ranjang. "Tidurlah kembali, ini masih awal"  rambut halus renjun ia usap pelan. "Apa kau takut? Haruskah kunyalakan lampunya?"  renjun tampak linglung, jeno memahami itu. Mungkin saja renjun belum bisa berpikir jernih karna baru saja bangun.

Ia tertidur di mobil, dan mereka baru sampai. Tetapi renjun tertidur begitu lelap sehingga saat jeno menggendongnya pun renjun tak sadar. Namun Ternyata submisive itu bangun sekarang.

Triste' || Noren [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang