02͙֒:☁︎PERLU RUNTUH UNTUK TUMBUH

6.2K 609 106
                                    

Sepasang anak kembar mengendarai sepedanya masing-masing untuk menuju ke rumah sehabis bermain di taman. Suasana Jakarta kali ini mendung, sepertinya, hujan sebentar lagi akan turun.

Di tengah jalan yang mereka tempuh, rintikkan air hujan mulai menyerang tubuh mereka. Semakin lama, rintikkan air kecil itu berubah menjadi deras. Mau tak mau, Legenda dan Tenggara harus meneduh di saung kecil untuk menunggu hujan reda.

Tidak mungkin mereka menerobos hujan besar itu, atau nanti, mereka akan di marahi habis-habisan oleh Mamanya. Mengingat sebentar lagi mereka akan memasuki Sekolah Menengah Pertama, mereka harus bisa lebih dewasa, tidak sepantasnya mereka terus bersikap seperti anak kecil yang hobi memancing amarah orang tuanya.

“Bang, kenapa akhir-akhir ini, Mama sama Papa ribut terus?” Tenggara tiba-tiba saja bersuara setelah keheningan menyapa cukup lama. Tenggara mengeluarkan isi hatinya di tengah gemuruh hujan yang lebat. “Apa karena kita nakal? Atau kita ada buat salah?”

Bola mata Legenda tidak tinggal diam, pandangannya menelusur ke segala penjuru arah tanpa menjawab pertanyaan dari adiknya. Legenda mendadak merasa gelisah ketika melihat seorang anak jalanan yang berlari melintas di depannya.

“Abang takut, Gar,” suara Legenda yang pelan itu di iringi oleh suara geledek yang kencang.

“Abang takut geledek?”

Legenda menggeleng kecil. “Abang takut hidup tanpa Mama sama Papa.”

“Rasanya pasti sangat pedih,” lanjut Legenda setelah ucapannya terjeda beberapa detik.

Mungkin, Legenda berpikir, jika suatu saat nanti ia hidup tanpa orang tua, dunianya akan terasa kosong, tapi berat. Warna-warni di hidupnya akan lenyap sepenuhnya. Tentunya, Legenda juga akan selalu merasa iri kepada anak-anak yang hidup dalam lingkup keluarga cemara.

Legenda tidak mau mempunyai sayap yang cacat. Ia ingin terus terbang bebas menggunakan kedua sayapnya yang indah dan berfungsi sempurna.

Sejujurnya, Legenda sudah muak mendengar pertengkaran yang selalu ia dengar di rumahnya. Keharmonisan keluarganya perlahan mulai memudar. Legenda juga selalu merasa kasihan kepada adiknya yang selalu ketakutan ketika pertengkaran itu terjadi.

“Bang, tolong bilang sama Gara, kalau kita bakal hidup sama-sama selamanya. Tolong yakinkan Gara, kalau hubungan antara Mama sama Papa bakal tetap utuh.” Tenggara menggenggam sebelah tangan Legenda erat, ia seolah takut jika suatu hari nanti, ketakutan terbesarnya itu akan menjadi sebuah takdir nyata.

“Bang, kita jangan pernah berpisah, ya?”

Tenggara hanya takut jika suatu saat nanti, ia tidak mempunyai rumah yang nyaman untuk pulang. Sudah banyak sekali kata pisah yang di ucapkan orang tuanya ketika bertengkar, rasa takut mengenai perpisahan itu seakan menghantuinya setiap saat.

Genggaman tangan Tenggara beralih memegang sebelah dadanya.

“Gara kenapa?” tanya Legenda panik ketika mendengar ringisan kecil dari Tenggara.

“Sesak, Bang. Napas Gara rasanya berat.”

Legenda bisa melihat napas adik kembarnya yang tidak beraturan. Legenda pun baru menyadari bahwa tubuh adiknya itu terlihat lebih kecil dari dirinya. Jika di ingat-ingat, Tenggara pun sering mengeluh bahwa tubuhnya sangat mudah kelelahan.

Kehilangan Masa Kecil [TERBIT]✓Where stories live. Discover now