05͙֒:☁︎PESONA BUMI PASUNDAN

4.4K 505 48
                                    

Bandung, 30 Juni 2016

Pagi-pagi sekali Yuda telah mengantarkan putranya ke Bandung—ke tempat tinggal kakek Legenda. Langit masih gelap, matahari pun belum menunjukkan kehadirannya di atas sana. Yuda mengendarai mobilnya seperti orang yang tidak sabaran, jalanan di sana belum terlalu padat sehingga Yuda bisa mengendalikan kendaraannya dengan leluasa.

Legenda benar-benar tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan berakhir tinggal bersama Kakeknya, dan berpisah dengan orang tua beserta adik kembarnya.

Kakek menyambut hangat kedatangan sebuah mobil yang baru saja masuk ke pekarangan rumahnya. Senyuman kakek tampak indah ketika melihat Legenda yang turun dari dalam mobil, berjalan menghampirinya dengan langkah lesu.

“Papa nggak akan pergi terlalu lama, kan?” tanya Legenda, menatap penuh harapan agar Papanya bisa kembali dengan cepat. Di sisi lain, Legenda juga berharap, bahwa Papanya akan berubah pikiran untuk mengajaknya pergi ke tempat yang akan menjadi tujuan mereka.

“Kalo aku kangen Papa, Mama, sama Adek, gimana?” tanyanya, lagi.

Yuda kemudian berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan Legenda. “Papa nggak akan lama kok, nanti Papa jemput Genda kesini, bawa oleh-oleh yang banyak.”

Dada Legenda terasa sesak dan sakit. Ketakutan terbesarnya ternyata menjadi sebuah kenyataan. Hal yang paling Legenda takutkan adalah hidup tanpa orang tuanya, dan setelah ini, ia akan benar-benar hidup tanpa Papa dan Mamanya.

“Genda jangan nakal, ya? Dengerin apa kata kakek.”

Setelah mengucapkan itu, Yuda kemudian memperdekat jaraknya dengan kakek. Pria paruh baya itu memeluk ayahnya untuk melepas rindu sebab mereka sudah lama tidak bertemu. “Pak, titip Legenda, ya?” ujarnya, di dalam pelukan itu.

“Bapak pasti jaga dengan baik,” balas Kakek Darsa.

Setelah melihat Papa dan Kakek yang melepas pelukannya, Legenda lantas menghamburkan pelukan terakhir kepada Papanya. Kapan lagi ia akan merasakan pelukan hangat dari Papanya ini? Legenda sudah tidak dapat membendung air matanya lagi, buliran-buliran kristal bening itu meluruh hingga berhasil membasahi kemeja yang dikenakan oleh Papanya.

“Pa... jangan lupa pulang.”

Yuda tersenyum, lalu mengusap pucuk kepala Legenda. Matanya memanas, apakah setelah ini ia akan di nobatkan sebagai ayah yang gagal, karena ia sudah tega meninggalkan anaknya sendirian?

“Papa pergi, ya?” pamit pria paruh baya itu.

Anak kecil yang ada di hadapannya pun mengangguk ragu, “Aku pasti rindu sama Papa.”

“Besok pasti aku sudah rindu.”

“Besok, dan besoknya lagi.”

“Selamanya aku bakalan rindu Papa sebelum Papa pulang.”

Tanpa menjawab apapun, Yuda mengecup kening Legenda, matanya terpejam, bersamaan dengan air matanya yang lolos berjatuhan.

“Jangan takut melangkah, jangan takut jatuh, karena Papa akan selalu menjaga dan melindungi kamu meskipun dari jauh.”

Dengan gerakan cepat Yuda memutar tubuhnya untuk menyembunyikan air matanya yang meluruh semakin deras. Yuda tidak mampu lagi untuk sekadar berucap atau menatap wajah lugu anaknya terlalu lama, karena itu sangat menyakitkan baginya.

“Papa sayang Genda,” batin pria itu berucap di sela-sela langkah meninggalkan putra kecilnya.

Mobil yang di kendarai oleh Yuda pun mulai keluar dari pekarangan rumah, mobil hitam itu meleset cepat sampai hilang dalam jarak pandang Legenda.

Kehilangan Masa Kecil [TERBIT]✓Where stories live. Discover now