12͙֒:☁︎JANGAN MENJADI ANAK YANG GAGAL

2.8K 391 27
                                    

Lengan Legenda perlahan terulur untuk membuka gorden kamar kakek. Di dalam ruangan kamar yang sepi itu hanya ada raga kakek yang sedang meringkuk di dalam kegelapan. Tubuh kakek di balut oleh samping kebat bermotif batik karena mungkin kakek sedang merasa kedinginan.

Gorden jendela yang tidak di buka, dengan lampu kuning kecil yang temaram hanya mampu memancarkan sedikit cahaya pada ruangan itu.

“Sewaktu aku belum ada disini, apa kakek pernah kayak gini juga? Nggak ada yang mengurusnya waktu sakit. Mungkin, hanya sepi, gelap, dan hening yang menemaninya setiap waktu.” Legenda menatap kakeknya iba. Ia tiba-tiba saja ingin menangis melihat kakeknya yang malang.

“Kenapa Papa nggak mau mengurus kakek? Kenapa Papa nggak pernah membawa kakek ke Jakarta untuk tinggal bersama?”

“Pa... Andai saja Papa tau, sosok Ayah yang selalu menjadi pelindung Papa dulu, sekarang sedang terbaring nggak berdaya.”

Legenda menggertakkan giginya. Rasa sedih tiba-tiba saja melandanya. Legenda tidak tega melihat kondisi kakeknya yang seperti ini.

Terdengar suara batuk kakek yang berhasil menyadarkan Legenda dari lamunannya. Laki-laki itu menghela napasnya sebelum akhirnya berjalan sedikit mengendap-endap untuk mendekati kakek yang sedang tidur dengan posisi menyamping membelakangi Legenda.

“Kakek...”

Kakek hanya diam tanpa memberikan respon. Mata kakek pun masih terpejam sempurna. Tak sengaja kaki Legenda menyenggol botol yang ada di dekatnya sampai-sampai botol kosong itu terguling. Legenda meraih botol air berukuran 2 liter itu. Padahal, pagi tadi, Legenda sendiri yang mengisi botol tersebut hingga penuh agar kakeknya tidak perlu repot-repot mengambilnya ke dapur.

“Habis?” gumamnya kecil.

Legenda mengisi botol berukuran 2 liter itu jam 7 pagi sebelum ia keluar dari rumahnya. Ia pun melirik jam yang menempel pada tembok, waktu menunjukkan pukul 11. Dalam kurun waktu kurang lebih 4 jam, kakek bisa menghabiskan air sebanyak 2 liter?

Bagaimana bisa?

“Kakek, bangun, ayo makan dulu, aku bawain bubur buat kakek.” Legenda menggoyangkan tubuh kakek agar terbangun dari tidurnya. Perlahan, netra kakek pun mulai mengerjap-ngerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam pupil matanya.

“Kakek mau minum, Nak,” pinta kakek, suaranya nyaris tidak terdengar. Sebelah tangan kakek mengusap leher seolah memberi tahu bahwa tenggorokannya sangat kering.

Legenda beranjak menuju dapur, membawa botol berukuran 2 liter itu untuk di isi kembali.

Pada saat Legenda akan kembali ke kamar kakek, Legenda justru melihat kakek yang sedang berjalan merayap ke arah kamar mandi sembari menyusuri tembokan rumah sebagai pegangannya agar tidak terjatuh.

“Kakek mau kemana?” Legenda menaruh botol itu di atas meja, dan beralih untuk membantu menuntun kakek berjalan.

“Kakek mau buang air kecil.”

Legenda menunggu kakek sampai selesai menuntaskan hajatnya. Takut-takut kakek jatuh jika Legenda meninggalkannya sendirian. Tak butuh waktu yang lama bagi kakek untuk keluar dari kamar mandi. Legenda kembali menuntun raga yang lemah itu menuju kamar. Namun, kakek menolak dan memilih untuk duduk di kursi.

“Di sini aja, nak,” ucap sang kakek, menyandarkan tubuhnya pada kepala kursi itu.

Legenda menuruti keinginan kakeknya. Sebelum Legenda ikut duduk bersama kakek di sana, anak itu sempat pergi ke kamar untuk mengambil bubur. Setelah kembali, Legenda mulai menyuapi kakek dengan telaten.

Kehilangan Masa Kecil [TERBIT]✓जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें