10͙֒:☁︎DULU, AKU JUGA DI RAYAKAN

3K 412 40
                                    

Dari rumah, Legenda berangkat sekolah. Tetapi, Legenda tidak benar-benar pergi ke sekolah. Laki-laki itu justru berkeliling untuk mencari pekerjaan ringan yang bisa menghasilkan uang. Legenda merasa khawatir kepada Kakek yang kondisinya semakin drop. Di tambah lagi, kakek belum makan dan belum meminum obat, sehingga tubuh kakek tidak mempunyai tenaga.

Legenda mengusap peluh yang memenuhi pelipisnya, hari sudah mulai panas, Legenda pun sudah merasa dahaga karena sudah berjalan cukup lama tanpa tau arah dan tujuan.

Sesekali, Legenda mengistirahatkan tubuhnya di tempat yang teduh, rambutnya sudah tidak lagi tertata dengan rapi, pundak Legenda pun terasa pegal karena ia membawa buku lumayan banyak di dalam tasnya. Setelah lima menit beristirahat, pandangan mata Legenda tak sengaja menangkap seorang penjual bakso di pinggir jalan yang sedang keteteran melayani pelanggan yang ramai berdatangan.

Legenda tersenyum, menghampiri ibu penjual bakso itu. Semoga, rezekinya ada disana.

“Permisi, Bu,” ucap Legenda sembari membungkukkan sedikit tubuhnya.

“Ada apa, Nak?” balas Ibu tanpa mengalihkan pandangannya, karena sibuk berkutat dengan pesanan dari pelanggan.

“Ibu butuh bantuan buat cuci mangkuk nggak? Aku butuh pekerjaan.”

Sejenak, Ibu pun mengalihkan pandangannya ke arah Legenda. Memandang penampilan anak itu dari atas sampai bawah. “Loh, kamu anak sekolah, kenapa cari kerja?”

“Kakek sakit, Bu. Aku butuh uang buat beli obat kakek,” jawab Legenda, mengangkat kedua ujung bibirnya ke atas.

Selalu saja, Legenda memaksakan senyum palsunya hadir. Senyum tulusnya tidak pernah terlihat lagi. Senyum tulus milik Legenda telah hilang semenjak ia tidak pernah bisa berkumpul bersama keluarganya lagi. Senyum Legenda selalu saja palsu. Akan tetapi, senyum itu selalu terlihat manis. Legenda benar-benar ahli dalam memasang topengnya. Tetapi, mata Legenda tidak pernah mampu untuk menutupi kesedihannya.

Merasa kasihan karena melihat mata Legenda yang berkaca-kaca, Ibu itu pun mengangguk, mengizinkan Legenda untuk mencuci mangkuk kotor di tempatnya. Untung saja, Legenda sudah terbiasa mencuci barang-barang kotor semenjak tinggal bersama kakeknya, sehingga Legenda tidak akan kesusahan dalam melakukan pekerjaannya sekarang.

Ibu itu diam-diam menggeleng pelan, “Anak jaman sekarang memang pandai menutupi segala luka di balik senyumnya.”

Legenda menyimpan tas miliknya di bawah pohon yang tak jauh dari sana, ia membuka sepatu dan juga kaos kakinya. Kemudian Legenda mulai membasuh mangkuk dan gelas kotor yang ada di bawah gerobak. Legenda tidak memperdulikan teriknya matahari yang menyengat, karena saat ini, yang Legenda pikirkan hanyalah kakeknya.

Kakek saja tidak pernah mengeluh ketika mencari uang untuk menghidupinya. Oleh sebab itu, tak sepantasnya Legenda mengeluh mengenai pekerjaan yang sedang ia jalani sekarang. Toh, pekerjanya pun tidak begitu berat. Tidak seperti kakek yang harus mengayuh sepeda menggunakan banyak tenaga.

Legenda tidak memperdulikan panasnya paparan sinar matahari yang menyengat kulitnya. Legenda hanya ingin memberi Kakek makan, dan Legenda ingin memberikan kakek obat supaya kakek cepat pulih.

Hampir dua jam Legenda mencuci mangkuk kotor disana, sehingga kulit-kulit tangannya keriput, dan kakinya kesemutan. Pelanggan pun sudah mulai sepi. Ibu penjual bakso duduk di kursi plastik yang memang sudah tersedia di sana. Setelah Legenda menyelesaikan seluruh pekerjaannya, laki-laki itu akhirnya ikut duduk untuk istirahat dan meregangkan otot-otot tangannya.

Keringat bercucuran semakin deras di pelipis Legenda, seragam yang Legenda kenakan pun basah oleh keringat di bagian punggungnya. Rambutnya pun basah kuyup seperti habis mandi. Maklum saja, ini pengalaman pertama Legenda untuk turun mencari uang.

Kehilangan Masa Kecil [TERBIT]✓Where stories live. Discover now