10 - Kelemahan

79K 5.6K 37
                                    

Lucas terburu-buru masuk ke ruangannya sebelum sang istri tiba lebih dulu, dengan keringat di keningnya, Lucas membuka pintu sedikit kasar hingga wajah lelahnya, berubah jengah ketika melihat, seorang wanita dengan bibir merah menyala, duduk di depan meja kerjanya. Wanita itu tersenyum lebar.

"Lucas! Aku membuatkan kamu kopi, ayo diminum."

Lucas mengabaikan Friska, pria itu membuka rompi anti pelurunya dan melemparnya ke dalam kamar kandi lalu duduk di kursi kebesarannya dan mencoba mengatur napasnya yang memburu karena lari dari rooftop ke ruangannya. Beruntung, istrinya belum tiba karena di perjalanan, Lucas sudah memberi perintah agar perjalanan istrinya di buat macet lebih dulu.

"Lucas, Papaku bilang, aku diizinkan untuk memperpanjang kontrak kerja di sini sampai kau mau menjadikanku wanitamu." Friska tersenyum lebar dengan penuh percaya diri, dia yakin jika Lucas tidak akan bertahan lama dengan sikap acuh tak acuhnya dan akan bergegas jatuh cinta pada dirinya.

"Novelmu bagus,"

Friska mencebik, dia pun berdiri dan melompat ke pangkuan Lucas. Dia juga memeluk leher Lucas dengan erat supaya pria itu tidak mendorongnya, belum sempat Lucas melempar Friska ke antartika, pintu ruangannya sudah lebih dulu di buka. Wajahnya yang menyeramkan, berubah pias saat melihat siapa yang datang. Shit! Istrinya sudah tiba!

Ceklek.

"Ups, sorry."

Lucas hendak membuka suara sebelum ucapan Rene, membuatnya terpukau. "Friska, bukankah kau seorang Sekretaris terpelajar? Menyelesaikan sekolah tinggi dengan nilai bagus, lantas kenapa kau menjadi seperti pelacur murahan?"

Ini baru istriku, batinnya dengan tatapan penuh cinta yang terarah ke sang istri.

Saat bibir merah merona itu hendak terbuka, Rene sudah lebih dulu menyela. "Wajahmu tak terlalu buruk, pria tampan ada jutaan di negeri ini, lalu kenapa suamiku masih kau incar? Ingin harta atau ingin kehangatan di ranjang? Oh, atau keduanya?"

Kaki jenjang itu melangkah mendekati Friska, mengangkat dagu wanita itu dengan jari telunjuknya. Dengan gerakan tak terbaca, Rene meraih gelas yang ada diatas meja kerja Lucas lalu ....

Prangg!

Gelas berisi kopi panas itu pecah setelah dibenturkan dengan sangat keras tepat ke kepala Friska. Rene menyeringai dalam hitungan detik yang langsung pudar lalu digantikan dengan raut kaget yang dibuat-buat. "Oh God! Maafkan aku Friska, aku sengaja. Membuat kepala mu agar bisa berpikir dengan benar,"

"Ingatlah, pria yang kau goda itu suamiku. Pria gagah yang selalu mencari kehangatan bersamaku diatas ranjang, aku cukup mahir dalam hal itu jadi jangan mencoba untuk menggoda suamiku. Harta? Sepertinya aku memiliki banyak, bahkan kelebihan. Ada niat untuk menggoda diriku juga?"

Tajam, benar-benar tajam dan sangat menyentil harga diri. Bahkan Friska yang kepalanya terluka karena pecahan gelas pun tak bisa memudarkan sorot benci dan malu dimatanya. Dan dengan hati senang, Lucas begitu bangga akan semua ucapan istrinya. Lucas tidak menyangka, ternyata lidah istrinya bisa setajam ini.

Seakan mati kutu, Friska hanya diam dengan sorot kebencian juga kesakitan karena darah terus menetes dari keningnya. "Awas kau!" Friska berjalan sempoyongan tapi belum sampai ke pintu, tubuhnya hampir limbung.

"KAU JATUH DI SANA KEPALAMU AKU INJAK!!"

Friska memaksakan diri untuk pergi dari ruangan Lucas dan jatuh pingsan saat tiba di ruangannya. Kembali ke Rene, wanita itu menatap tajam Lucas yang meringis. "Sayang, ini─" Lucas memejamkan mata saat Rene duduk di pangkuannya dan sengaja menekan celananya di bagian selangkangan dengan tangan wanita itu.

"Sayang," Lucas menatap sepasang mata istrinya yang memancarkan kekesalan.

"Rasakan! Nikmati kesengsaraan sendiri!"

Rene dengan sengaja sedikit mencengkram hingga dia bangun dan pergi ke kamar di ruangan Lucas, tidak lupa mengunci pintu. Lucas yang di tinggalkan, mengacak rambutnya frustrasi. Dia berdiri dan mendekati pintu sembari mengetuk beberapa kali, "Sayang. Jangan siksa aku seperti ini, buka dong, sayang."

"TIDAK! PANGKU-PANGKUAN SAJA SANA DENGAN SEKRETARIS PELACUR ITU!!"

***

"Tidak ada kelemahan!"

"Ingat! Kau bukan seperti anak seusiamu!"

"Tembak! Jangan gunakan perasaan apa pun! Anggap hatimu sudah mati!"

Ezekiel menjatuhkan pistol di tangannya, bocah kecil itu pergi meninggalkan area pelatihan menembak dengan wajah datar. Dengan kedua tangan terkepal, dia mengabaikan suara mengejek dari belakang. "Hei bocah! Apa kau sudah menyerah untuk menjadi keturunan Elguerro sejati sekarang?!"

"Shut up! Mulutmu bau bangkai tikus!" Tawa dari belakang Ezekiel langsung lenyap seketika, dia menatap jengkel bocah kecil yang sayangnya, terpilih sebagai ahli waris La Elguerro.

Ezekiel duduk di kursi ruang tengah, bocah kecil itu menyandarkan bahu dan menatap seseorang yang baru datang dengan tongkatnya. "Kapan kau mati Kakek tua?"

Yang di tanya, tertawa kecil. "Kau memang cicit kurang ajar, Ezekiel."

"Terima kasih pujiannya,"

Pria tua itu duduk di sofa tunggal, "Kenapa wajahmu?"

"Wajahku selalu tampan,"

"Selain kurang ajar, kau juga sangat percaya diri ternyata."

"Wajib," Ezekiel mengambil permen karet di sakunya, "Aku mau simulasi membunuhmu."

"Kau terlalu terang-terangan ingin membunuhku, bocah."

"Siapa yang akan mengelak?"

"Aih!"

Pria tua itu menatap serius pada cicitnya, "Apa maksudmu meminta bertemu denganku?"

"Hanya ingin membunuhmu,"

"Ezekiel La Elguerro!"

"Bisakah buang nama belakangku? Aku muak dan ingin muntah tiap kali mendengar nama itu disebut di belakang namaku!"

"Apa kau baru saja meminta untuk keluar dari daftar ahli waris?"

"Ayahku sangat kaya, tidak menjadi ahli waris pun, aku tidak akan hidup miskin."

"Kau memang selalu pandai bicara, tidak gagal aku mendidikmu."

"Dan kau yang gagal mendapat didikan,"

"Ezekiel! Ya Tuhan!"

"Kau punya Tuhan?"

Wajah pria tua itu semakin tidak terkendali, ini yang membuatnya selalu terobsesi untuk mendidik Ezekiel agar bersikap dewasa yang tidak sesuai usianya. Ezekiel sangat cocok menjadi penerus Lucas, bedanya, Ezekiel tidak pernah memberontak seperti Lucas. Pria tua itu yakin, dia akan berhasil membesarkan Ezekiel dengan pendidikan kerasnya.

"Kembali ke medan pelatihan, Ezekiel. Di usiamu yang ke tujuh tahun nanti, kau akan aku berikan tugas pertama. Yaitu memenangkan tender di dunia bawah,"

"Kau memang pria idiot!"

Ezekiel pergi meninggalkan si pria tua, bukan untuk kembali ke medan pelatihan, tapi pergi ke kediamannya. Si pria tua ternyata salah menafsirkan, Ezekiel sama persis seperti Ayahnya. Dia juga hobi memberontak, di suruh kembali ke pelatihan, dia malah pulang.

Dan di dalam mobil, Ezekiel menatap ke luar kaca jendela. "Jika kau memiliki kelemahan, bukan hanya kehancuran yang kau dapatkan tapi kematian tragis untuk siapa target kelemahanmu."

"Mah, aku tidak ingin kau menerima kematian tragis. Tunggu aku dewasa, Mah. Aku yang akan menjagamu dengan mempertaruhkan nyawaku, aku tidak peduli pada kebahagiaanku tapi kebahagiaanmu adalah yang utama. Maafkan aku,"

Di kursi pengemudi, Franklin Roosevelt menatap kasihan pada Tuan mudanya. Dia hanya ingin kehidupan normal anak seusianya tapi Kakek buyutnya yang bau tanah itu, tidak akan membiarkan Ezekiel mendapat apa yang dia inginkan.

***

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Where stories live. Discover now