Bab 9

14.9K 1.6K 111
                                    

Hai!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai!

Apa kabar? Semoga masih setia menunggu Pra-Arum. 

Minta ombaknya yang banyak boleh? 🌊🌊🌊🌊

Terima kasih dukungannya yaaaa. Insyaallah semoga bisa menyelesaikan cerita ini! 

LEGSOOO!!

***

Arum pulang malam harinya, setelah lelaki itu mengatakan hal yang sangat menyakitinya. Arum tak paham apa salahnya hingga Pra bisa mengucapkan kata-kata yang kasar padanya. Demi tuhan dia tak berniat seperti yang dituduhkan Pra padanya. Bisma saat itu satu-satunya orang yang seperti satu frekuensi dengannya, mungkin karena mereka sama-sama bergelut di dunia buku.

Kalau Pra juga bisa di ajak untuk diskusi tentang buku, maka Arum juga akan senang hati ngobrol dengan lelaki itu. Tapi Pra itu lebih sering mengajaknya berdebat!

Bu Ernie sempat kebingungan mendapati Arum izin untuk pulang duluan. Padahal mereka masih mengadakan barbeque bersama.

"Kok pulang duluan? Katanya bisa sampai besok?"

Arum merasa sangat bersalah. Barbeque ini diadakan dadakan karena Arum menginap di sini, namun dia terpaksa harus pulang sekarang. Arum tak tahan berlama-lama melihat wajah Pra yang sangat ingin ia tonjok. Kalau saja tak banyak orang di sini, dia masih ingin menampar pipi Pra lagi.

Arum tersenyum kecut. "Iya tan. Soalnya mendadak editor aku minta ketemu."

Bu Erni tampak muram. Tangannya menggenggam jemari Arum. "Gak bisa besok aja pas hari kerja? Atau nanti nginep lagi gitu habis ketemuan?"

"Gak bisa tan. Lumayan sampai malam sih, gak enak kalau ganggu acara di sini."

Jari-jari Bu Ernie lantas mengelus pundak Arum dengan lembut. "Yaudah deh. Gak apa-apa, yang penting tadi kamu udah ketemu keluarga besar Pra."

Arum meneguk ludahnya kesusahan. Memang benar, seharian ini dia dikenalkan oleh banyak saudara besar Pra, baik dari pihak Mama atau Papanya.

Keluarga Mama Pra lebih tenang dan sederhana. Sangat sederhana. Berbeda jauh dengan keluarga dari Papa Pra yang Arum sendiri sampai bingung menjelaskannya bagaimana. Mungkin karena Papa Pra adalah salah satu keturunan pengusaha yang cukup sukses di Surabaya. Arum seperti melihat secara nyata kehidupan ibu-ibu sosialita dari tante-tante Pra.

Belum lagi waktu Arum ditanya tentang shio dan feng shuinya. Arum bingung, sangat bingung. Biasanya kalau di keluarganya membahas weton, tapi di sini beda lagi. Walau yah, beberapa tante-tantenya pasti menanyakan pekerjaannya yang terkesan pengangguran itu. Bagi mereka menjadi penulis bukan sebuah jenjang karir menjanjikan.

(un) Match CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang