Bab 25

14.3K 1.4K 128
                                    

Halo! Apa kabar?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo! Apa kabar?

Spoiler dikit, 'angst'-nya dimulai.

Sebelum baca boleh minta ombanya yang banyaakkk 🌊🌊🌊

Happy Reading!!!

***

Arum Kemuning terbiasa selalu berbagi dengan saudara Aruna Kinasih. Sebagai saudara kembar mereka sebisa mungkin mendapat sesuatu yang sama ratanya. Jika Aruna dibelikan buku, maka Arum juga akan sama. Jika Arum dibelikan sepeda maka Aruna juga sama.

Setidaknya itu yang Arum pahami sebelum masuk bangku SMP. Keluarga mereka tinggal di kabupaten Bogor sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta saat Arum kuliah. Aruna adalah salah satu siswa terpintar di sekolahnya, sehingga sejak SMP Aruna bersekolah di sekolah favorit di Jakarta. Aruna selalu mendapat perhatian dan pujian lebih apalagi saat Aruna menang lomba olimpiade. Hingga Aruna berhasil masuk jurusan kedokteran di perguruan tinggi negeri terbaik, Aruna membuat kedua orang tuanya sangat bangga.

Tidak sepertinya.

Arum sudah berusaha, sebisa yang ia mampu. Arum belajar hingga tengah malam namun kepalanya seperti menolak. Ia mudah pusing dan mual. Pernah suatu ketika ia sangat memaksakan hingga hidungnya berdarah dan harus dibawa ke rumah sakit. Kedua orang tuanya memandangnya dengan wajah kasihan. Ya, kasihan.

"Gak usah dipaksain lah Rum. Kalau gak kuat, ya belajar yang biasa-biasa aja. Ibu kan juga gak maksa kamu. Jangan dipaksain kayak Aruna, kalau kamu gak bisa yaudah."

Arum meringis. Bukan, bukan nada seperti itu yang Arum ingin dengar dari ibunya. Bukan tatapan pasrah dan menganggapnya biasa saja yang ia harapkan. Ia tahu, ia sangat paham bahwa dirinya tak akan bisa disandingkan dengan Aruna.

"Maaf ya bu," keluhnya.

Ibunya menatapnya dengan sendu, meskipun tangannya masih memijat lutut Arum pelan. "Ibu bingung ini, bayar kuliah Aruna gimana. Padahal udah ibu siapin tapi ada kejadian gak terduga, kamu masuk rumah sakit."

Sekarang ia menyusahkan orang tuanya.

"Mas Yasa juga masih kesusahan cari kerja," keluhnya sekali lagi.

Arum sangat merasa bersalah. Tak seharusnya ia seperti ini. Benar kata ibunya, ia harusnya berusaha untuk menjadi biasa-biasa saja.

"Arum ada uang bu, dari nulis. Bisa bantu buat bayar kuliah Aruna, bu," katanya pelan.

"Memang bisa dapat duit ya Rum?"

Arum menatap wajah ibunya sumringah. Ia selalu ingin mencoba membanggakan satu hal yang paling ia bisa di depan ibunya. "Bisa bu. Tapi memang gak banyak, tapi lumayan bu. Arum dapat banyak uang jajan dari sini."

(un) Match CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang