Bab 23

14.7K 1.5K 129
                                    

Sudah siap dengan rencana-rencana jail Pra?

Oke sebelum baca, kita cek ombak dulu 🌊🌊🌊

Happy Reading!!!

*** 

"Gue... gue udah biasa ditinggal sama orang Pra bahkan sebelum kita memulai hubungan. Itu yang membuat gue paham kalau gue cewek yang gak menarik. Kalau kata anak sekarang semacam HTS gitu deh. Saking seringnya–mungkin selama hidup gue juga, gue udah terbiasa sama hal itu. Jadi ciuman, pelukan, atau apapun yang tadi kita lakukan... gue tahu itu biasa aja bagi lo."

Pra tersenyum kecut. Harga dirinya teriris mendengar ucapan wanita itu. Berhasil, Arum sangat berhasil membalasnya kali ini. Hatinya terasa sakit bertalu-talu, seolah telah disiram oleh air dingin. Ngilu, menusuk hingga ke tulangnya.

Pra baru saja menyadari perasaannya sendiri. Setelah berminggu-minggu ia diabaikan oleh wanita itu, setelah berminggu-minggu ia mengejar wanita itu, setelah bibir mereka saling bertaut, Pra sadar bahwa ia menginginkan wanita itu.

Namun apa balasan wanita itu padanya? Biasa saja? Arum menganggap ciuman mereka biasa saja?

Pra mendorong Arum setelah ia menarik tangannya dari bawah kepala Arum–setelah menyangga dan memeluk perempuan itu. Bodoh! Tak seharusnya ia mengikuti usulan konyol perempuan itu. "Alasan konyol," ucapnya menyindir Arum.

Arum tak menyangka dengan apa yang ia ucapkan bisa menyakiti pria itu. Karena menurutnya, ia hanya mencegah sesuatu akan menyakiti hatinya lagi. Ia tak mau, ia terlalu takut. Apalagi orang seperti Pra.

"Menurut lo mungkin konyol. Tapi gue hanya melindungi hati gue sendiri Pra."

Cengiran Pra seperti senjata yang mengiris hati Arum perlahan. "Lo cuma pecundang yang takut sakit hati. Gimana lo bisa dapat pasangan kalau lo takut sakit hati?"

"Lo tau apa soal sakit hati Pra?" tanya Arum masih sabar meskipun hatinya mulai berdarah.

"Gak ada jatuh cinta tanpa sakit hati Arum," kata Pra lantas memandang mata Arum dengan kilatan amarah. "Peraturannya akan selalu sama. Jangan jatuh cinta kalau lo gak mau sakit hati."

Arum tersenyum pahit. Memandang rupa Pra yang sangat tampan membuat sakitnya kian menderu. "Gue menyesal pernah menganggap lo berbeda. Lo sama aja."

"Lo cuma pecundang yang takut mengakui perasaannya sendiri," sindir Pra seperti belati yang tepat mengenai jantung Arum. "Lo bilang kalau lo biasa aja. Ciuman gue biasa aja, pelukan gue biasa aja, tapi..." Perut Arum mencelus begitu Pra kembali mendorong wajahnya tepat di depan wajah Arum. Hembusan nafasnya terasa panas membuat pipi Arum merona. Lalu Pra tersenyum melihat perubahan warna pipi Arum dan berkata, "reaksi tubuh lo gak bisa bohong."

Jantung Arum kembali berdebar-debar. Ia kesulitan menarik nafas yang berubah menjadi patah-patah. "I hate you," kata Arum penuh penekanan.

"Pergi."

Satu kata. Satu kata yang Pra ucapkan seperti menampar pipi Arum tanpa sengaja.

Pra berbalik memunggungi Arum yang masih mematung di posisinya. Ketika Pra kini mengabaikannya, Arum sejenak menyadari bahwa hatinya sangat sakit dengan reaksi Pra yang terlihat kecewa karenanya. Dalam hati ia menyalahkan dirinya sendiri, lagi-lagi ia mendorong orang lain sebelum menyentuh hatinya.

Penyesalan itu datang lagi. Bukan, Arum bukan membenci pria itu, sejujurnya ia sangat membenci dirinya sendiri sekarang.

"Pergi dari kamar gue, Arum."

(un) Match CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang