Bab 32

13.7K 1.4K 105
                                    

Halo! Apa kabar?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Halo! Apa kabar?

Kangen gak sama Pra-Arum?

Cek ombak dulu doongg yang kangeennn 🌊🌊🌊

Happy Reading!!

***

Arum tak melihat pria itu sejak ia mengabaikan Pra dan malah tertidur. Semalam ia bermimpi sangat aneh. Ia bermimpi Pra mengatakan sesuatu–ia lupa kata-katanya seperti apa yang jelas setelah itu Pra mencium pelipisnya. Ketika Arum bangun, jantungnya langsung berdegup sangat kencang. Pipinya terasa panas mengingat mimpi yang terasa sangat nyata itu.

"Udah gila kali gue ngimpiin dia cium gue," katanya bermonolog. Mungkin setelah ini dia harus banyak beristirahat untuk mencegah mimpi itu datang lagi. Saking terasa sangat nyata, ruang kosong di hatinya menjadi sangat besar. Membuat Arum merasa kesulitan sendiri untuk bernafas karena sakit.

Setelah ini ia tak dapat banyak bergerak. Kaki yang telah dioperasi menyuruhnya untuk terus beristirahat. Ya, itu solusi terbaik saat ini.

"Masih sakit gak nduk?" Tanya sang Ibu setelah setengah jam Arum menjalani operasi.

Arum menggeleng. "Nggak kok bu. Aman," balasnya santai.

Ibu Arum mendekat lantas menyentuh lengan Arum sambil dipijatnya pelan. "Kamu itu lo bilangnya kok gak apa-apa terus. Ini pasti udah dari lama to sakitnya? Tapi gak mau bilang."

Arum meringis kecil. Dia tak tahu kalau efeknya akan separah ini. "Ya Arum kira bakal kayak biasa aja bu. Soalnya dulu-dulu juga Arum kasih obat nyeri jadi sembuh."

Hadi bergerak mendekat. "Dulu-dulu? Jadi ndak sekali to sakitmu ini?"

Arum tergagap. Mampus. Dia berniat untuk menenangkan kedua orang tuanya malah dia sendiri yang membuka kartu. "Y..ya dulu banget kok," ucapnya bohong. Arum menyentuh tangan ibunya. "Udah gak apa-apa. Udah dioperasi lo ini, tenang aja." Arum mencoba menghalau rasa khawatir dari raut kedua orang tuanya. Umur 27 tahun tapi masih sering bikin orang tua khawatir, huh dasar! batinnya.

Diana mencebik kesal. Tangannya dengan sengaja memukul pelan lengan Arum–khas ibu-ibu kalau kesal. "Mesti kok! Untung lo ada nak Pra, coba kalau ndak. Nanti kamu pulang gimana?"

Arum agak menjauhkan badannya sedikit. Ia menatap bapaknya meminta pertolongan. "Bapak... ibu nih, kdrt. Masa aku habis operasi dimarahin sambil dipukulin?" Ucapnya manja.

Hadi terkekeh. "Ya kamu sendiri juga gak bilang kalau sakit. Bener kata ibumu. Untung ada Pra."

Arum menghela nafas pendek. Pra lagi. Ya, Arum tahu, ia seharusnya memang berterima kasih ke lelaki itu. Mengantarkannya ke rumah sakit, memaksa rumah sakit untuk menjadwalkan operasinya sedini mungkin, dan memesankannya ruang VIP—oh ingatkan Arum bagaimana membayarnya nanti.

(un) Match CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang