26. I will still wait for you my wife

17.8K 1.1K 76
                                    

Haiii Gabriel datang untuk menemani kalian sahurrr

25/03/2024

Sejak tadi siang, Bryan terus mengikuti Gabriel. Dia terus memaksa agar Gabriel mengizinkan calon istrinya untuk merawat Noah. Bahkan Bryan membatalkan meeting yang harus dihadiri, dan masih terus membujuk Gabriel. Tapi hingga jam pulang kerja berakhir Gabriel tetap pada pendiriannya.

"Brian bukan maksudku untuk tidak mau membantumu, saja aku tidak ingin putraku lebih dulu mengenal wanita lain daripada ibunya sendiri. Aku takut nantinya Noah akan menganggap istrimu sebagai ibunya, dan itu akan menimbulkan sesuatu yang sangat rumit antara Noah dan ibu kandungnya." Jelas Gabriel, alasannya tidak ingin menggunakan pengasuh. Agar Noah tidak mengenal wanita asing, karena dia takut putranya akan nyaman pada wanita lain. Dan memberikan risiko yang cukup rumit untuk hubungan anaknya dengan sang ibu nanti, saat mereka bertemu.

"Aku akan memberikan pengertian pada Noah jika istriku bukanlah ibunya, kita hanya perlu memberitahu semuanya sejak awal. Agar Noah tidak terlalu menyayangi istriku dan lebih menyayangi ibunya." Kekeh Bryan, dia sudah tidak memiliki cara lain untuk mendapatkan wanita yang diinginkan. Karena dengan dia memberikan Noah, sebagai teman untuk menghilangkan kebosanannya. Pasti wanita itu akan menerimanya dengan berpikir, jika sangat membantu Bryan dalam menjaga Noah.

"Tidak semudah yang kau bayangkan, bagaimana jika istrimu nanti lebih menyayangi Noah. Dan Dia tidak rela jika Bella yang akan mendapatkan lebih banyak kasih sayang dari putra kami?" Ujar Gabriel.

"Itu tidak akan pernah terjadi!" Bryan berkata dengan yakin.

"Seorang wanita yang sudah merawat anak sejak balita, pasti akan memiliki ikatan yang sangat besar. Dan jika seorang wanita sudah menyayangi seorang anak, meskipun bukan darah dagingnya. Mereka akan melakukan apapun untuk tetap mendapatkan anak itu, bahkan mereka akan merasa cemburu jika kasih sayang yang anak itu miliki lebih besar untuk orang tuanya sendiri. Jadi tolong jangan membuatku merasa bersalah pada semua orang, jika nantinya memberikan izin. Aku tidak mau semua semakin rumit."

Kedua laki-laki dewasa itu diam, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Keputusan yang diberikan Gabriel sudah final. Bryan yakin tidak akan bisa memaksa Gabriel lagi.

Sejak penolakan tegas yang diberikan oleh Gabriel, Bryan tidak lagi menampakkan batang hidungnya. Laki-laki itu tengah mencari cara lain agar wanita itu mau menerima lamarannya.

"Ayah, ayo! Owah au beltemu glemmaa!" Teriak bocah yang sudah siap dengan baju rapihnya.

Gabriel tersenyum mendengar teriakan-teriakan sang putra yang sudah tidak sabar. Memang selama satu minggu ini Gabriel tidak membawa Noah untuk bertemu dengan sang ibu. Pasti putranya sudah sangat merindukan sang nenek. Mengingat mereka sebelumnya tinggal bersama. Dan secara tiba-tiba Gabriel memutuskan untuk tinggal berdua dengan Noah di kediamannya sendiri. Tempat di mana Dia memiliki banyak sekali kenangan bersama sang istri.

"Tunggu sebentar, ayah akan mengambil perlengkapan mu dulu. Tetap di sini dan jangan beranjak satu langkah pun, mengerti?" Noah hanya mengganggu, meskipun Gabriel yakin putranya tidak terlalu mengerti apa yang dia katakan.

Dengan cepat Gabriel pergi ke kamar khusus untuk penyimpanan barang Noah. Dia mengambil beberapa Pampers, baju ganti yang pastinya tidak sedikit, karena dia yakin sang putra akan mengotori bajunya dalam beberapa menit saat bersama dengan kakek dan neneknya. Tidak lupa Gabriel juga membawa botol susu dan tisu basah juga tisu kering untuk putranya. Setelah mengambil semua perlengkapan milik Noah, Gabriel segera menghampiri putranya yang duduk manis di atas karpet. Noah tampak lucu saat menunggunya sambil duduk bersila.

"Let's go, Boy! Kita temui grandpa dan grandma sekarang." Gabriel langsung menggenggam putranya.

Dalam perjalanan menuju kediaman kedua orang tuanya, Gabriel tidak berhenti berbicara dengan Noah. Meskipun terkadang dirinya tidak mengerti dengan bahasa bayi yang dikeluarkan oleh sang putra, Gabriel tetap mengangguk seolah dirinya paham. Sejak Noah bisa duduk sendiri, Gabriel selalu membacakan buku-buku cerita untuk sang putra. Bahkan setiap dalam perjalanan Gabriel selalu membawa beberapa buku.

Meskipun sibuk dengan pekerjaannya, Gabriel tidak pernah menomorduakan sang putra. Dia juga tidak pernah melewatkan tumbuh kembang Noah. Beruntungnya Gabriel memiliki David sebagai dokter psikologi. Di mana sahabat baiknya itu mau memberikan masukan untuk mengurus Noah. Tak jarang Gabriel menghubungi David untuk menanyakan beberapa hal tentang peran penting orang tua, di setiap pertumbuhan anaknya.

"Ayah, ephant!" Noah menunjuk gambar hewan berbadan besar dengan hidung panjang, yang ada pada buku.

"Wah, anak ayah sangat hebat, sudah tahu gajah." Puji Gabriel, Dia memberikan satu kecupan di pipi kanan Noah. Membuat bocah gembul itu tersenyum senang.

"Manci u-u'u a-a'a," Noah menunjuk gambar monyet dan menirukan suaranya. Membuat Gabriel terkejut, karena selama ini dia tidak pernah memberikan contoh suara monyet pada sang putra.

"Hei, siapa yang mengajari mu suara monyet, boy?" Tanya Gabriel lembut, seraya mengelus pelan puncak kepala putranya.

"Ucel Byan," jawab Noah dengan polos.

Gabriel membuang nafasnya pelan, bisa-bisanya Bryan mengajari putranya suara monyet. Awas saja, jika bertemu nanti, Gabriel akan memberikan pelajaran pada Bryan.

"Untung saja aku dengan tegas menolak permintaan laki-laki bodoh itu, bisa-bisanya dia mengajari putraku suara monyet!" Batin Gabriel tak suka. Iya sangat membenci hewan itu, karena dulu saat masih kecil, dirinya dikejar monyet ketika sedang pergi ke kebun binatang. Dan berakhir dirinya terjatuh dan wajah tampannya mendarat di atas kotoran hewan. Itulah mengapa Gabriel sangat membenci monyet.

***

"Apa kau yakin Bella akan kembali?"

Gabriel menoleh, menatap ayahnya yang kini berdiri di belakangnya. Tanpa menjawab Gabriel kembali menghadap keluar jendela, menatap langit malam yang tampak polos tanpa taburan bintang.

"Aku tidak yakin bela mau kembali padaku dengan mudah, tapi aku sangat yakin jika dia pasti akan kembali padaku." Jawabnya penuh keyakinan, berbeda dengan hatinya yang sangat ragu. Lagu jika istrinya akan kembali, dan memilih untuk tetap mengakhiri hubungan mereka.

"Jika suatu saat nanti kalian kembali bertemu, dan Bella menolak untuk kembali padamu. Tolong jangan memaksanya, dia berhak memilih kehidupannya sendiri." Pinta sang ayah.

Mendengar hal itu, membuat Gabriel menggelengkan kepalanya pelan. Dia tidak bisa membayangkan, bagaimana nantinya jika Bella menolak untuk kembali. Dia tidak sanggup untuk melepaskan Bella.

"Ayah tahu kau sangat mencintai istrimu, tapi cinta Tidak harus memiliki. Ada begitu banyak pengorbanan yang harus direlakan, untuk seseorang yang dicintai, salah satunya melepaskan seseorang yang kita cintai untuk mendapatkan kehidupan yang di inginkan. Salah satunya melepaskan." Nasehat John.

"I will still wait for her, after all Bella is still my wife!" Gumam Gabriel, suaranya terdengar begitu pelan.

"Ayah tahu, kau akan tetap mencari keberadaan Bella dan menunggu istrimu kembali. Tapi ayah ingin kau berjanji untuk tidak memaksa Bella, agar dia tidak takut dan kembali bersembunyi." Pinta John.

"Aku tidak tahu, rasanya sangat sulit untuk melepaskannya ayah! Duniaku ada padanya." Setetes air mata Gabriel membasahi pipinya.

John menepuk pelan punggung putra sulungnya, ia tahu betul bagaimana Gabriel yang sangat mencintai Bella. Tapi putranya terlalu takut untuk mengakuinya. Selama ini Gabriel hanya bisa menghukum dirinya sendirilah setelah melakukan sesuatu yang menyakitkan pada sang istri.

"I will still wait for you, my wife, even for the next few years." Gumam Gabriel





Sebenernya aku mau double up kemaren, tapi karena ada yang gak setuju di vote Ig, jadi aku up sekarang.

Jangan lupa vote dan komen yaah






because of my stupidityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang