05. Touch

4.1K 330 2
                                    

Touch

.

Lissa tak berani memberikan jawaban atas pertanyaan Eirlys, karena ia pun tahu bagaimana akhirnya nanti. Tak ada yang bisa ia lakukan, selain memeluk tubuh kurus itu. Eirlys amat ketakutan dan Lissa juga merasakannya. Ketidaksengajaan menyentuh tangan pangeran Korvin tak pernah terbayangkan oleh  Lissa, mengingat pangeran selalu mengenakan kaus tangan berbahan kulit. 

"Maafkan bibi, Eirlys!" ucap lirih Lissa. 

Eirlys makin tak bisa berpikir jernih. Saking lamanya ia menangis, perlahan tubuhnya terkulai lemah tanpa bergerak dalam pelukan Lissa.

Jantung Lissa hampir lepas kala tak mendengar kesedihan Eirlys  lagi, serta juga tak merasakan gerakkan dari tubuh mungil gadis berparas rupawan tersebut. 

"Eirlys!" panggil Lissa khawatir. Sekuat tenaga ia menahan bendungan air mata, otaknya berkata bahwa Eirlys telah tiada.

"Eirlys bangun!" Lissa menepuk punggung Eirlys pelan, namun tak mendapat respon yang diharapkan.

"Eirlys maafkan bibi!" Lissa menitikan air mata yang sejak awal tertahan. Rasa bersalah perlahan menggerogoti raganya saat ini. 

Lissa mencoba memastikan, berharap Eirlys masih bernyawa. Didekatinya salah satu jari ke depan lobang hidup Eirlys, mencoba merasakan hembusan napas di sana. Lissa tertegun untuk sesaat, terasa udara mengenai jarinya. 

"Eirlys, kau masih hidup?"

Lissa segera menghapus air matanya, perlahan membaringkan Eirlys di lantai lalu beranjak menemui penjaga untuk membawa Eirlys ke kamar. Di waktu bersamaan, seorang pria dengan kaos tangan berbahan kulit datang dan berdiri memandangi sosok Eirlys yang pingsan dari pintu. Tak ada niatan Aldric untuk mendekat, ia terlalu takut jika faktanya perempuan itu telah tiada.

Ketika telinganya menangkap suara keributan langkah-langkah kaki, Aldric perahan pergi dari tempatnya berdiri. Kembali mendekam di ruang pribadinya, perpustakaan.

Tepat setelah Aldric masuk, Lissa datang dengan seorang kepercayaan pangeran, kebetulan orang yang pertama ditemuinya adalah Edwin. Tergopoh-gopoh ia berlari ke arah Eirlys.

"Tolong bawa Eirlys ke kamarnya, Edwin!" ucap Lissa terburu-buru. Edwin segera membawa Eirlys ke kamarnya dengan cepat. Sedangkan Lissa mengikuti dari belakang. 

"Terima kasih Edwin," ujar Lissa. 

"Tak masalah. Apa Eirlys sakit?" tanya Edwin seraya berjalan mundur agar Lissa dapat memeriksa tubuh lemah Eirlys. 

Wanita tua itu menggeleng, "Dia pingsan. Dan Eirlys baru saja tanpa sengaja menyentuh tangan pangeran," jelasnya sedih.

Edwin yang mendengar berita tersebut tampak terkejut. Setelah sekian lama, kejadian semacam ini terulang kembali. Tak hanya mengkhawatirkan Eirlys, ia juga mengkhawatirkan pangeran Korvin yang pastinya merasa amat bersalah.

"Kenapa hal ini bisa terjadi Lissa? Apa kau sudah memperingati Eirlys untuk lebih hati-hati?" todong Edwin. Selama ini pangeran Korvin selalu waspada ketika bersama orang lain dan menjaga jarak aman.

"Aku meminta Eirlys untuk membersihkan perpustakaan ketika pangeran pergi keluar bersamamu. Aku dengar kalian akan kembali pada malam hari, jadi aku meminta Eirlys untuk membersihkannya," jelas Lissa seraya menggenggam salah satu tangan Eirlys.

Edwin sedikit membenarkan alasan Lissa. Ia dan pangeran Korvin memiliki agenda berkunjung ke Aldness untuk memantau pekerjaan para pengrajin keramik serta melihat bagaimana perkembangan pengrajin lainnya. Rencana mereka pemantauan tersebut akan dilakukan hingga malam hari, namun, kehadiran pihak istana Oleander membuat keduanya mundur dan pulang lebih cepat agar tidak diketahui keberadaan mereka. Para pengrajin yang mereka percayai pun segera menutup rapat beberapa gudang kecil berbentuk gubuk tak layak pakai, hingga tak ada kecurigaan.

Cursed PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang