20. Ungainly

3.4K 264 21
                                    

20 Ungainly

.

Sebuah bunyi kecil dari benda terjatuh mengusik tidur nyenyak Eirlys. Perempuan itu perlahan membuka kelopak matanya dan menggeliat. Dengan gerakan pelan ia berbalik ke kiri, melihat sosok pria tengah mengelap suatu benda tajam berukuran kecil, sebuah belati yang sempat terjatuh. Sosok Pangeran Korvin kala itu duduk di sebuah kursi kayu yang berhadapan dengan meja rias.

"Akhirnya kau bangun. Di luar masih gelap, sebaiknya kita segera mandi," ucap Pangeran Korvin tanpa sedikit pun menoleh padanya.

Kita?

Pangeran Korvin menoleh karena tak mendapat respon. Wajah bingung Eirlys terpampang jelas tertuju padanya.

"Aku buta, Adikku."

Pupil Eirlys membesar mendengar sebutan tersebut padanya. Ia baru ingat tentang sandiwara mereka. Eirlys bangkit dan mengumpulkan nyawa, kemudian turun dari ranjang. Belum sampai kakinya menyentuh lantai, pipinya tiba-tiba memanas, mengingat bahwa tadi malam Pangeran Korvin lah yang menaruhnya di atas kasur.

"Kau kenapa?" Ekspresi Pangeran Korvin seperti biasa, seolah tak ada suatu hal yang salah mengenai kejadian tadi malam.

"Tidak apa-apa, Yang Mulia. Maafkan hamba." 

Eirlys menunduk malu. Tak kuasa melihat wajah tampan tersebut. Tentu panggilan 'Adikku' oleh Pangeran Korvin merupakan sebuah sindiran. Tak mungkin Pangeran Korvin keluar dari kamar dan berjalan sendirian dengan mata tertutup.

"Cepatlah bersiap-siap! Kita harus sudah tiba di perbatasan sebelum matahari terbit."

"Baik, Yang Mulia."

Kaki Eirlys menyentuh lantai. Dengan sedikit kegugupan yang masih menguasainya, perempuan itu mengambil pakaian ganti, sementara Pangeran Korvin kini memunggunginya dan terfokus pada belati kecil di tangan.

"Hamba sudah siap, Yang Mulia," ujar Eirlys seraya menunduk. Di tangannya terdapat baju yang terlipat rapi miliknya.

Pangeran Korvin menaruh benda itu di balik sepatu, kemudian mengambil pakaian miliknya yang tampak telah siap di atas meja rias. Meletakan benda itu di atas tumpukan baju yang Eirlys bawa.

Eirlys mengulum bibir. Menunggu pria yang merupakan keturunan langsung dari Raja Oleander X itu kembali memasang sebuah kain hitam melilit di kepalanya untuk menutupi mata.

"Ayo!" ucap Pangeran seraya beranjak dari kursi serta mengulurkan tangan.

Tubuh Eirlys merinding ketika ujung jarinya menyentuh tangan Pangeran Korvin. Sebuah sensasi aneh melintas dalam dirinya, seperti kilatan listrik yang meloncat-loncat di antara mereka. Meskipun mata Pangeran Korvin tertutup oleh kain hitam yang melilit kepala, Eirlys bisa merasakan tatapan intens yang terpancar dari balik penutup itu.

Mereka berjalan bersama ke tempat pemandian di penginapan, langkah Pangeran Korvin tetap mantap meskipun diiringi oleh panduan lembut Eirlys. Di koridor yang tenang, suara langkah mereka terdengar samar-samar, sesekali terputus oleh bisikan angin yang masuk melalui celah-celah jendela.

Ketika sampai di tempat pemandian, suasana tenang terasa lebih tegang. Helen, penjaga penginapan yang ramah, sudah menyiapkan air hangat untuk mereka. Pangeran Korvin berhenti di ambang pintu, menunggu dengan sabar sementara Eirlys merasakan kehadiran pangeran yang begitu dekat namun begitu jauh.

"Maaf membuatmu kerepotan," ucap Eirlys pada Helen. Hari masih terasa dingin oleh sisa hujan, pasti Helen bangun sangat awal untuk menyiapkan air hangat.

Perempuan itu terkekeh kecil. "Aku sudah biasa bangun pagi. Menyiapkan bahan makanan dan membersihkan penginapan tentu dilakukan pada saat sepi pengunjung bukan? Lagi pula beberapa pelanggan lain juga meminta air hangat untuk mandi," jelas Helen.

Cursed PrinceWhere stories live. Discover now