08. Wish

3.8K 290 8
                                    

08. Wish

.

Eirlys duduk termenung, menatap kesunyian malam dari balik jendela yang berada tepat di depan kasur. Suara-suara hewan pada malam hari terdengar oleh telinganya. Nuansa gelap di luar tak sedikitpun membuatnya takut meski hari menjelang larut. Matanya tertuju pada banteng tinggi yang mengelilingi rumah besar yang kini ia tempati, menjadikan hutan dengan pohon-pohon lebat hanya terlihat daun-daunnya saja. 

Gadis itu tak bisa tidur, pikirannya tak jernih usai Pangeran Korvin menyentuh tangannya untuk yang kedua kali. Eirlys mengakui kecerobohannya dalam membuat keputusan, akan tetapi ada hal yang sangat ingin ia lalukan, yaitu mencari keberadaan orang yang telah membuangnya dulu. Eirlys ingin menuntut sebuah jawaban, apa yang membuat dirinya dibuang disaat usianya sangat membutuhkan banyak perhatian serta kasih sayang.

Menarik napas dalam-dalam, Eirlys berpaling dari jendela. Tatapan matanya tertuju pada sebuah jam pasir di atas nakas, semua pasir telah berpindah ke tempat yang paling rendah, artinya sudah satu jam Eirlys melamun di dekat jendela. Pantas hawa dingin makin menusuk, segera ia menutup, kemudian mengunci jendela. Eirlys menaiki kasur, menarik selimut dan mencoba tertidur, akan tetapi sulit. 

Hingga suara ayam yang dirawat oleh Lissa berkokok. Apakah sebuah pertanda bahwa hari telah berganti? Eirlys bangkit dari posisinya, berjalan cepat, lalu kembali membuka jendela. Akan tetapi, hari tetap gelap. Belum ada tanda-tanda matahari akan terbit.

Eirlys mengambil kursi yang ada di depan meja rias, membawanya ke dekat jendala untuk duduk memerhatikan kondisi hari itu. Kedua tangannya melipat pada kusen jendela bagian bawah. Menatap kosong ke halaman yang dihiasi berbagai jenis tanaman indah. Malam itu, secara perlahan kantuk menyerang Eirlys dengan alami. 

Tiba matahari menyongsong pagi. Sinarnya mampu membangunkan Eilys dari tidurnya. Setengah sadar ia melihat ke luar jendela, halaman masih sepi meski hari cukup terang. Perlahan bibirnya tersenyum, sebuah kelegaan menjalar ke dalam jiwa. Eirlys segera beranjak dari kursi, akan tetapi ia mendesis setelahnya. Posisi tidur yang salah menyebabkan leher serta pinggangnya jadi kaku dan pegal. Meski demikian, hal tersebut tak mengurangi kesenangan dari wajahnya.

Eirlys bersiap-siap mandi, mengambil pakaian serta kain untuk berbilas. Usai mengahabiskan sedikit waktu di dalam kamar mandi, Eirlys sudah siap keluar dengan gaun yang ia bawa. Namun, alangkah terkejutnya ia ketika membuka pintu, di depannya berdiri seorang pria dengan manik berwarna merah. 

"Kau masih hidup." 

Kalimat itulah yang diucapkan sang Pangeran padanya. Eirlys menunduk sebagai penghormatan, sadar Pangeran Korvin menatap dalam padanya. 

"Iya Yang Mulia."

"Ikuti aku!"

Pangeran Korvin berbalik pergi, tangan kirinya menggenggam tangan lainnya di belakang tubuh. Bahu pria itu tampak lebar dan gagah. Eirlys tak memungkiri bahwa Pangeran Korvin memiliki fisik yang sempurna sebagai pria dewasa.

Pintu perpustakaan dibuka oleh Pangeran Korvin, tak menutup kembali karena membiarkan Eirlys masuk dan melakukan hal tersebut. Pangeran Korvin menempati sebuah kursi kayu yang ada di meja baca. Kedua tangannya diletakkan di atas meja dengan saling bertaut. Sorot mata merahnya yang bersinar menatap penuh intimidasi pada perempuan yang tampak segar karena baru saja selesai mandi.

"Apa yang kau inginkan?" Pangeran bertanya dengan nada datar. Ia mengamati ekspresi perempuan yang usianya diperkirakan masih dibawah dua puluh tahun. Pasti terdapat sebuah keinginan besar, hingga Eirlys rela menyentuh dirinya yang terkutuk.

Eirlys menahan ketegangan di dadanya sebelum menjawab, "Saya mencari orang tua saya. Mereka meninggalkan saya di panti asuhan saat saya masih kecil dan menyertakan sebuah kalung permata hijau. Mungkin kalung ini bisa menjadi petunjuk untuk menemukan siapa sebenarnya orang tua hamba, Yang Mulia." 

Sebuah kalimat yang sempat Lissa sampaikan masih tersimpan di kepala Eirlys. Entah mengapa Lauren tak sedikit pun menyinggung perihal kalung padanya.

Pangeran Korvin meresapi kata-kata tersebut dengan serius. "Mencari orang yang telah hilang adalah tugas yang sulit. Namun, jika kau menginginkan bantuanku, aku akan berusaha membantumu sebaik yang aku bisa."

Eirlys tersenyum berterima kasih, senang akan respon sang Pangeran. "Terima kasih, Pangeran Korvin. Saya siap menghadapi apapun demi menemukan keluarga saya."

Pangeran Korvin dapat merasakan tekad yang kuat dari dalam diri gadis tersebut. "Kalung itu, apakah ada bersamamu?"

Kepala Eirlys menggeleng lemah. Ia bahkan belum pernah menyentuh kalung yang katanya merupakan peninggalan orang tuanya. Berharap bahwa Lauren masih menyimpan benda tersebut. "Tidak, Yang Mulia. Kalung itu disimpan oleh pemilik panti asuhan, orang yang telah menemukan saya."

"Pergilah temui orang tersebut. Bawa kalung itu untuk diperiksa oleh ahli permata yang ada Ville. Benjamin akan menemani perjalanan mu ke panti asuhan." Pangeran Korvin memberi arahan dengan tegas.

Jenis permata pada setiap daerah tentunya selalu berbeda, terkadang suatu tempat memiliki warna permata tersendiri. Permata berwarna hijau sangat umum dijumpai di seluruh pelosok negeri, akan tetapi jenisnya tentu berbeda satu sama lain. Mungkin saja jenis permata di kalung Eirlys dapat menunjuk pada asalnya.

"Baik, Yang Mulia. Terima kasih atas bantuan Anda." Eirlys memberi penghormatan.

"Eirlys, ikutlah kemana pun Benjamin membawamu. Siapa tahu dari salah satu kota yang Benjamin kunjungi merupakan asal dari permata tersebut."

Menunduk patuh, Eirlys memberi penghormatan sekali lagi, kemudian meninggalkan ruangan tersebut. Ia tahu siapa Benjamin, pria tua namun tetap bertenaga itu merupakan salah satu orang kepercayaan sang Pangeran. Hanya saja Eirlys tak begitu tahu mengenai beban yang diberikan Pangeran Korvin pada Benjamin, karena pria itu selalu pergi dan datang entah kapan. Acap kali hanya dua atau tiga hari Benjamin menginap di rumah Pangeran dalam sebulan, setelah itu berkelana tak tahu kemana.

Dalam hatinya, Eirlys merasakan kombinasi antara kekhawatiran dan harapan. Mungkin, di balik kalung itu tersembunyi rahasia besar yang akan membuka tabir misteri hidupnya. Ia harap begitu.

Seperti yang telah dibicarakan, keesokan harinya Eirlys berangkat ke pusat Oleander dengan Benjamin sebagai kusir. Perjalanan akan memakan waktu yang cukup lama, mungkin telah setengah perjalanan terewati. Buktinya hutan yang sedang Eirlys lalui bersinar dengan indah oleh cahaya matahari. Kepergiannya bersama Benjamin tepat pada dini hari.

Tak ada obrolan apapun selama perjalanan. Tampaknya Benjamin fokus pada jalanan yang ramai oleh tapak kaki kuda yang menghentak tanah. 

Sore hari tibalah Eirlys di gerbang panti asuhan yang terbuka. Beberapa anak-anak yang mengenalnya berlarian kencang ke arahnya. Wajah mereka tersenyum polos dan ceria.

Benjamin tetap berada dalam kereta. Menelisik pada bangunan panti asuhan yang cukup tua.

"Kak Eirys datang! Kak Eirlys datang!" sorak anak-anak.

Usai menyapa adik-adiknya, Eirlys berpaling untuk berbicara pada Benjamin, "Apakah Paman ingin masuk ke dalam?"

Benjamin terdiam untuk sepersekian detik, kemudian berkata, "Dimana aku bisa meletakkan kereta?"

Benjamin terdiam untuk sepersekian detik, kemudian berkata, "Dimana aku bisa meletakkan kereta?"

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Jngan lupa vote ya guys!!

Cursed PrinceTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon