09. Wish

3.5K 254 4
                                    

09 Wish

.

Lauren menyambut mereka dengan penuh suka cita. Di atas meja di ruang tamu terdapat kue beserta teh hangat yang tersaji. Beberapa anak-anak yang sempat mengikuti Eirlys diminta pergi oleh Lauren karena tak ingin pembicaraan mereka terganggu.

Wanita tua itu tersenyum, keriput di ujung matanya semakin jelas terlihat. "Lama tak berjumpa denganmu Eirlys. Bagaimana kabar mu?" Suara Lauren mendayu lembut. 

"Baik Bi. Bagaimana denganmu?" Dada Eirlys menghangat menyaksikan senyuman yang telah lama tak ia lihat. Sejak bekerja di istana ia tak pernah lagi berjumpa dengan Lauren serta penghuni panti lainnya. Suami Lauren sudah meninggal tepatnya tiga tahun yang lalu.

"Seperti yang kau lihat. Masih sehat seperti terakhir kita bertemu."

"Aku senang mendengarnya. Ah, Bibi, perkenalkan ini Paman Benjamin. Dia lah  yang telah mengantarkan aku kemari." Eirlys memperkenalkan Benjamin yang sejak awal terdiam kaku.

Lauren menyodorkan tangan. Benjamin menyambut seraya memperkenalkan diri, "Aku Benjamin. Senang bertemu denganmu."

"Terima kasih sudah mengantarkan Eirlys kemari."

"Sudah tugas ku."

Jabatan tangan itu terlepas. Lauren kembali menatap Eirlys. "Bagaimana dengan kabar Lissa? Apa dia masih sehat?"

"Bibi Lissa sangat sehat, Bi. Ia juga menitipkan salam untukmu."

"Syukurlah. Berarti kabar bahwa kau bekerja di rumah Pangeran Korvin itu benar?"

Eirlys mengangguk kecil. "Benar Bi. Atas izin Pangeran Korvin lah aku dapat ke mari."

Lauren tersenyum kecil. Tak ingin banyak mempertanyakan tentang si Pangeran terkutuk, sebab terdapat kehadiran Benjamin yang notabenenya juga bekerja di Eastern Oleander. 

"Bibi Lauren, kehadiran ku kemari adalah untuk menanyakan suatu hal padamu," ucap Eirlys ketika obrolan panjang di ruang tamu terasa cukup. Benjamin memilih berpamitan untuk menunggu di luar. Kini hanya mereka berdua yang duduk di kursi kayu.

"Ada apa, Eirlys?"

Lauren tampak terkejut mendengar setiap penuturan Eirlys. Tak menduga bahwa Lissa menceritakan sebuah rahasia yang sebetulnya belum bisa diketahui oleh Eirlys.

"Bibi tidak bermaksud untuk menyembunyikannya darimu. Hanya saja, kau belum genap dua puluh tahun. Bibi hanya mengikuti arahan dari surat itu, Eirlys," jelas Lauren.

"Aku mengerti. Hanya saja apakah aku boleh mengabilnya sekarang? Aku ingin mencaritahu keberadaan orang tua ku. "

Wajah tua itu meragu. Lauren tak tahu alasan dibalik kalung itu harus diberikan pada saat Eirlys berusia dua puluh tahun. Tak ada penjelasan di dalam surat yang ia terima. Lauren merenung sejenak sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah, Eirlys. Bibi akan memberikan kalung itu padamu, meskipun aku tidak tahu apa yang mungkin terjadi setelahnya."

Secercah harapan muncul di wajah Eirlys. "Terima kasih, Bibi."

Lauren membawa Eirlys menuju kamarnya. Walaupun kondisi ruang tamu cukup sepi, akan tetapi ia tak ingin orang lain melihat kalung permata hijau milik Eirlys.

Tiba di kamar, Lauren membuka almari berbahan kayu dengan sebuah kunci. Eirlys menatapa setiap pergerakkan Lauren dalam diam. Hingga wanita tua itu berbalik dan berjalan ke arahnya. Di tangan Lauren terdapat sebuah kantong kain kecil berwarna cokelat tua. Ia menghibahkan benda tersebut pada Eirlys.

"Di dalamnya terdapat surat serta kalung pemberian orang tua mu. Eirlys, aku tak yakin dengan apa yang akan terjadi bila menyerahkan benda ini sebelum kau berusia dua puluh tahun. Semoga bukan hal yang buruk." Lauren berkata khawatir. 

Cursed PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang