014

116 12 1
                                    

Aku mengambil beberapa dokumen yang akan di bawa saat rapat kerja sama dengan perusahaan raksasa hari ini. Perusahaan A adalah pelopor yang mengedepankan visi misi yang jelas. Jadi tidak heran jika Tn. Thomas menginginkan kerja sama antara kedua perusahaan agar mendapatkan keuntungan yang setara. Tidak bisa aku sanggah lagi jika perusahaan ini juga menginginkan keuntungan dari kedua belah pihak. Maka untuk mengantisipasi agar semuanya berjalan lancar, kami melakukan rapat. Aku juga tidak menyangka dengan yang dikatakan Kenzie bahwa Julia menyarankan bosnya juga agar perusahaannya mau menerima kerja sama.

Aku berjalan berdampingan bersama Kenzie menuju ruang rapat, dia membawa laptopnya untuk menampilkan slide presentasi yang sudah dibuat beberapa hari yang lalu. Dia memang pekerja keras, tapi bukan berarti aku tertarik padanya. Aku tegaskan sekali lagi bahwa aku hanya menganggap Kenzie sebagai kakak dari temanku Julia. Tidak akan ada hubungan spesial diantara kami. Aku tidak ingin mengganggu pekerjaanku jika punya hubungan khusus dengan salah satu karyawan dekatku.

Sesaat setelah kami memasuki ruang rapat, sudah ada Tn. Thomas yang duduk diam di kursinya menatap kami dalam diam. Aku menunduk sesaat dan segera menuju ke kursiku. Kenzie juga melakukan hal yang sama, duduk di sampingku sambil membuka laptopnya dan mulai sibuk mengurus pekerjaan sisanya. Aku mengenakan kacamataku meneliti ulang bahan materi rapat hari ini.

"Nona Raina," panggil Tn. Thomas sambil menatapku yang sibuk dengan kertas di tanganku.

"Iya Tuan?" tanyaku.

"Apakah materi sudah anda cek ulang?" tanya Tn. Thomas.

Aku mengangguk. Aku sudah mengeceknya sejak kemarin dan hari ini juga aku mengeceknya. Aku selalu mengecek hal yang aku kerjakan agar tidak mendapat kesalahan sekecil apapun, karena aku tahu jika Tn. Thomas orangnya perfeksionis. Dia tidak menerima kesalahan walaupun itu kesalahan kecil. Bahkan jika ada typo di dokumen, dia menyuruhku untuk memperbaikinya sebelum meminta di acc lagi.

"Jangan buat kesalahan sekecil apapun saat rapat nanti, aku tidak ingin perusahaan besar itu memikirkan ulang tentang kerja sama kali ini," ucap Tn. Thomas lalu menyesap tehnya. "Bekerjalah dengan sebaik mungkin, aku mengandalkan kalian kali ini." lanjutnya.

Aku dan Kenzie saling memandang dalam diam. Gawat sekali bos kami ini. Jika kami melakukan kesalahan, pasti akibatnya akan menurunkan kualitas kepercayaan Tn. Thomas kepada kami. Tapi itu juga sebuah tantangan tersendiri untuk membuktikan bahwa kami ini sebenarnya mampu melakukan tugas ini. Baiklah, aku akan berusaha.

Pintu ruang rapat terbuka, orang-orang dari perusahaan A datang. Mereka terlihat keren sekali mengenakan setelan yang pas. Terlihat seperti orang-orang pintar yang bisa masuk perusahaan besar itu. Diantara mereka ada Theo yang juga ikut andil dalam rapat kerja sama ini. Kami saling pandang sesaat, dia mengangguk sekilas.

Rapat belum dimulai, kami menunggu kedatangan CEO pemilik perusahaan A. Seharusnya dia sudah datang, namun sampai saat ini belum juga ada tanda-tanda kedatangannya. Kenzie di sebelahku sejak tadi juga melihat arloji di tangannya.

Kami menunggu sekitar tiga puluh menit, bahkan Tn. Thomas menyarankan agar Kenzie segera membuka sesi rapat. Ternyata CEO perusahaan A sedang terkendala mobilnya yang mogok di bahu jalan. Jadi kami memulai rapat terlebih dahulu. Kenzie memulai dengan menunjukkan presentasinya kepada semua orang yang berada di ruang rapat. Aku menyimaknya sambil memperbaiki kaca mataku yang miring. Kami yang berada di ruang rapat juga berdiskusi tentang hasil presentasi Kenzie. Hingga beberapa menit berlalu pintu ruangan rapat terbuka.

Aku mencatat diskusi kami kali ini sebelum melihat seseorang yang datang. Semua orang langsung bangkit dari duduk mereka saat pintu itu terbuka. Aku yang sedang mencatat langsung refleks ikut bangkit mengikuti mereka. Pandanganku terpaku kepada ketiga orang yang baru masuk. Aku pernah melihat asisten pria saat berada di toko Julia yang sudah tutup. Lalu di belakangnya sampingnya ada wanita yang selama ini aku cari keberadaannya. Julia. Aku menatapnya yang juga menatapku tanpa ekspresi. Disebelahnya lagi ada seorang yang menenteng jas. Tapi jas itu basah.

"Selamat datang tuan Ravegan. Apakah mobil anda sudah baik-baik saja?" tanya Tn. Thomas yang menyambut baik kedatangannya. Kami yang ada di ruang rapat duduk kembali.

Aku masih menatap pria itu dalam diam. Dia pria yang sama yang mengenalkan dirinya padaku saat pertemuan kami. Ternyata dia CEO pemilik perusahaan A. Tapi aku merasa pernah mengenalnya sebelumnya.

Oliver duduk di sebuah kursi dekat Tn. Thomas setelah mereka berjabat tangan. "Maaf membuat anda menunggu." ucapnya.

Aku menyipitkan mataku. Dia ini Rav bukan? Suara itu sering aku dengar saat bersama dengan Rav. Aku membulatkan mata. Rav... Ravegan. Jadi selama ini Rav adalah Oliver Ravegan yang sering datang ke kafeku? Aku mengalihkan padangan darinya. Aku yang terlalu bodoh atau bagaimana. Sampai tidak menyadari kesamaan kedua orang itu.

Rapat kembali dilanjutkan, sekarang giliranku untuk menjelaskan materi rapat inti hari ini. Aku memegang dokumen dengan gemetar. Bahkan Kenzie menanyakan apakah aku sedang tidak enak badan. Aku menggeleng dan tersenyum meyakinkan.

Aku menarik napas, hingga mulai menjelaskan materi yang aku sampaikan. Aku mengabaikan tatapan milik Oliver yang juga menatapku. Beberapa menit berlalu akhirnya penyampaian materi dariku berakhir tanpa sedikitpun kesulitan, bahkan saat berdiskusi sekalipun.

Setelah rapat berakhir, aku segera mengemasi barang-barangku. Mencoba secepat kilat keluar dari ruang rapat ini. Namun keinginanku hanya khalayan sesaat saja. Tn. Thomas memanggilku dan mengenalkanku pada Oliver Ravegan. Kami berjabat tangan sebagai formalitas.

"Kalian seperti pernah mengenal sebelumnya," ucap Tn. Thomas menatap kami bergantian.

Oliver mengangguk. "Tentu, kami pernah bertemu di sebuah tempat tanpa diduga sebelumnya." ucapnya yang membuatku membulatkan mata.

"Oh ya?"

"Di toko milik sekertaris saya, yang saat itu sudah saya ambil alih." jelas Oliver sambil mengambil jasnya.

Tatapan Tn. Thomas beralih menatap Julia di samping Oliver. "Dia punya toko sendiri?" tanya Tn. Thomas.

Oliver mengangguk singkat.

"Saya pikir anda sudah benar memilih sekertaris yang punya pengalaman baik seperti nona Julia ini. Pantas saja anda selalu semangat bekerja setiap hari," ucap Tn. Thomas lalu terkekeh pelan menepuk bahu Oliver.

Sedangkan aku sejak tadi hanya diam seperti batu. Kenzie yang mengerti situasi canggung yang aku alami langsung meminta izin agar kami diperbolehkan keluar oleh Tn. Thomas.

Tn. Thomas mengizinkan kami keluar setelah Kenzie berbicara padanya. Aku mengekor Kenzie sambil menatap dokumen di pelukanku. Kenzie tiba-tiba berhenti berjalan. Aku menabrak punggung tegapnya.

"Kau ini kenapa, Ra?" tanya Kenzie.

Aku menggeleng.

Sebuah tangan menepuk bahuku. Aku menoleh ke samping. Mendapati Julia berdiri di sampingku. Aku menatapnya tajam, mejauh darinya beberapa langkah.

"Julia? Kenapa kau kesini?" tanya Kenzie kepada adiknya.

"Aku ingin bicara dengan Raina," jawab Julia sambil menatapku.

"Tidak hari ini, Julia. Aku sibuk,"

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang