017

85 10 8
                                    

Aku menatap bosan layar di komputerku. Aku melirik ke sebelah, dimana Kenzie juga sedang bekerja. Dia bahkan tidak menyadariku sedang menatapnya. Biasanya dia langsung peka saat aku menoleh padanya. Tapi kali ini dia tidak menyadarinya sama sekali. Seolah aku hanyalah makhluk astral yang jatuh kebumi bersama dokumen penting dari langit.

Aku berdehem pelan. "Ken, kau tidak membawakanku bekal lagi?" tanyaku padanya sengaja membuka topik karena dia terlihat berbeda sekali pagi ini.

Kenzie melirik sebentar padaku. "Oh maaf aku tidak sempat memasak pagi ini. Bos ingin aku segera menyelesaikan laporan." jawabnya.

Aku melihatnya fokus lagi dengan komputer di depannya. Tidak, ini lain. Dia terlihat lebih berbeda dari sebelumnya. Seolah aku dicampakkan begitu saja. Aku memang tidak punya banyak teman, apalagi di kantor. Yang aku percaya hanya Kenzie seorang, sampai dia menyalah-artikan perasaanku padanya.

Aku menghela napas pelan. "Kau terlihat berbeda pagi ini," ucapku menatap layar komputerku sendiri.

"Berbeda bagaimana?"

"Apakah kau diancam oleh Alaric?" tanyaku padanya.

Tepat sekali. Kenzie langsung terdiam. Jari-jarinya yang sedang mengetik langsung berhenti. Seolah ucapanku itu memang benar. Baiklah, kurasa inilah masalahnya menjadi berbeda pagi ini. Apa yang sudah Alaric perbuat sampai Kenzie menjauh dariku? Padahal Kenzie tidak ada hubungannya dengan hal yang menimpa hidupku. Dia hanya teman pria yang kupunya di kantor.

"Apa maksudmu?" tanyanya balik. Dia meneruskan mengetiknya di komputer. Tidak menoleh sekalipun padaku.

"Kau tahu apa yang aku bicarakan, Kenzie..." ucapku menunggu tanggapannya.

"Ini tidak ada hubungannya dengan Alaric." ucapnya menatapku.

Aku menaikkan alis. "Lalu?"

Kenzie mengambil ponselnya di meja. Lalu setelah beberapa saat mengotak-atiknya. Dia menunjukkan sebuah foto padaku. Aku melihat foto itu beberapa detik tanpa berkedip. Itu foto yang sama, yang dikirimkan Alaric padaku.

"Kau tidak bilang padaku jika kau menjalin hubungan dengan pemilik perusahaan A," ucapnya.

Aku membulatkan mata terkejut. "Aku tidak--" aku terdiam beberapa saat, "Maaf, aku tidak ingin kau membenciku karena menjalin hubungan dengan Oliver," ucapku.

Semoga saja ucapanku tidak akan diputar balikkan dengan takdir. Aku sengaja mengonfirmasi bahwa aku dan Oliver berkencan. Aku melakukan ini semata-mata agar menghindari Kenzie yang terus mencoba untuk dekat denganku. Ternyata foto itu dapat membuatnya sedikit menjaga jarak denganku.

"Ah jadi benar..." ucapnya kecewa. "Sudah berapa lama?" tanyanya.

"Darimana kau mendapatkan foto ini?" tanyaku padanya lagi.

"Entahlah, seseorang mengirimiku foto itu. Saat aku tanya siapa dia, ternyata nomornya sudah hilang." jelasnya.

Aku mencoba menghubungkan dengan kejadian saat Alaric mengirimiku pesan. Tapi pesan yang diterima Kenzie bukan dari Alaric. Untuk apa juga Alaric mengirimnya kepada Kenzie. Malahan Alaric lebih untung jika mengirimkan kepada Artha. Maka kakak paling tua itu langsung menyeretku untuk pulang ke rumah. Apalagi jika dia tahu jika itu adalah orang berpengaruh di bidang bisnis perusahaan terkemuka.

"Apakah Alaric juga mengirimkan foto yang sama kepadamu?" tanya Kenzie.

Aku mengangguk. "Tapi kurasa yang mengirimkan padamu itu bukan dia."

"Maksudmu bisa jadi orang lain?"

Aku mengangguk lagi. Tidak mudah menemukan siapa orang yang mengirimkan foto itu. Tapi orang itu pasti ingin merusak hubunganku dengan orang-orang disekitarku. Sepertinya aku akan punya musuh baru sejak foto itu beredar di kalangan orang dekatku.

HiraethWhere stories live. Discover now