018

62 8 4
                                    

Kejadian itu sering membuatku seakan berada di dunia lain. Meratapi nasib sedemikian rupa, mengingat besarnya masalah yang timbul akibat dari beredarnya foto itu. Bahkan aku lupa kapan aku terakhir kali bisa tidur dengan damai. Seolah waktu memberhentikan khayalanku selama ini, dan mengingatkan untuk kembali menatap realita yang sebenarnya. Tidak sampai seorang wanita seusiaku masuk ke dalam kafe bersama dengan Ryan. Aku segera menemui mereka, melimpahkan pekerjaanku kepada Ellie.

"Hey, Ra!" panggil Ryan yang berjalan menemuiku sambil nyengir kesenangan. "Ini kandidat yang sesuai dengan keinginanmu kemarin. Ellie sudah menyeleksinya dan Devila adalah pilihan terbaik!" ucapnya.

Aku beralih menatap seorang wanita disebelah Ryan yang juga tersenyum padaku. "Selamat bergabung dengan tim Rose Cafe. Aku Raina pemilik Rose Cafe ini." ucapku mengenalkan diri padanya.

Devila membungkuk malu-malu. "Aku Devila, terima kasih karena sudah menerimaku bekerja disini..."

"Baiklah, kau bisa memegang bagian kasir," ucapku yang mendapat reaksi terkejut dari Ryan.

"Dia sudah mendapatkan posisi kasir di hari pertama bekerja??" tanya Ryan.

Aku mengangguk. "Tentu saja. Aku akan memantau pekerjaannya. Kau fokus saja pada bagianmu." ucapku berbalik untuk kembali ke bagian kasir yang diikuti oleh Devila di belakangku.

Aku menyuruhnya untuk mengenakan apron setiap bekerja. Dia memang menarik, cekatan, sopan, wajar saja menjadi kandidat terpilih. Tidak salah lagi pilihan Ryan dan Ellie ini. Aku mengamatinya saat mempersiapkan diri untuk menerima pesanan dari pelanggan.

"Kau sudah pernah bekerja di bagian kasir kan? Aku membaca pengalaman kerjamu sebelumnya, jadi aku mempercayakan bagian kasir kepadamu." ucapku menepuk pundak kecilnya pelan.

"Ah iya... kak Rain..." ucapnya pelan.

Aku tertawa pelan. "Tidak usah terlalu formal saat denganku. Kita disini sudah seperti keluarga, jadi santai saja. Usia kita tidak terpaut jauh jika kau lupa," ucapku lalu mengangkat bahu mencoba mencairkan suasana. Devila mengangguk mengiyakan.

Aku mengamatinya bekerja, sambil sesekali membantunya jika kesulitan dalam penggunaan komputer. Memang Devila bisa beradaptasi dengan mudah. Jadi aku tidak terlalu kesulitan untuk menjelaskan padanya lebih banyak. Malahan dia tahu lebih banyak mengenai ilmu menjadi seorang kasir. Tidak salah pilihan. Dia memang berbakat.

"Aku mengambil kelas Bussines Management, jadi aku sudah belajar banyak hal belakangan ini," ucapnya sambil tersenyum kepada setiap pelanggan yang datang.

Aku tertarik dengan obrolan ini. "Wow, itu sepertinya cocok untukmu."

Devila mengangguk. "Aku baru bisa kuliah diumurku yang sekarang ini." ucapnya.

"Tapi itu bagus, tidak masalah dengan usia seseorang untuk lanjut kuliah. Jika aku ada waktu, aku juga akan melanjutkan kuliahku di Amerika. Tapi berhubung aku tidak ada waktu dan hidupku hanya terfokus pada dokumen dan kafe ini... jadi ya aku tidak melanjutkan kuliah ke tahap selanjutnya." ucapku mulai membahas mengenai hidupku kepada Devila. Aku tahu dia masih baru disini. Tapi tidak masalah juga jika dia tahu sedikit mengenai hidupku selama ini.

"Kau sangat berbakat sekali... aku jadi merasa kecil di sebelahmu..." ucap Devila terpukau dengan ceritaku.

Aku tertawa pelan. "Itu bukan apa-apa, Devila. Aku hanya berusaha menjadi diriku sendiri."

Devila menghadap ke arahku setelah melayani pesanan pelanggan terakhir dan memberi pesanan ke bagian dapur. Dia menatapku sambil terkikik pelan. "Tapi kau menakjubkan! Diusiamu sekarang ini sudah bisa mendirikan kafe yang selalu ramai pelanggan!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 04 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HiraethWhere stories live. Discover now