[ 11 ] Honey

240 54 56
                                    

Sagion kini mendudukkan tubuhnya pada pinggiran ranjang dengan kemeja putih yang tergulung di bagian lengan dan beberapa kancing yang terbuka di atasnya sehingga tak menyesakkan leher. Di atas ranjang itu, Sephora tertidur setelah satu jam yang lalu siuman dari pingsan. Perempuan ini masih syok, sehingga Sagion tak segera membawanya pulang melainkan membiarkannya untuk mendapat perawatan di rumah sakit.

"Maaf.."

Entah berapa kali Sagion merapalkan permohonan maafnya sembari menelisik lamat-lamat wajah perempuan yang damai pada tidurnya. Pikirannya kembali menarik dirinya pada kejadian saat Sephora kecelakaan; yang mana ia tidak bisa hadir hanya untuk sekedar menemani. Sagion tentu menyesal.

Bisa dibilang, ini adalah kali pertama ia bisa memandang lebih lama wajah Sephora yang entah kenapa begitu menarik perhatiannya. Iya, Sagion akui jika Sephora bukan hanya cantik hatinya melainkan fisiknya juga. Ia tak menampik satu fakta tersebut. Bukan kah sejak mereka kecil pun Sephora memang sudah menarik perhatiannya? Ey, ayolah.

Sepasang matanya beralih pada kening Sephora yang nampak mengernyit padahal matanya masih tertutup rapat. Ia tau perempuan ini pasti amat sangat ketakutan; akibat kejadian barusan, bahkan di sela-sela dirinya tertidur. Hal tersebut membuat refleks tangannya menyentuh anak-anak rambut Sephora di sekitar pelipis, ia sentuh perlahan agar tidak terbangun.

Sagion perhatikan lamat-lamat; bulu mata lentik, hidung kecil, bibir ranum yang merah, kulit yang sedikit pucat, yang entah kenapa membuatnya ingin menyentuhnya satu per satu.

Tapi setelah melihat guratan memerah yang menjalar di leher Sephora akibat cekikan perempuan gila itu, hati Sagion merasa mencelos.

"Sepho.. ayo kita perbaiki semuanya. Aku rela ngelakuin apapun asalkan kamu mau maafin semua kesalahan aku."




~~~



Surai hitam perempuan itu melambai-lambai terkena embusan angin malam dibawah cahaya bulan temaram. Kurang lebih sepuluh menit ia habiskan hanya dengan adegan yang sama; berdiri pada sisi pembatas balkon kamarnya dengan balutan baju hangat.

Berbagai asumsi acak terus melintas di benaknya, bertanya-tanya mengapa kejadian menakutkan seperti tadi bisa terjadi pada hidupnya? Ia tak suka mencari perkara dengan orang lain. Tapi sekalinya terlibat, hidup dan matinya benar-benar menjadi taruhan.

"Masuk, angin malemnya mulai dingin."

Lantas Sephora berbalik saat mendengar ujaran tersebut, matanya mendapati seorang lelaki dengan balutan kaos hitam tengah menjatuhkan atensi kepadanya.

"We need to talk, Sagi"

"Perihal apa? Yang tadi? Kan aku udah bilang jangan bawa mobil sendiri apalagi pergi dari rumah tanpa izin."

"No, kita bisa bahas itu nanti," ia segera menyanggah. "Sebelumnya kasih tau aku dulu semuanya, soal Natania, kematian ibunya, juga diri kamu. I'm your wife, right? We are in the same house, udah seharusnya begitu bukan?"

Entah kenapa tapi pandangan lelaki ini nampak gelisah di dominasi raut kecewa bercampur amarah. Siapapun yang melihatnya pasti akan tau jika ia berada di ambang ke-putusasaan.

"Ya, Sepho, you re my wife. But, am i worthy to be your husband? Selama pernikahan kita aku ngga pernah nempatin posisi aku sebagai suami. Maybe i really don't deserve to be loved"

Mendengar itu Sephora kemudian sengaja mempersempit ruang di antara mereka. Raut wajah Sagion yang masih sama membuat Sephora menarik sudut bibirnya, tersenyum.

"Kamu tau, sebagian orang berpendapat kalo kesempatan kedua itu merupakan sebuah keajaiban. Kita bisa memperbaiki dan merubah skenario baru yang selama ini kita mau. Semua orang berubah. Kamu berubah, aku berubah, bahkan dunia juga berubah. Anggaplah di kesempatan ini Tuhan kasih kamu kesadaran atas sesuatu kesalahan yang udah kamu lakuin."

DID WE MAKE IT : ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang