[ 13 ] Potato

227 52 31
                                    

Sephora menyalakan air vacuum agar udaranya bersih dari bau asap masakan di sela-sela tahap memasaknya yang sebentar lagi selesai. Ia hanya membuat mashed potato yang mana baunya memang tidak terlalu mencolok. Tapi kali ini situasinya berbeda— karena Sagion sedang ada bersamanya.

Ternyata di hari ke dua puluh lima mereka menjalani kesepakatan, Sephora mendapat kabar jika suaminya jatuh sakit. Itu lah kenapa ia berada di apartemen Sagion pagi ini. Ia baru datang semalam, setelah dinas malamnya di rumah sakit selesai.

Rupanya Sagion terkena tipes sehingga membuat indera penciumannya sangat sensitif.

"Kamu bisa makan sendiri?" Membawa hasil masakannya, Sephora menghampiri Sagion yang terduduk pada sofa.

Untungnya pagi ini Sagion bisa bangun dari tempat tidur. Berhubung selama beberapa hari sebelumnya, lelaki ini hanya bisa meringkuk pada kasur alih-alih mau di rawat di rumah sakit. Ibu mertuanya yang bilang.

"Sebentar, ini bukan nasi kan?" Sagion menilik piring yang dibawa Sephora. Ia mendadak membenci nasi selama sakit.

"Bukan, ini kentang. Kamu harus banyak makanan berkarbohidrat, Sagion"

"Hm."

"Jadi bisa makan sendiri?"

"Bisa, tapi karena sekarang ada kamu, gimana kalau disuapin aja?"

Sephora pun meng-iya-kan tanpa banyak bicara lagi.

Suapan pertama, Sagion membuka mulutnya dengan cukup terpaksa. Jika saja bukan Sephora yang bersamanya, mungkin ia akan malas hanya dengan mengunyah makanannya.

Semua ini bermula karena Sagion mendadak gila kerja setelah berpisah sementara dengan istrinya. Asupan makanannya sembarangan, jam istirahatnya tak menentu, jadwal tidurnya jadi jungkir balik, yang mana tanpa disadari membuat pola hidupnya seketika berantakan.

Terlalu sering menghabiskan waktu di rumah sendirian hanya akan membuat lelaki ini semakin memikirkan istrinya. Setidaknya dengan melakukan banyak kegiatan di luar sana, pikirannya jadi teralihkan— walaupun terkadang tetap saja ia kesulitan untuk tidak memikirkan perempuannya.

"We shouldn't be like this, iya kan, Sepho?"

"Sorry?"

"Tentang kesepakatan 30 hari kita."

Perempuan ini lantas memilih untuk lebih dulu menaruh kembali sendok yang sudah siap itu untuk di simpan pada piring, alih-alih menjawab.

"Sebelumnya aku mau minta maaf dulu karena aku ngga tau kalau ternyata kamu udah sakit dari lima hari yang lalu. Lagian, kenapa ngga langsung kasih tau aku aja? Padahal kita sepakat kalau ada sesuatu yang mendesak, kita bisa langsung ketemu. Kalau kaya gini kan aku jadi ngerasa bersalah,"

"No, kamu ngga salah apapun. Mungkin dari awal aku yang salah. Aku yang ngusulin kesepakatan itu tapi aku juga yang nyesel"

"Kenapa?"

"Aku ngga tau kalau ternyata bakal seberat ini buat ngga ketemu kamu. Aku kasih usulan itu pun karena aku coba ngertiin posisi kamu. Aku ngerasa kamu butuh waktu sendiri sambil berpikir buat kedepannya"

"Padahal aku ngga butuh itu."

"Hm?"

Ia sedikit memberi jarak agar bisa menatap lelaki tersebut. "Jadi mau disuapin lagi ngga? Suapan kedua udah aku siapin."

Mengangguk, suapan kedua itu masuk dengan cepat. Sepertinya lelaki ini sudah cukup bersemangat.

"Yasmin bilang, kamu masih kerja walaupun akhir pekan. Makanan kamu sembarangan, sering minum alkohol, begadang—"

DID WE MAKE IT : ?Where stories live. Discover now