[ 32 ] Pov 0.1

146 32 16
                                    

Sagion's pov

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sagion's pov.






[ flashback, bagian 01 ]

          "Hi."

Aku menyapanya canggung, pada perempuan yang pagi ini aku temui di sebuah coffe shop; tempat di mana kami sepakat untuk bertemu setelah sebelumnya berkabar melalui pesan.

Dia tersenyum kemudian sebagai balasan dari sapaanku tadi. Di mejanya terdapat slice cake yang sudah terpotong satu sendok, iced kopi dengan extra whipped cream yang masih terisi penuh, lalu sebotol air mineral sisa setengahnya.

Ya ampun, aku akui dia sangat menarik. Lebih cantik dari foto yang aku lihat di profilnya.

Aku pun duduk di hadapannya, membuat perempuan ini segera menutup laptop yang sepertinya menjadi fokusnya selama menungguku datang. Ya, aku memang sedikit telat— tidak, memang terlambat hampir satu jam jika menilik pada waktu kesepakatan kami.

"I’m sorry for being late," singkatku, lagi-lagi dia hanya tersenyum tipis.

Ini adalah pertemuan pertama kami setelah dua hari yang lalu keluargaku mengusulkan dirinya sebagai kandidat terkuat dalam 'perjodohan'.

Aku yakin kesan pertamanya kepadaku pasti sudah tidak meyakinkan. Tapi bagus. Dengan begitu akan kemungkinan jika dia menolak perjodohannya bukan? Mau bagaimana pun, aku sudah memiliki kekasih.

Namanya secantik orangnya, Sephora Z Primrose. Entah Z -nya- itu apa, dia tidak memberitahu jelasnya. Aku sengaja tidak mencari tahu tentang dirinya lebih jauh karena ya, untuk apa? Belum tentu kami berjodoh, kan?

Hanya saja Eyang sempat memberi tahu jika profesinya adalah sebagai dokter saraf dengan statusnya yang masih residen di salah satu rumah sakit besar di kota ini. Aku akui itu keren. Pertama kalinya aku memiliki kenalan perempuan seorang dokter karena rata-rata temanku dari kalangan pebisnis.

"Latte vanilla kedua aku," ucapnya, membuat aku menautkan alis untuk meminta penjelasannya. "Ini gelas kedua kopi aku, Sagion. Kamu tau berapa lama aku nunggu kamu?"

Oh, sekarang aku paham maksudnya. Pantas saja gelasnya masih terisi penuh, ternyata itu adalah gelas keduanya? Ya ampun maaf.

Kacamata bening yang bertengger pada pangkal hidung mungilnya, rambut hitam panjang yang terikat rendah; yang mana sedikit menyisakan helaian di kedua sisi telinga yang menjuntai bebas, dan air mukanya yang sangat tenang walaupun aku tau dia sedang kesal setengah mati kepadaku yang telat. Itu semua membuatku sontak terkagum pada kesan pertama ini. Raut wajah orang-orang ambis.

Aku yakin perempuan seperti Sephora tidak akan membuang-buang waktu hanya untuk berkencan. Waktunya habis digunakan untuk belajar dan belajar. Apa itu alasan dia mau dikenalkan denganku? Karena malas berbasa-basi pacaran dan ingin langsung menikah saja walaupun melalui perjodohan?

DID WE MAKE IT : ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang