[ 18 ] Darkcoco

191 48 16
                                    

Rupa air wajah Sagion cukup dapat disimpulkan jika lelaki ini sedang dalam situasi yang serius. Tapakan kaki jenjangnya terus membawa ia menuju lantai demi lantai bangunan perusahaan menggunakan lift khusus. Sekitar beberapa menit, pintu lift pun terbuka, lelaki ini akhirnya sampai pada lantai paling atas; lantai 30 yang hanya berisikan ruang miliknya dan ruang sekretaris serta general manager, sisanya hanya sebuah hall besar untuk melakukan meeting.

Setelah mendapatkan informasi jika ayah mertuanya datang berkunjung ke perusahaan, Sagion langsung meninggalkan pekerjaannya untuk menghampiri Habin. Ya, entah kenapa hatinya merasa gusar. Tidak biasanya Habin berprilaku seperti ini dengan mengunjunginya secara langsung tanpa ada obrolan pribadi lebih dulu. Apalagi sekarang belum waktunya jam makan siang. Sudah dipastikan jika Habin pun meninggalkan kegiatannya di rumah sakit hanya untuk bertemu dengannya.

"Pah.." ujarannya seiring dengan pintu yang terbuka. Sagion duduk pada sofa dekat Habin yang sudah menunggu.

"Ada apa ini? Sephora baik-baik aja? Semuanya baik, kan?" Di tengah-tengah helaan napasnya yang masih memburu, ia melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher. Bagaimana tidak? Ia berlari mulai dari lantai dasar agar bisa segera ada di sini.

"Tenang dulu, nak." Habin tau kedatangan mendadaknya ini membuat sang menantu cemas. Itu terlihat dari wajahnya, "papa harap juga begitu, semoga semuanya baik-baik saja,"

"Ada sesuatu yang terjadi?"

Lantas hal pertama yang Habin lakukan adalah menghela napasnya kuat-kuat.

"Hm, papa rasa ada kejadian yang tidak beres. Rumah papa mendapat teror"

"Apa?" Suaranya menukik, dengan kening yang mengerut tajam. "Gimana ceritanya?"

"Begini, awal kejadiannya waktu malam hari, pas semua orang udah tidur. Tiba-tiba ada suara pecahan kaca nyaring dari lantai atas. Papa yang pertama kali sadar sama hal itu langsung mutusin buat ke tempat dimana suara itu berasal. Dan kamu tau ruangan mana yang jendela kacanya pecah? Ternyata kamar punya Sephora"

Sagion masih bergeming, ia menunggu kalimat berikutnya.

"Setelah di periksa, ternyata jendela itu pecah karena lemparan batu yang dibungkus kertas putih. Kertasnya bukan kertas biasa, ada tulisan di dalamnya. 'Jalan Tegram : 28' itu tulisannya, di tulis pakai tinta merah. Tapi setelah beberapa hari papa cari tau dimana alamat itu, papa tidak menemukan apapun selain lahan kosong. Tidak ada petunjuk apa-apa lagi,"

"Itu jebakan. Bisa jadi orang itu sengaja buat mancing papa atas teror yang dia lakuin. Tapi.. selain di malam itu, ada kejadian apa lagi?"

"Di hari ke lima, orang rumah dapat kiriman paket yang tidak dikenal dari mana asalnya, tapi di kirim atas nama Sephora. Papa sempat memastikan lebih dulu sama Sephora apa dia memang sengaja kirim paket itu ke alamat rumah orang tuanya atau bagaimana. Dan ternyata dia tidak tau menau,"

"Apa isinya?"

"Kotak kecil warna putih, isinya cuman selembar kertas yang di lipat seperti surat. Lagi-lagi isinya sebuah alamat"

"Di mana?"

"Alamat rumah sakit Sephora."

Suasana nyaris menghening karena diantara dua orang ini tak ada satupun yang hendak berucap lagi. Benak mereka seakan membuat pola tersendiri atas teka-teki dari apa yang terjadi— yang disinyalir bisa saja menjurus pada sebuah ancaman.

Di teror katanya? Sangat tidak mungkin rasanya jika keluarga Primar memiliki musuh atas rasa ketidaksukaan seseorang kepada keluarga mereka. Keluarga yang semua anggota keluarganya berprofesi sebagai dokter itu sangatlah baik hati dan dermawan. Mereka terkenal akan hal baik tersebut.

DID WE MAKE IT : ?Where stories live. Discover now