[ 34 ] Menu : Dessert

195 35 26
                                    

Last chapter, enjoy ʚɞ










Tujuh tahun berikutnya..

"Ngelamunin apa?"

Sephora sontak mengerjap saat tiba-tiba saja suara Sagion terdengar tepat di telinga, mengagetkan. Lantas perempuan ini segera menutup majalah edisi terbaru yang menganggur di tangan karena waktu membacanya malah ia gunakan untuk melamun.

Berdehem pelan, Sephora tersenyum untuk suaminya yang kini ikut bergabung pada sofa di depan televisi. "Udah zoom meeting-nya?"

"Udah sayang, mangkanya aku cepet nyusul ke sini buat ketemu kamu yang lagi ngelamun,"

Senyumnya lagi-lagi tersungging, "baca majalah ini malah bikin aku inget sama masa-masa awal pernikahan kita. One of the most memorable moments in my life even though it hurts."

Dulu, sembari menunggu Sagion pulang, biasanya Sephora akan duduk di ruang tengah dengan membaca majalah edisi terbaru pada kursi tunggal yang mengayun di temani potongan apel hijau kesukaannya. Padahal kala itu kedatangan suaminya selalu menorehkan luka baru, tapi ia tetap setia menunggu walaupun penantiannya tak pernah sebanding dengan apa yang ia lakukan.

"Time flies so fast. Kalau aku punya kesempatan buat kembali ke masa lalu dan memperbaiki kesalahan aku, aku mau ada di masa saat aku pertama kali ketemu kamu, Sepho,"

"Maksudnya waktu kita ketemu di coffee shop?"

"Masih inget?"

"Waktu kamu telat satu jam karena pacaran dulu sama Natania, kan?"

"Ya?" Ia mengernyitkan dahi, "kamu tau Natania sebelum kita menikah?"

Sial keceplosan. Sephora cepat-cepat mengatupkan bibirnya. Otaknya kelabakan memikirkan apa alasan yang harus ia buat.

"Waktu kamu tiba-tiba menghilang di hari pernikahan kita. Kamu pikir aku ngga tau kalau sebenernya kamu ada di kamar lain buat cuddle sama Natania? You don't remember, do you?"

"Sepho..."

"What?" santainya, "itu kenapa aku bisa tau kalau kalian pasti udah ada hubungan jauh sebelum kita menikah."

Itu bukan alasan melainkan fakta baru yang Sephora beberkan. Selain tragedi di malam pertama, sebenarnya Sephora sudah lebih dulu mendapatkan luka pertamanya di hari pernikahan mereka yang di adakan di hotel.

Sedangkan dalam sudut pandang Sagion, lelaki itu tidak bisa menolak ajakan bejad tersebut. Pasalnya, si perempuan mengancam akan mengacaukan hari pernikahan jika keinginannya di tolak.

Tapi tenang saja, Sephora sudah melupakan kesakitannya sekarang, tentu.

Kini seluruh atensi si lelaki tertuju sepenuhnya pada perempuan yang malam ini merebangkan surai pendeknya. Tujuh tahun terakhir setelah memiliki anak, Sephora lebih suka potongan rambut sebahu rupanya.

"I'm sorry," ujar Sagion, satu tangannya menjulur; memegang bahu istrinya agar mereka lebih dekat. "Setiap kamu bahas masa lalu, aku selalu ngerasa bersalah atas semuanya. Jadi kaya yang aku bilang tadi, andai aku bisa kembali ke masa itu, aku mau perbaikin satu hal"

"Apa?"

"Nolak perjodohannya."

"Mind your saying, Sagion." tekannya. Matanya menyipit dengan kilatan tajam.

Sagion yang sadar akan tatapan tersebut segera menghela napas. "Sephora, kalau kita emang di takdirkan Tuhan buat hidup sama-sama dalam ikatan pernikahan, aku yakin gimana pun caranya kita pasti bakal dipersatukan. Entah sebelumnya aku sama perempuan lain atau kamu sama laki-laki lain, pasti kedepannya akan selalu ada cara supaya kita ketemu. Karena itu aku—"

DID WE MAKE IT : ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang