11. Nothing is Sincere

229 18 4
                                    

Guys, kalo kalian mau baca duluan sampe bab 30, kalian bisa akses di KaryaKarsa dan NihBuatJajan, ya.
Kalo mau baca di Wattpad, kalian cukup bersabar dan cuma kasih vote dan komen.

Kalo mau baca di Wattpad, kalian cukup bersabar dan cuma kasih vote dan komen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

𖥔 Happy reading 𖥔

••──── ⋆✦⋆ ────••

11. Nothing is Sincere

Zoia adalah tipe orang yang jarang marah karena bisa mengontrol kesabarannya. Namun saat ini kekesalannya sedang meletup-letup kepada Roan.

Tring! Tring!

Zoia mengabaikan ponselnya yang berdering sedari tadi karena Roan berusaha menguhubunginya lewat telepon dan pesan teks.

Selama ini Zoia selalu sabar ketika Roan membentaknya, mendominasi hubungan dengan sering memerintahnya, dan tidak lupa mengekangnya sehingga Zoia terkadang hidup menjadi orang lain.

Zoia bisa memahaminya karena kepribadian Roan memang begitu. Ia juga tidak keberatan dan tidak merasa tertindas karena Roan memiliki hak sebagai kekasihnya.

Namun, kali ini ia merasa sakit hati ketika Roan mengungkit rumah susun dan kehidupannya di masa lalu. Ia seperti melihat teman-teman di masa sekolahnya yang selalu menyinggung status ekonominya di diri Roan.

Memangnya salah hidup miskin? Padahal Zoia juga tidak mengajak mereka untuk ikut hidup miskin, kenapa mereka sangat membenci dan menjauhinya seperti yang alergi pada dirinya saja?

Zoia sekarang sadar jika tidak ada satu pun di dunia ini yang tulus mengenalnya dan menyayanginya kecuali ibunya, keluarga Bronson, dan ... Allen.

Bolehkah Zoia menyesal sudah memutuskan hubungan dengan Allen? Seharusnya saat itu ia tetap mempertahankan hubungan selagi Allen tidak meminta berpisah.

Seharusnya ia menghilangkan rasa takut kepada Allen dan segera menjelaskan semuanya. Jika Allen masih kecewa dan marah padanya, ia akan membujuk dan berusaha memperbaiki hubungan mereka sebaik mungkin.

Tapi itu hanya bisa dipikirkan oleh Zoia seumur hidup dan tidak bisa direalisasikan sampai kapan pun.

Hiks, hiks.

Rasa takut sialan!

Zoia terisak sambil menjambak rambut saking frustrasi dan menyesalnya terhadap rasa takutnya kepada Allen.

Zoia percaya sekarang jika marahnya orang sabar dan kecewanya orang tulus itu begitu menyeramkan. Buktinya adalah Allen.

***

Pagi hari sudah tiba. Suara deringan ponsel kembali terdengar yang lagi-lagi diabaikan si pemilik ponsel dari semalam.

Ponsel yang masih berdering itu, Zoia masukkan ke dalam satchel-nya kemudian ia keluar dari kamar untuk sarapan terlebih dahulu.

Prison [On going]Where stories live. Discover now