Mengalah Lebih Baik

3 1 0
                                    

Pakaian sudah ku kemas rapi dan ku susun sejak tadi malam dalam tas koper kecil berwarna merah karena siang ini aku akan pulang kampung. Aku sangat rindu  pada seseorang di sana yang kurasa juga selalu merindukan diriku. Tak puas rasanya aku mendengar suara dan melihat wajahnya hanya dari layar ponsel.saat aku sedang video call dengannya. Senang sekali rasanya melihat wajah dan senyumnya. Inilah sisi positif dari teknologi bagi orang yang ingin berkomunikasi jarak jauh dengan biaya yang terjangkau. Terbayang bila belum ada smart phone dan jaringan internet mungkin aku harus menunggu berhari-hari lamanya untuk mendapatkan kabar darinya sedangkan bila dua hari saja aku tidak mendengar suaranya di telpon aku selalu rindu dan bertanya  tentang bagaimana keadaanya di sana.

Tiba di pelabuhan aku segera membeli tiket kapal dan memesan kamar di kapal karena aku merasa lebih leluasa untuk tidur, sholat dan aktifitas lainnya tanpa repot harus menjaga barang-barang bawaanku ketika aku ingin berjalan keluar melihat pemandangan lautan yang biru nan indah. Jauhnya perjalanan yang harus kutempuh, menyeberangi lautan dan daratan ribuan kilometer jaraknya hanya demi dia, bagiku itu bukan masalah rasa letih di perjalanan selama dua hari dua malam jalan darat akan langsung hilang bilang sudah kupandang wajah dan senyumannya. Aku duduk bermenung di kursi sambil memandang laut lepas sementara angin terasa membelai wajah dan mempermainkan helai rambutku. Setelah puas aku kembali lagi ke kamarku untuk istirahat.

Tok! Tok! Tok! bunyi suara ketukan di pintu.
"Kak, kita sudah sampai di pelabuhan." Seseorang membangunkan diriku yang tertidur lelap dalam perjalanan.

"Oh! ya! Makasih udah bangunin." kataku sambil merapikan rambutku, rupanya aku tertidur cukup lama karena sudah pukul setengah dua belas malam. Sebelum  turun dari kapal aku memakai jaket serta kaos kaki karena angin di pelabuhan malam ini pasti dingin dan kencang. Benar saja di luar angin terasa bertambah dingin karena rintik hujan yang turun. Mobil travel sudah antri mencari penumpang dan dengan membaca bismillah aku pun langsung berangkat menuju kota yang terkenal padat dan ramai itu. Setengah perjalanan ...  saat jalan mulai berkelok berputar mendaki gunung ada rasa cemas di hatiku karena di sisi kiri adalah jurang dalam yang tertutup semak Semoga saja pak sopir tidak ikutan mengantuk seperti penumpang yang sudah mulai tertidur.

Lega rasanya saat mobil yang ditumpangi sudah memasuki area kota. Aku langsung minta diantar ke hotel untuk sekedar istirahat meluruskan kakiku yang sudah satu malaman hanya duduk di mobil. Setelah mandi dan sarapan saatnya nonton TV dan berbaring agar rasa penatku berkurang. Iseng-iseng ku buka handphoneku  dan aku tersenyum sendiri saat serial keluarga lucu kuputar.  Logat bicara dan kelucuan para pemerannya  membuatku merasa tak sendirian di kamar hotel menunggu jam bergerak hingga ke pukul tiga sore dimana aku harus pergi ke terminal bus antar kota. Andai saja uangku berlebih sudah kupilih naik pesawat.  Aku kembali mengemasi tas dan barang bawaanku untuk menuju ke terminal dengan mengendarai taxi online.

"Dek, tiket bisnisnya satu orang atas nama Dita ya." kataku pada petugas tiket begitu aku tiba di loket.

"Seratus delapan puluh ribu ya kak." jawabnya sambil menyerahkan tiket bus. Aku segera naik ke atas bus karena tertera waktu keberangkatan jam empat sore.

"Lima belas menit lagi busnya berangkat." Aku duduk di urutan tiga dari belakang sopir dan pastinya duduk dekat jendela. Beberapa menit kemudian dua orang penumpang naik dan duduk di kursi depan, dia adalah seorang ibu dan suaminya berusia sekitar enam puluh tahun lebih.

"Buk, apa semua barang bawaan kita tadi sudah masuk semua ke bus?" tanya suaminya.

"Tenang Pak, semua sudah ibuk urus. Jangan khawatir." jawab istrinya coba menenangkan suaminya.

"Oleh-oleh untuk cucu kita jangan sampai hilang ya buk." Suaminya kembali mengingatkan istrinya. 

"Iya Pak, semua ada di dalam tas."  jawab istrinya. Percakapan mereka tak terdengar lagi ketika suara musik dalam bus ini dinyalakan. Aku jadi terbayang ingin punya cinta sampai usia tua dimana  kasih sayang akan tetap langgeng walau pun rambut telah memutih dan tubuh ringkih di makan usia.  Aku memejamkan mata dan kubiarkan pikiranku bermain dengan angan seiring lagu sendu yang diputar oleh pak sopir. Aku selalu rindu saat seperti ini perjalanan dengan bus antar kota.

Sinar keemasan mulai muncul di ufuk timur membuat suasana  menjadi hangat. Aku melangkahkan kaki turun dari bus dan naik becak ke pelabuhan, setelah membeli tiket kapal aku langsung berjalan menyusuri lorong dermaga yang cukup jauh untuk sampai ke kapal.

"Demi seseorang yang aku sayang, betapa pun lelahnya aku untuk berjumpa dengannya itu tak akan kurasakan dan bagiku akan selalu indah. Di kapal tiket kelas ekonomi namun duduk di kelas VIP.

"Mama ...!" Aku memanggil mama dan melambaikan tanganku padanya. Mama berjalan ke arahku, kucium tangan mama ia memelukku kemudian mencium pipiku. 

"Dita rindu sama mama!" kataku dengan mata yang berkaca karena rasa rinduku saat kupandangi wajah mama yang tetap cantik

"Mama juga rindu sama anak mama. Ayo! Kita cari taxi." Mama membantu membawa tas kecilku sedangkan aku membawa tas koperku.

Berdua dengan mama  di senja yang indah ...

"Ma ... " Aku berbisik pelan seakan ingin bercerita  tentang isi hatiku karena aku rasa mama adalah orang yang tepat untuk berbagi cerita tanpa takut akan menghakimiku atau pun menjatuhkan ku sekali pun aku bersalah.

"Ada apa dit? Kamu seperti menyimpan sesuatu yang tidak sanggup kamu pecahkan sendiri."  kata mama sambil menyisir rambutku. Kapan lagi aku bermanja dengan mama seperti ini ...

"Dita bingung Ma, sekarang Dita sedang proses move on karena terpaksa menghilangkan rasa suka pada seseorang. Pura-pura mengacuhkannya dan tak membalas perhatiannya walau pun rasanya sulit membohongi perasaan sendiri Ma." kataku mulai curhat ke mama.

"Ma, Dita harus pilih yang mana Ma? Bertahan atau melupakannya?" Aku lalu menceritakan awal pertemuanku dengan seseorang hingga timbul rasa suka di antara kami dan juga berbagai persoalan serta perbedaan yang menjadi penghalangnya.

"Ada baiknya kamu mencoba untuk melupakannya karena akan ada banyak hati yang kecewa dan terluka." kata mama sambil menghela nafas panjang seakan ikut merasakan sulitnya pilihan yang harus kuambil.

"Itu berarti aku harus mengorbankan hati dan perasaanku sendiri Ma." Aku memandang wajah mama seakan mengharap agar mama memihak padaku.

"Iya Sayang... terlepas dari itu semua Mama mengerti perasaanmu dan senantiasa berdoa yang terbaik untukmu."

INDAH Where stories live. Discover now