Malam Minggu

5 1 0
                                    

"Rindu ... Mengapa kau datang hanya untuk pergi ..."
"Rindu ... Tak pernahkah sampai di hatimu?"
"Rindu. .. Masihkah ada dalam hatimu?"

Aku mendengarkan bait-bait puisi Chanel musikalisasi puisi yang biasanya kudengarkan saat akan istirahat tidur malam setelah mengerjakan aktifitas seharian yang membuatku perlu meredakan lelah. Kutarik selimut hingga dingin tak terasa karena hari ini hujan masih turun dengan derasnya. Untung tidak ada suara petir.

"Andaikan puisi itu adalah puisi darinya mungkin aku jadi tahu perasaannya kalau dia benar masih berharap atau tidak."  Aku jadi baper apalagi mendengar suara yang membacakan puisinya ehm. ...penuh penghayatan jadi baper beneran!"

"Tok! Tok! Tok! Dit ... ! Buka pintunya dong!" teriakan si Indri lebih keras terdengar daripada suara puisi yang kudengar di handphoneku.

"Iya, sebentar!" jawabku sambil beranjak dari tempat tidurku dan membuka pintu kamar.

"Ada apa teriak malam-malam? Ganggu orang mau tidur saja." Aku bertanya sambil menahan rasa kantuk.

"Aku boleh ya tidur di sini malam ini. Aku takut kalau ada hujan apalagi kalau ada petir, aku susah tidur!" Indri memohon agar diizinkan tidur di kamarku malam ini.

"Dasar penakut! ranjangku sempit. Kamu mau tidur di lantai? Tuh! Ambil kasur sama selimutnya di situ. kataku sambil menunjuk ke arah kasur dan selimut yang ada di dekat lemari. Kulihat Indri langsung ambil bantal, kasur, sprei dan selimut kemudian berbaring dan tak berapa lama ia tertidur nyenyak tapi justru aku yang tidak bisa tidur karena ternyata Indri tidur mendengkur dan sungguh sangat mengganggu! Ku tutup telingaku dengan bantal namun tetap terdengar. lagu yang  kudengarkan memakai headset juga percuma tak mampu mengalahkan suara dengkuran Indri. Ingin rasanya aku membangunkannya agar dia pindah dan tidur di kamarnya saja tapi aku tidak sampai hati melihatnya yang tertidur pulas dan sangat menikmati dunia mimpinya sementara aku terjaga hingga menjelang subuh.
Akhirnya aku tertidur juga karena tak sanggup lagi menahan rasa kantuk.

"Dit! Dita! Ayo! Bangun! sudah jam lima lewat. Sholat subuh dulu nanti kesiangan lho!" teriak Indri sambil menarik selimutku agar lekas bangun. Aku membuka mataku, perasaan baru saja tertidur dan ternyata sudah memasuki waktu sholat subuh. Aku berjalan menuju ke kamar mandi dan membasuh wajahku dengan air wudhu. Rasa dingin membuat rasa kantukku hilang. Setelah shalat subuh mataku kembali terasa berat dan sepertinya aku tidak bisa pergi ke kantor hari ini dalam kondisi mengantuk dan kelopak mata seperti mata panda karena begadang semalaman. Aku berbaring kembali di tempat tidur dan sejenak kemudian kembali terlena dalam buaian mimpi indah dalam tidur tanpa gangguan suara dengkuran seperti semalam.

"Ya ampun! Dita! Sudah jam berapa sekarang? Memangnya ini hari libur? Jam segini masih tidur, mau bolos kerja ya? tanya si Indri panjang seperti rel kereta api. Aku menarik bantal guling dan selimutku pura-pura tidak mendengar ocehannya.

Akhirnya Indri pergi ke kantor duluan dan aku tidur lagi ...

"Kriiing! Suara jam Beker terdengar bising di dekat kepalaku seketika membuat aku terbangun  karena berisiknya. Rupanya sebelum berangkat ke kantor Indri sengaja mengatur jam Beker agar berbunyi saat jam menunjukkan angka sepuluh pagi. Duduk di pinggir pembaringan seakan aku sangat menikmati hari ini tak ubahnya hari libur padahal hari ini adalah hari kerja dan beberapa kerjaan menunggu untuk diselesaikan. Kubuka tirai jendela yang membuat sinar mentari  menyeruak masuk menyinari seisi ruangan kamar. Langkahku terhenti di samping meja yang penuh dengan kertas, pena, laptop segelas air putih dan handphone yang sedari tadi berbunyi mengingatkan bahwa ada beberapa pesan yang masuk.

"Hari ini saya kurang fit jadi nggak masuk kantor."  Itu alasan yang kuberikan sebagai jawaban atas pertanyaan dari beberapa pesan singkat yang masuk. Namun dari semua pesan yang masuk tak ada satupun pesan dari Didi setelah semua rasa itu sirna harusnya aku sadar untuk tak lagi berharap semua akan kembali seperti dulu. Jangankan untuk bercerita seperti dulu memandang pun kini sudah tak boleh lagi. Kini bukan cuma asing tapi rasa ini juga harus sirna dari hati yang terkadang masih ingin menoleh ke belakang yang akhirnya hanya menghadirkan kesedihan.

"Tapi beneran deh! Hari ini aku benar-benar malas masuk kerja. Efek dari belum bisa move on kata orang. Harusnya ada cuti bagi staf yang sedang ada masalah asmara satu atau dua hari dirasa cukuplah untuk introspeksi diri untuk melupakan mantan dan cari tambatan hati baru.

"Dita, nanti malam temani aku ya?" ajak Indri yang sudah pulang dari kantor.

"Enggak ah! Aku lagi mager! Males gerak! Aku lagi malas kemana-mana In." Aku menolak ajakan Indri untuk menemaninya.

"Bener nih! Nggak mau? Aku baru dapat rezeki lumayan cukup buat traktir kita makan berdua di luar. Daripada malam Minggu sepi dan hanya membuat teringat mantan yang sudah move on duluan."

"Ok! Sebentar lagi aku bersiap-siap. Sekarang aku ingin mengetik tiga lembar draf novel yang sedang ku tulis dulu. Ok?" jawabku pada Indri agar dia berhenti menggangguku dengan bawelnya itu. Aku kembali mengetik dan menumpahkan semua imajinasi yang muncul kedalam tulisan di laptopku karena aku suka menulis.

Malam Minggu yang indah, aku berjalan berdua Indri menyusuri trotoar di sepanjang jalan ini mencari tempat makan yang dapat mengubah selera makan kami. Jalanan penuh dengan kendaraan yang hilir mudik, maklum suasana malam Minggu ya begini ini ramai kalau tidak turun hujan. Bagaimana kalau malam Minggu turun hujan. deras? Sudah pasti hanya duduk manis di rumah nonton televisi dan dengerin musik. Iya apa iya ...

"Kita makan di sini saja Dit! Nampaknya enak nih!" Indri menarik tanganku memasuki salah satu penjual makanan di pujasera yang ramai pengunjungnya. Setelah memesan makanan yang kami mau kami menikmati alunan musik yang diputar di pujasera ini. Lagu bernada cinta namun uniknya lagunya dari berbagai daerah di Indonesia. Aku menyukainya walau tidak semua lagu yang diputar dapat kupahami maknanya namun alunan musiknya sudah sanggup membuat seluruh pengunjung pujasera ini merasa terhibur.

Makannya sebentar tapi ngobrolnya yang lama ... Begitulah yang kami lakukan malam ini. Setelah menyantap makanan yang terhidang kami tak langsung pergi melainkan duduk bercerita sambil menikmati lagu yang membuat hati ceria dan melupakan kesedihan yang tersembunyi. Setelah puas menikmati malam Minggu ala kami berdua, kami kembali berjalan menyusuri trotoar dimana lampu taman pinggir jalan bersinar menghiasi jalan menambah keindahan malam Minggu ini.
















INDAH Where stories live. Discover now