ASING

5 1 0
                                    

Entah mengapa perjumpaan kembali dengannya siang itu masih membuat debaran jantungku jadi tak menentu, sesekali kulirik dia yang sedang sibuk bekerja walaupun aku tahu dia juga sesekali memandang kearahku dengan diam-diam. Sudah lama kami tak berjumpa ada rindu melihat canda dan tawanya seperti dulu sebagai sahabat awalnya, sebelum rasa yang aneh itu muncul. Akh! Kenyataannya tak seindah khayalan persahabatan jadi hancur saat rasa yang mulanya  biasa menjadi rasa suka, jatuh cinta dan akhirnya berpisah. Sungguh! Aku kecewa karena dia pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata sebagai perpisahan untuk seseorang yang masih menyimpan harapan, harapan cinta yang pernah ada. Saat itu  entah mengapa airmata bisa jatuh dipipiku.  Aku Menangis! Rasanya aku tidak percaya .. tak tahu kemana aku harus mengadu? ingin rasanya bertanya pada bulan sabit yang nampak tersenyum padaku kenapa semua ini bisa terjadi? Tahukah bagaimana rasanya patah hati ketika itu? Bagai ranting bunga yang sedang tumbuh kemudian tiba-tiba ia dipatahkan tanpa satu alasan yang jelas.  Hari  berlalu dilalui dalam sepi apalagi saat senja beranjak malam terasa bertambah sepi ... semakin tersiksa ketika rindu yang selalu datang mengetuk pintu hati tanpa diundang  dan selalu berhasil membawaku pada sebuah kecewa.

"Dita, maaf  kunci sepeda motormu kebawa sama aku. Bisa ke parkiran nggak ambil  kuncinya?" tiba-tiba Didi telepon dan bilang kalau kunci sepeda motorku terbawa olehnya saat dia tiba di parkiran setelah melihat saudara yang sedang dirawat di Rumah sakit. Aku bergegas ke parkiran dan kulihat dia sedang tersenyum dan kemudian meminta maaf atas kejadian itu.

"Kenapa cuma kuncinya yang ikut, motornya nggak? Atau yang punya ikut sekalian?" kataku sambil tertawa ketika sadar kunci sepeda motorku terbawa olehnya. 

"Ok. Aku pergi dulu." Dia pamit meninggalkan area parkir itu dengan senyumannya yang manis tapi ketika itu semua biasa saja karena rasa yang aneh itu belum ada dan tak pernah terlintas di pikiranku saat itu kalau pertemuan singkat itu akan menjadi awal  dari tak kenal menjadi kenal, dari tak suka menjadi suka . Suka? Apa iya aku suka sama dia? Aku tak pernah berpikir sejauh itu,  apalagi sampai berpikir dia juga akan menyukaiku. Rasanya nggak mungkin banget!

Tapi yang terjadi kebalikan dari dugaanku setelah pertemuan singkat itu aku jadi sering kepikiran dia. Aneh! Mana mungkin rasanya aku suka sama dia! Berulang kali aku mengingkarinya setiap kali  ingat dia sambil tersenyum sendiri.

"Rindu? Apakah ini yang dinamakan rindu?" tanyaku yang sering bertanya pada diriku sendiri  karena begitu banyak tanya yang belum kudapati jawabannya.

Bibir bisa saja berdusta berkata tidak dan mengingkarinya tapi hati ini berkata iya aku rindu dan jam dinding yang menjadi saksi saat mata sulit terpejam tapi ... kurasa bukan karena merindukannya tapi kurasa karena banyak nyamuknya malam itu. 

Lama waktu berlalu tanpa terasa setahun sudah terlewati rasa ini tetap menjadi misteri yang sulit ditebak dan dimengerti, apa dan mengapa? Aku tak tahu jawabannya yang kutahu tiba-tiba saja semua kenyataan yang ada sanggup menghadirkan luka  di tengah persahabatan kami yang membuat aku dan dia saling pergi menjauh menghindar agar semua rasa memudar dan hilang dengan sendirinya. Sama mencoba menepis semua rasa yang datang karena semua terasa sulit untuk diraih.

Kini, saat pertemuan yang tak disengaja ini memaksaku berada di tengah ramainya orang yang juga memiliki keperluan sama seperti diriku. Sesekali Ia memandangku aku berpura tak tahu walau pun sebenarnya sesekali aku juga mencuri pandang kearahnya. Seperti sinetron kIsah cinta anak SMA saja. Semuanya terasa lucu bagiku. Ingin rasanya aku tersenyum padanya seperti ketika pertama kali jumpa tapi seakan ada dinding yang tinggi yang kini jadi pemisah antara aku dan dia. Dia bagaikan orang asing di hadapanku, yah! Aku dan dia bagaikan dua orang asing yang tidak pernah saling kenal. Bicara seadanya tanpa banyak canda yang dulu terkadang banyak basa basinya, kini hanya say hello saja! Bagaikan orang yang kehabisan kata dan tak tahu bicara apa padahal dulu selalu saja banyak kata yang seakan tak pernah habis untuk dibicarakan. Inilah anehnya cinta, datang tanpa diundang dan pergi juga tak pernah pamit.

"Hai, apa kabar?" sapanya saat berjalan di sebelahku.

"Hai juga! jawabku singkat  Hanya itu! Ya ampun! Seasing inikah kita sekarang?" Dia terus berlalu dari sampingku ... hanya lewat saja seperti kataku tadi just say hello! Walau pun hanya sekedar ucapan apa kabar... aku harus menahan gemuruhnya perasaanku karena gugup lama tak berjumpa dengannya. Akhirnya aku sadar diri bila di antara kami telah tiada rasa itu jadi tak pantas rasanya membicarakan hal selain tentang pekerjaan. Aku segera melangkah pergi dari sana dari suasana kaku dimana aku merasa asing dan tak nyaman. 

"Berikutnya kita mohon kepada seseorang yang bernama Dita untuk naik ke pentas agar dapat menyanyikan sebuah lagu. Waktu dan tempat kami persilahkan." suara MC yang menyebut namaku disebuah acara pernikahan membuat aku sedikit grogi, maklum aku tidak biasa nyanyi di atas panggung dan di depan banyak orang. Biasanya aku hanya menyanyi dalam hati ... Aku memberanikan naik ke atas panggung. Aku tak tahu lagu mana yang akan kupilih   lagu pop ataukah dangdut? Jujur, dua duanya aku nggak bisa tapi karena sudah tanggung malu karena sudah berdiri sambil memegang mic aku jadi pantang turun dari panggung sebelum nyanyi satu atau ... setengah lagu pun bolehlah.  Setelah membuka pilihan lembaran syair dari beberapa lagu aku pilih lagu dangdut saja dengan judul "Sebuah Nama". Puluhan pasang mata memandang kearahku  dan aku pun mulai bernyanyi satu ..., dua ..., tiga! 

"Sebuah nama terukir dihatiku ....." Aku bernyanyi dengan perasaan seperti seorang kontestan audisi lagu dangdut dan lagu itu aku tujukan buat seseorang semoga dia bisa dengar! Terdengar beberapa tepukan tangan dari penonton di bawah sana serasa artis yang baru saja menyanyikan sebuah lagu permintaan dari fansnya.

"Terima kasih untuk Dita dengan suara merdunya yang telah menyumbangkan sebuah lagu berjudul "Sebuah Nama". 

Ada untungnya juga hobby dengerin musik jadi aku nggak malu-maluin banget di atas panggung tadi.

Beberapa kali aku menguap tanda sudah mengantuk berat tapi film berjudul "Titanic" belum juga selesai walau pun sudah pernah ku tonton sebelumnya.

Bagaimana? Mungkinkah Dita akan berbaikan kembali dengan Didi atau justru akan semakin menjauh?

Tunggu kelanjutan ceritanya di bab berikutnya dan kalau kalian suka jalan ceritanya kalian bisa vote agar kisah ini terus berlanjut. Terima kasih.

INDAH Where stories live. Discover now