Lambaian Tangan Perpisahan

8 1 0
                                    

Pemandangan dari jendela saat pesawat tinggal landas membuat hatiku benar-benar dilebur sedih melihat kota dengan kenangan dimana aku menemukan cinta di indah binar matanya yang telah bersemi selama satu tahun ini. Walau aku tau dia ada di depanku.

Saat turun dari pesawat, aku menunggu Didi turun lebih dulu tapi yang agak merepotkan adalah saat mengambil koperku yang keluar dari bagasi. Aku memilih berjauhan dengannya dan setelah kudapatkan koperku secepatnya aku melangkah menuju ke petugas check in untuk penerbangan berikutnya sebelum dia melihatku!

"Mau pergi kemana?" tanya seseorang padaku sambil menahan laju roda tas koper yang kutarik! Suara itu ... Suara Didi! Aku menoleh  kearah suara di belakangku. Kudapati sepasang matanya yang menatapku dengan tajam penuh tanya, tak sedikitpun senyuman di bibirnya seperti biasa bila kami bertemu.

"Maaf! Aku tak ada waktu untuk bicara, aku sedang buru-buru!" ucapku dan debar hatiku terasa lebih keras saat aku tahu Didi ada di belakangku.

"Kenapa pergi diam-diam? Tanpa bicara padaku, yakin akan tinggalkan Aku? Dan sanggup lupakan Aku?" tanya Didi sambil tetap menahan koper di tanganku hingga kami berhadapan langsung, dapat kutatap kedua matanya yang balas menatapku seakan ingin menembus ke relung hatiku yang paling dalam.

"Percuma saja! Ada atau tidak ada aku di dekatmu sama saja! Sudah ada gadis itu di samping kamu." jawabku sambil berjalan pelan Didi juga berjalan di sebelahku. Didi tertawa saat aku menyinggung tentang gadis itu. Petugas tiket memeriksa semua tiket dan identitasku serta dokumen lain setelah itu aku menunggu lagi di ruang tunggu pintu delapan.

"Ternyata Aku berhasil!" Didi tertawa kembali. Aku tak mengerti entah apanya yang lucu!

"Apanya yang lucu?'  tanyaku sedikit  kesal mendengar Didi yang masih tertawa.

"Aku tertawa karena telah berhasil membuatmu cemburu!" sambung Didi seakan merasa menang.

"Apa maksudnya? Kamu sengaja buat Aku cemburu, untuk apa?" tanyaku dengan wajah cemberut.

"Kalau cemburu itu berarti cinta, dan itu artinya kamu cinta padaku. .. Iya Kan." Didi semakin yakin kalau aku memang jatuh cinta padanya.

"Lalu siapa gadis itu yang tadi bersamamu di bandara? Tunanganmu?Kalian tampak mesra, jangan bilang dia cuma teman! Itu sulit ku percaya!" Aku tak suka cara Didi memperlakukan gadis itu seperti yang dia lakukan, bagaimana kalau ternyata gadis itu benar menyimpan hati dan jatuh cinta pada Didi walaupun maksudnya hanya untuk membuatku cemburu. 

"Diberitahukan kepada seluruh penumpang pesawat dengan nomor penerbangan citilink QG 78 ... tujuan Yogyakarta dengan jadwal keberangkatan pukul tiga belas empat puluh lima menit harap segera naik ke pesawat melalui pintu delapan, terima kasih." Terdengar pemberitahuan untuk seluruh penumpang tujuan Yogyakarta sesuai dengan maskapai dan jadwal penerbangan yang tertera di tiketku. Aku berdiri dan mendekati Didi yang kemudian menggenggam erat jemariku seperti tak ingin ia lepaskan dengan tatapan  penuh kecemasan!  Mungkinkah hati kami akan tetap dekat dan saling merindu dikala kami terpisah jarak yang begitu jauh.

"Jangan lupa berkirim kabar padaku karena aku tak ingin kamu menghilang tanpa kabar." Bisik Didi ketika melepaskan jemariku saat mengantarku hingga depan petugas yang sedari tadi melihat kami berdua masih asyik bercerita.

Tanpa malu Didi mencium tanganku dengan penuh perasaan dan itu dapat kurasakan getarannya hingga ke hatiku.

"Hati-hati di jalan. Baik-baik di sana Sayang ...". Bisik Didi kembali.

Aku tersenyum mendengar kata-katanya yang mirip dengan syair lagu grup band Wali.

"Sampai bertemu lagi Sayang ..."

Baru kali ini dirinya kembali kupanggil sayang sejak hubungan kami dulu putus. Kenapa aku jadi romantis begini ya? Biasanya kami cuek dan gengsi untuk menampakkan rasa cinta yang ada di hati. Aku berjalan menuju ke pintu pesawat sambil terus memandang ke arah Didi yang juga masih mengiringiku dengan tatapan dan lambaian tangannya tanda perpisahan ini ...

Duduk di kursi pinggir jendela aku masih mencoba mencari sosok Didi yang akan segera hilang dari pandanganku. Tangisku tersembunyi di sudut hati paling dalam.

Selama di pesawat aku melamun hingga ...

" Didi? Benarkah ini dia?" tanyaku dalam hati saat aku melihat seorang laki-laki yang duduk di sebelahku dan tersenyum melihatku

"Maaf Neng! Ada apa ya? Tanyanya saat aku kembali melihat kearahnya.

Hah! Tiba-tiba pertanyaan itu menyadarkan diriku  kalau dia bukanlah Didi! Bangun Dita! Jangan mimpi di sore hari, sebentar lagi sudah sampai di Yogya!

Perjalanan yang cukup melelahkan ...

Setelah sampai di bandara Yogyakarta Aku segera memesan Taxi sesuai tempat yang akan kutuju.  Satu setengah jam kemudian aku telah sampai di kantor cabang dan mess karyawan tersedia di sana sehingga aku tidak perlu repot mencari rumah kos lagi. Setelah lapor dan membereskan 
semua barangku aku beristirahat karena badanku terasa capek sekali dan esok hari aku sudah harus masuk kerja.

Duduk di teras depan kamar lantai dua, aku memandang ramai dan banyaknya cahaya lampu dari perumahan dan kendaraan yang hilir mudik kesana kemari. Aku merasa masih asing di sini dan harus beradaptasi lagi tidak hanya dengan bahasa, adat istiadatnya dan orang baru yang ada di sekitarku. Satu lagi harus membiasakan diri tanpa hadirnya Didi yang biasanya datang dan menggodaku hingga aku marah.

"Lagi ngapain ya si Didi jam segini? Mungkin dia lagi main game padahal aku sudah bilang untuk mengurangi kebiasaan main game onlinenya karena aku merasa sering dicuekin kalau dia lagi asyik main game. Aku coba langsung meneleponnya.

"Ayo dong Di! Diangkat handphonenya!" bisikku dalam hati.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi." Kuulangi sekali lagi namun tetap sama. Baru sebentar kita berjauhan sinyal telepon selularnya sudah hilang timbul, aku jadi khawatir kalau sampai sinyal cinta dan rindunya juga tak sampai kemari, di sini di Yogyakarta ...

INDAH Where stories live. Discover now