Tidak Ditakdirkan Bersama Hanya Sekedar Singgah

6 1 0
                                    

Rasa hatiku dingin mendengar kata manis yang diucapkan Didi mungkin karena aku mulai menyadari kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Tidak ditakdirkan untuk bersama tapi hanya sekedar singgah!

Menyakitkan memang!

Sudah saatnya aku harus memikirkan perasaanku sendiri yang kini enggan melangkah menuju ke arahnya.

Itu adalah goresan kata dalam diary biru, besti yang selalu setia menampung semua keluh kesah ku.

pagi itu ...
Acara pembagian santunan dari perusahaan dan mitra kerja yang lain sudah dimulai. Undangan pun sudah tampak hadir, anak yatim dan piatu dengan paket pemberian seragam, perlengkapan sekolah dan sejumlah uang diwakili oleh pimpinan perusahaan hingga acara berakhir jam dua belas siang.

Aku pun bergegas melangkah pulang dan memacu laju sepeda motorku dengan cepat, namun tiba di simpang jalan ban sepeda motorku kempes dan aku tidak bisa meneruskan perjalanan pulang ke rumah. Setelah parkir di pinggir aku berjalan mencari tukang tambal ban di tengah ramainya kendaraan di jalan ini.

"Tukang Tambal Ban Sehati" Mataku tertuju pada sebuah papan nama tukang tambal ban yang tidak jauh dari tempatku berdiri.

Kulihat seorang laki-laki duduk sambil membersihkan ban sepeda motor yang nampaknya juga sedang ia tambal.

"Permisi Bang, bisa tambal ban sepeda motor saya? Tadi bocor karena tertusuk paku sepertinya." kataku padanya.

"Oh! Ya bisa Mbak."

Penambal ban itu segera bergerak cepat dengan membuka ban dalamnya ternyata ada dua lubang di sana. Pantas saja cepat sekali kempes bannya.

"Tapi agak lama ya Mbak, karena ada dua  bocornya." sambungnya lagi.

" Iya! Tidak mengapa!"

Aku sedikit gugup ketika aku tidak mendapati dompetku di dalam tasku dan tidak juga selembar uang pun dalam kantong bajuku. Aduuhh!! Aku sungguh bingung mengatakan pada abang penambal ban itu. Aku takut dibilang modus dan berpura-pura nggak bawa uang biar nggak bayar! Perlahan berjalan mendekatinya dengan ragu.

"Ehm ...! Maaf Bang tapi Saya tidak punya uang buat bayarnya. Hutang dulu bisa? Ujarku memberanikan diri. Terbayang pasti dia akan marah mendengar ucapanku.

Dugaanku meleset tukang tambal ban itu rela tidak dibayar hingga akupun bisa tersenyum lega sambil berkata terima kasih!

PAGI ITU SAAT BURU-BURU MASUK KANTOR ...

"Bu Dita, ada yang nungguin dari tadi Bu." kata bu Irah office girl yang sedang mengelap kaca.

"Siapa bu, Cewek atau cowok?

"Cowok Bu, ganteng orangnya. Saya aja naksir Bu, kalau ibu Dita nggak suka buat saya aja Bu." kata bu Irah bercanda menggodaku.

"Ih! Apaan sih ... Bu Irah. Kalau orangnya denger bisa-bisa dia ke GR an ... "  kataku pada bu Irah sambil tersenyum.

Aku jadi penasaran, siapa yang mau jumpa denganku pagi hari seperti ini. Perasaan aku tidak punya janji, atau ada orang yang mau nagih hutang ya? Aku juga sepertinya tidak punya hutang. Jadi siapa dia ...?

Akhirnya kubuka pintu ruanganku kata bu Irah seseorang yang ingin berjumpa denganku itu sudah berada di dalam.

Sepasang mataku mendapati seorang pria yang sedang berdiri membelakangiku. Sepertinya ia asyik memandang pemandangan melalui dinding kaca hingga laut indah nan biru di sana dapat terlihat jelas. Pria itu memakai kemeja berwarna abu-abu dengan celana senada dan sepatu berwarna hitam.

Hatiku berdebar entah karena bahagia, rindu atau justru karena rasa gugup yang seketika muncul ketika kuketahui siapa pria itu.

Apakah benar ia tak menyadari kehadiranku atau dia hanya berpura-pura saja? Kuputuskan untuk berbalik badan dan membuka pintu dengan  perlahan agar tidak menimbulkan suara.

"Mau kemana Dita? Pergi begitu saja tanpa mempersilahkan aku duduk yang sudah jauh-jauh kemari dari kota tempat tinggal ku hanya untuk menemuimu?" Suara pria itu menghentikan langkahku yang berniat meninggalkannya diam-diam. Aku merasa terciduk karena memang tadi aku berniat pergi dari sini.

"Aku cuma mau pesan sama bu Irah agar ia membuatkan secangkir teh panas untukku dan secangkir kopi panas buatmu. Oh! Ya, Silahkan duduk." jawabku sambil tersenyum mencoba bersikap biasa saja walaupun sebenarnya aku merasa serba salah!

Didi mengambil posisi duduk di dekatku sambil memandangku dengan sorot matanya yang sanggup membuat hatiku berdebar tak menentu seperti biasanya kemudian ia tersenyum manis. 

"Tenang Dit! Jangan perlihatkan grogi dan salah tingkahmu di depan dia." bisik hatiku sambil menarik nafas agar debar hatiku kembali normal.

Tak lama kemudian Bu Irah datang dan masuk ke ruangan meletak secangkir teh dan kopi dimeja   dan permisi pergi.

"Bu Irah, di sini saja dulu temenin saya ya. Nggak enak kalau Kami hanya berdua saja di ruangan nanti banyak gosip yang bikin panas telinga." 

Bu Irah tak berani menolaknya walaupun dengan rasa segan dia duduk sambil menonton televisi.

"Kenapa Kamu harus pakai bodyguard segala, memangnya aku bakal menculik Kamu?" tanya Didi berbisik.

"Iya, aku takut kalau berduaan saja sama kamu, ntar ada syetan." 

"Pulang kerja, jalan yuk!" Ajak didi.

"Kemana?"

"Terserah, Kamu lebih tahu daerah sini, Aku cuma pendatang."

"Baiklah nanti setelah jam kantor Aku akan ajak Kamu jalan-jalan tapi sekarang Aku kerja dulu."  kataku sambil berjalan menuju meja kerja dan menyalakan laptopku sementara Didi duduk sambil memainkan handphonenya. Bu Irah nampak gelisah dan akhirnya permisi keluar dengan alasan menyelesaikan pekerjaannya yang lain.

Jujur aku tidak bisa fokus dengan pekerjaanku karena kehadiran Didi di depanku.

Handphone Didi berdering dengan berisik! Saat dia pergi ke toilet. Berdering hingga tiga kali!

Terlihat nama panggilan masuk di layar HP Didi "Ayang  2"

"Ternyata dia bohong!”  Ayang 2, berarti ayang nya ada 2. Ayang 1 nya siapa?

Wajahku berubah jadi cemberut ketika Didi kembali ke ruangan kerjaku.

"Maaf Di, rencana jalan kita sore ini batal karena aku ada tugas tambahan dan aku harus lembur. Kamu pulang saja sekarang." Ujarku dengan nada dingin sementara Didi menatapku tak mengerti melihat perubahan sikapku.



INDAH Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon