Buat Ku Pusing

5 1 0
                                    

Aku tersenyum lihat chat yang dikirim Didi. Dia bisa jadi sahabat yang menyenangkan dan bisa juga bersikap manis lebih dari seorang teman, sebagai kekasih? Benarkah? Aku tak yakin itu walaupun dia sudah menyatakan cintanya namun lagi-lagi aku menolaknya karena perbedaan yang sulit kujelaskan.

Tak berapa lama aku melihat status Didi yang memposting seorang gadis cantik dengan senyumannya yang manis dan tertulis di sana "Kesayangan" dengan gambar hati berwarna merah." Gadis yang pernah kujumpai di taman kota tempo hari yang memintaku untuk menjauhi Didi. Ada rasa yang sulit ku terima yaitu rasa sakit di hatiku. Lebih sakit karena aku tahu Didi sengaja lakukan itu!

Untuk apa? Apa yang ia inginkan? Kesedihanku? luka dan tangisku kah yang dia inginkan? Rasanya meriang ku kian bertambah dengan apa yang kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Kucoba menepis cemburu yang hadir di hatiku dan memahami bahwa aku bukan siapa-siapa baginya! Tak lama berselang Didi menghapus status di media sosialnya namun aku sudah terlanjur melihatnya dan aku yakin memang itu yang ia mau! Agar aku melihatnya!

"Indri, bisa kita jumpa ditempat biasa? Aku tunggu kamu di tempat biasa jam setengah delapan malam." kataku pada Indri via telepon dengan perasaan campur aduk antara sedih dan kecewa!

Aku memaksakan diri untuk bertemu Indri walaupun aku masih meriang dan tak enak badan. Sejak aku pindah tempat kerja dan rumah kos memang aku jarang berjumpa dengan Indri kangen juga dengar suaranya yang bising dan bawel itu.

Jam setengah delapan malam lebih dua menit ...

Aku duduk sendiri di sebuah kafe dengan sajian lagu-lagu nostalgia dan zaman now sesuai request pengunjung kafe ini. Biasanya kalau lagi galau merana aku mengajak Indri kemari dan tak pernah dengan yang lain, termasuk Didi. Tak berapa lama Indri muncul juga dan langsung duduk di dekatku. Dia terlihat cantik dengan baju berwarna biru yang dikenakannya.

"Ada apa? Biasanya kalau kamu ajak aku kemari kalau nggak patah hati, lagi galau dan merana! Yah! Gitu deh!" Indri hanya tersenyum kepadaku yang hanya tersenyum kecut!

"Enggak In, aku cuma kangen sama kamu sudah lama kita nggak kemari." jawabku santai. Aku memesan kopi hitam kesukaanku dan kopi cappucino pesanan Indri.

"Gimana kabarmu sekarang? Sepertinya Kamu tambah happy tanpa aku ya." sambungku sambil mencoba bercanda melupakan kegundahanku.

"Iya dong! Kamu sendiri gimana? Kamu dan Didi juga baik-baik saja, Kan?" Indri bertanya tentang hubunganku dengan Didi.

"Kami baik-baik saja, hanya saja dia lagi sibuk dengan pekerjaannya dan aku tidak mau mengganggunya." jawabku menutupi apa yang sebenarnya terjadi padahal aku kemari juga untuk mencari kesibukan agar aku tidak terlalu berharap akan kehadirannya.

Tiba-tiba suara HP Indri berdering dan ia pun tersenyum.

"Hai! Aku lagi di kafe "Tanggal Muda" iya betul kalau tanggal muda saja kami kemari ha ha ha!" Indri tertawa dan nampaknya ia sangat senang sekali ketika mendapatkan telepon dari seseorang, mungkin pacarnya.

"Siapa? Seneng banget, pacarmu ya?" tanyaku kepo.

"Iya! Dia lagi jalan dekat sini sama temannya jadi aku ajak dia kemari. Nggak apa ya Dit!" Indri berkata sambil memegang tanganku.

"Iya! Aku tidak apa-apa, silahkan saja pacarmu dan temannya gabung dengan kita." Aku mengaduk kopi didalam gelas. Andai ada Didi di sini pasti suasananya jadi lain lebih berwarna dan ceria. Tak berselang lama ada dua orang laki-laki masuk dengan tubuh tinggi yang satu berkulit putih dan satunya hitam manis tersenyum pada Indri kemudian berjalan menuju kearah meja tempat kami duduk.

"Kenalkan, ini Doni pacar aku ini temannya Aldo." Indri memperkenalkan mereka padaku. Aku pun tersenyum sambil menyebut namaku.

"Kamu lagi dimana? Kenapa Handphonemu dari tadi tidak bisa dihubungi?" Aku membaca pesan yang dikirim Didi. Memang handphoneku baru saja aku aktifkan.

"Aku lagi di luar bareng teman aku dan handphoneku tadi lagi lowbatt jadi tidak aktif." Aku membalas pesan Didi seperti biasa tanpa memperlihatkan rasa cemburu yang sedang mengusikku.

"Di mana? Biar pulangnya kujemput." kata Didi seperti tak merasakan ada sesuatu yang membuatku sedih.

"Tidak usah Di! Aku belum tahu jam berapa aku pulang. Mungkin aku diantar sama temanku nanti." kataku menolak halus tawaran Didi untuk jemput aku. Sorry ya Di, malam ini aku nggak bisa bareng kamu ...

"Eh! Dita! Kamu jangan cuekin kita dong! Dari tadi sibuk balas chat terus. .." ujar Indri membuatku menutup chatku dengan Didi.

"Sabtu Malam kusendiri. Tiada temanku lagi ...

Suara penyanyi kafe ini menyanyikan sebuah lagu lama nan sendu namun cukup asyik untuk dinikmati. Lagunya dan syairnya sepertinya pas dengan suasana yang kualami sekarang, sendiri lagi...

Setelah asyik bercerita dengan Indri, Doni dan Aldo akhirnya kami pulang karena malam sudah semakin larut. Aku menolak diantar sama Indri, Doni dan Aldo karena aku ingin menikmati malam ini dengan berjalan kaki karena cahaya bintang di langit begitu indah tapi baru dua puluh menit aku berjalan di trotoar rasanya kepalaku sudah pusing dan aku merasakan semuanya terasa berputar, gelap! Dan aku tak ingat apa-apa lagi!

Saat membuka mata aku memandang seraut wajah yang berada di dekatku. Aku mencoba untuk mengenalinya. Didi? Ia sedang duduk di kursi tepat di sebelah ranjang tempat aku berbaring.

"Dimana ini? Kenapa aku bisa ada di sini?" tanyaku pada Didi tak mengerti dan mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi.

"Tadi aku menelepon kamu mau menanyakan sudah pulang atau belum tapi yang angkat telepon seorang wanita yang memberitahu bahwa kamu ada di sini, katanya kamu pingsan tak sadarkan diri.' Didi bercerita bagaimana awalnya hingga dia bisa sampai di sini.

"Aku sudah bisa balik ke rumah sekarang Di, aku sudah sembuh!. Tolong bilang sama dokternya." pintaku pada Didi dan beranjak turun dari tempat tidur.

"Kita tanya dokter dulu Dit!" Larang Didi.

Mengapa selalu kamu yang ada di dekatku? Semakin aku menjauhimu, kamu semakin dekat!

Awalnya dokter menyarankan untuk rawat inap khawatir kalau keadaanku drop lagi tapi aku berkeras ingin istirahat di rumah saja. Setelah mendapat izin dari dokter yang kemudian memberikan obat rawat jalan, Didi mengantarku pulang dengan sepeda motornya kali ini aku terpaksa memeluknya dengan erat agar tidak terjatuh karena kurasakan tubuhku masih lemah!.

Sampai di rumah ... Didi memapah tubuhku hingga ke dalam rumah. Aku berbaring di tempat tidur setelah minum obat yang diberikan dokter tadi.

"Maaf! Sudah buat kamu repot." bisikku pelan.

"Tidak perlu minta maaf. Minta traktir saja nanti kalau sudah sembuh!' Canda Didi padaku membuatku tersenyum bahagia sambil menahan rasa pusing.

INDAH Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu