Ketika Dia Bilang "Jangan Pergi!"

4 1 0
                                    

Aku menikmati nasi goreng panas dan nikmat yang terhidang di depanku. Kulihat Indri telah lebih dulu menyantap nasi goreng pesanannya. 

"Dita, perasaan yang aku pesan tadi mie goreng  kenapa yang datang nasi goreng ya?" kata Indri sambil mengingat apa pesanannya pada pelayan tadi.

"Sudahlah ... Sudah terlanjur dimakan nih! Kan sama-sama digoreng." Aku dan Indri meneruskan acara makan tanpa komplain atas makanan berbeda dengan pesanan.  Selera makanku  jadi berkurang beberapa hari ini tanpa kutahu sebab pastinya. Mungkin berat badanku sudah turun lagi dan program naik berat badanku bisa gagal karena nggak selera makan.

"Kamu harus banyak makan Dita biar wajahmu nggak tirus, kamu nggak cantik kalau kurus!" kata Indri memberi semangat padaku.

"Memang ada yang bilang aku cantik selama ini?" Aku balik bertanya dan tersenyum  datar. 

"Nggak ada, paling pacarmu aja yang bilang kamu cantik, hi hi hi." jawab Indri cekikikan.  Senang sekali dengan pernyataannya bahwa aku tidak cantik! Kadang jawaban Indri masuk akal juga ya.

"Tak lama kemudian kami pulang ke rumah setelah membayar tagihannya di kasir.

Siang itu ...

Aku mempersiapkan pakaian dan perlengkapan yang akan ku bawa dalam perjalanan ke kota yang terkenal dengan ikon jembatannya yang unik dan cantik serta makanan khasnya yang buatku selalu kangen pulang kampung.

"Mau kemana Dit? Sudah beres-beres, mau ke luar kota ya?" Indri bertanya padaku saat melihatku memasukkan pakaian ke dalam koper kecil.

"Iya insyaAllah aku akan izin beberapa hari untuk melihat nenek dan saudaraku di sana." jawabku sembari menyisir rambutku di depan cermin, kenapa tambah susah nih rambut disisir! Perasaan sudah diberi minyak rambut urang-aring biar jadi lembut dan gampang disisir. Resiko rambut brekele ... tapi jujur aku jadi merasa jadi cantik karena rambut brekele ini. Aku tersenyum sendiri membayangkan cantik seperti khayalanku.

"Kenapa senyum sendiri? Bayangin apa ayo?' tanya Indri mau tahu aja.

"Membayangkan saat dia bilang aku cantik! Rasanya seperti melayang di udara dan jadi tambah sayang sama dia ..."  Wajahku jadi memerah teringat ucapannya kala itu.

"Oh!Ya sama siapa kamu pergi Dit? Indri bertanya karena penasaran siapa yang akan menemaniku dalam perjalanan ke sana.

"Sendiri. Memangnya kenapa? Mau ikut denganku?" Aku menawarkan ajakan pada Indri kalau ia berminat ikut.

"Enggak Dit! Aku nggak punya duit untuk ongkos ke sana." Ujar Indri menolak ajakkanku.

"Sebenarnya selain mengunjungi nenek dan keluarga di sana aku mau reuni dengan beberapa sahabat dekat semasa di SMA." sambungku lagi.

"Pasti ketemu mantan pacar SMA mu kan? Awas! Ntar CLBK lagi!" komentar Indri.

"Akh! Kamu ada-ada aja In!" Aku berlalu meninggalkan Indri sendiri menuju ke dapur. Ketika aku balik lagi ke kamar Indri langsung bercerita.

"Tadi aku nggak sengaja melihat album foto yang terletak di meja dekat tempat tidurmu. Ada beberapa fotomu bersama orang tuamu adik dan keluargamu , ehm ...! Tapi aku penasaran dengan foto seorang cowok berseragam SMA dengan tulisan First Love dan gambar hati berwarna merah. Apa ini cinta pertamamu Dit? 

"Kalau boleh tanya siapa cinta pertama kamu Dita?" Tanya Indri dan aku merasa aneh dengan pertanyaan Indri yang tiba-tiba saja menjurus ke cinta pertama. Aku cuma mengangguk dan tersenyum enggan membahasnya karena semua itu sudah berlalu.

Aku tidak langsubg menjawab pertanyaan Indri tapi justru membawa dua bungkus nasi dan ayam goreng yang kubeli saat pulang kerja tadi. Kuajak Indri untuk makan bersama kebetulan tadi aku beli dua porsi.

Sambil makan Indri tetap mengajakku ngobrol seputar perjalananku cinta pertama di bangku SMA.

"Kenapa kamu nggak mau cerita padaku? Siapa namanya?" Aku sedikit terganggu dengan pertanyaan Indri namun karena dia sahabatku baiklah! Akan aku ceritakan!

"Dia seorang cowok yang menurutku sangat tampan ketika itu, ketika pertama kali aku dan dia saling memendam rasa namun sepertinya dia tidak punya keberanian untuk bicara terus terang tentang perasaannya hanya sinar mata tidak bisa berdusta kalau kami saling jatuh cinta. Sudah selesai... hanya sebatas itu saja dan rasa itu sudah lama hilang dari hatiku." jawabku panjang lebar.

"Hm... Bagaimana kalau dia dibandingkan dengan Didi?" sambung Indri. Nampaknya semakin kepo si Indri mengulik cerita lalu ini.

"Saat ini hanya Didi di hatiku. Semua cinta yang pernah hadir sebelum Didi hadir sudah tiada arti karena sudah tak bertempat di hatiku lagi, tiada yang yang lain selain dia walaupun sebenarnya yang lebih tampan banyak di luar sana namun yang mencintai diriku dan menerimaku apa adanya cuma dia ...

Aku menjawab serius mencoba meyakinkan Indri walaupun dalam hati aku bertanya sendiri  Apa iya dia juga masih mencintaiku? Mana buktinya?

"Sudahlah In, aku berangkat dulu ya. Aku naik pesawat dan sekarang aku harus ke bandara untuk check in tiket keberangkatan. Tolong pesankan taxi online karena aku takut telat ke bandara. 

Indri mengantarku hingga ke mobil dan aku melambaikan tangan ke arah Indri saat mobil mulai berputar menuju bandara. Selama di dalam mobil aku memegang handphoneku berharap ada dering telepon atau pun pesan masuk dari Didi sekedar berbagi kabar tapi nyatanya tidak ada! Apa dia tidak takut bila seseorang hadir merebut cinta dan perhatianku darinya? Sudahlah! Nanti saja kupikirkan semua tentang dia sekarang aku fokus dengan keberangkatanku. Aku turun dari taxi saat tiba di bandara, membayar ongkosnya, mengambil koperku dan berjalan cepat menuju ke petugas check in tapi langkahku terhenti saat tanganku seperti ada yang menahannya! Aku menoleh, kulihat seseorang menggenggam dengan erat pergelangan tanganku! Siapa sih berani sekali dia pegang tanganku! Nggak tahu apa aku lagi buru-buru! Aku jadi pengen ngomel apalagi terasa semakin erat genggamannya!

"Hei! Jangan macem-macem ya! Ngapain sih pegang tangan a ... ku?" Suaraku yang tadinya mau marah langsung datar ketika tahu siapa yang sedang menggenggam tanganku. Didi? Ngapain dia kemari? Sejumlah tanya bermain di kepalaku saat aku menatapnya.

"Kumohon jangan pergi! Kamu boleh marah dan kecewa padaku tapi jangan pergi!" pinta Didi padaku. Aku mencubit pipiku. Sakit! Ternyata ini nyata dan bukan mimpi! 

"Aku sudah beli tiket! dan tiketnya bisa hangus bila aku tidak jadi berangkat Di. Kamu mau ganti uang tiketnya?" kataku memberi pengertian pada Didi.

"Ya! Nanti aku akan ganti uang tiketnya! Asalkan kamu jangan berangkat!" Aku berpikir sejenak mendengar permintaan Didi.

"Ehm ... Tapi tiketnya dua karena dua kali penerbangan. Gimana?" tanyaku mencoba menguji dan meyakinkan Didi. 

Menurut kalian Didi setuju atau nggak ya?

 

















INDAH Where stories live. Discover now