Sudah WFH Kerjaan Belum Juga Selesai

7 1 0
                                    


"Biarin aja Didi menghilang, kehidupan akan terus  berjalan, nggak boleh sedih terus!"  Come on! Dita!

Tempat kerja baru, bos baru, teman baru dan pekerjaan juga baru ...

Baru juga satu bulan kerja aku sudah mendapat teguran sama atasanku karena nggak fokus kerja! Nih! Gara-gara si Didi!

Saya tidak butuh janji, saya butuh bukti bahwa Kamu akan lebih fokus ke pekerjaan Kamu. Pisahkan mana masalah pribadi dan mana masalah kantor jangan dicampur aduk!" kata Pak Beny dengan panjang lebar. Aku hanya mendengarkan dan tidak berani menyela ucapannya. Hanya bicara dengan kata "Iya Pak! Baik Pak!".

"Apanya yang iya? Ini kerjaan menumpuk selama Kamu tidak masuk kerja. Sekalinya masuk kerja cuma duduk manis, main handphone dan update status!" sambung Pak Beny lagi.

Aduh! Telingaku jadi panas dengerin omelan Pak Beny. Sekali-sekali santai kan boleh ...

"Perasaan ... aku tidak setiap hari update status, sebulan juga nggak! Ngarang deh! Pak Beny!" bisikku dalam hatiku.

"Apa yang barusan Kamu bilang? Nggak terima saya marahin?" Pak Beny bertanya padaku seolah dia tahu apa yang ada di dalam pikiranku.

"Saya nggak bicara kok Pak, Kan Bapak yang bicara barusan." jawabku memberi alasan.

"Ini tumpukan dokumen yang harus kamu selesaikan dalam dua hari ini, catat! harus selesai dalam dua hari!" ulang Pak Beny dengan wajah kesalnya.

Ia menaruh tumpukan map ke atas mejanya. Hah! Sebanyak inikah? Aku tak percaya kalau cuma dalam dua hari kerjaan menumpuk sebanyak ini! Tapi ... dari pada Pak Beny marah lagi ABS ajalah! Yah! Asal Bapak Senang!

"Siap Pak! Saya akan kerjakan tugas saya dan akan saya usahakan selesai dalam dua hari ini. Permisi Pak!" Ujarku sebelum beranjak dari ruangan Pak Beny sambil membawa setumpuk map dokumen yang kini menjadi PR ku.

Waktu keluar dari ruangan Pak Beny kulihat Doni dan Mirna tersenyum melihatku membawa setumpuk map di tanganku.

Aku meletakkan map tersebut di atas meja kerjaku dan bersandar di kursi dan memijit kepalaku yang tiba-tiba pusing dan mual. Jam dinding sudah menunjukan jam Sembilan pagi berarti aku masih punya banyak waktu untuk menyicil PR ku.

Secangkir teh manis panas pasti bisa buatku rileks dan tidak tegang melihat setumpuk map ini.

Aku menekan nomor Didi yang sudah satu Minggu ini nggak ada kabarnya. Video call ajalah daripada kirim pesan lewat chat kelamaan nulis apalagi  tunggu balasannya ... lebih lama lagi!

"Halo Dita! Senang sekali Kamu masih mau menelpon aku. Kupikir Kamu akan terus marah padaku."  Didi menyapaku dengan senyum manisnya. Bahagia rasanya bisa mendengat  suara dan memandang wajahnya langsung.

"Buat apa marah terus Di, Kamu kan baik nggak sakit.' ucapku sambil mengaduk teh panas di tanganku.

"Kenapa banyak sekali map di mejamu? Kerjaan berapa hari itu? Jangan terlalu diporsir nanti Kamu sakit!" kata Didi menasehati ku saat ia tak sengaja melihat tumpukan map di mejaku.

"Iya nih mana aku harus lembur lagi biar bisa selesai dalam dua hari ini." keluhku pada Didi.

"Bawa saja semua kerjaan mu ke rumah dan bisa kerjakan di rumah biar lebih aman." sambung Didi lagi.

Betul juga yang dibilang Didi daripada aku kerja sendirian di kantor selain sepi nggak ada orang aku juga takut kalau ada penampakan yang aneh nantinya. Gantian sama shift malam!

Jauh banget dirimu Sayang ..

Mengapa tiap kali memandangnya aku tak bisa meredam gejolak perasaanku yang begitu bahagia seperti menemukan sesuatu yang aku cari selama ini.

Mataku seakan ingin berkata jujur bahwa aku rindu!

"Dita! Jangan melamun!

"Enggak! Cuma teringat saat makan mie pulangnya kehujanan."

"Sama siapa?"

"Ada dech ..." Aku dan Didi tertawa bersama.

Lima menit kemudian Mirna masuk ke ruangan ku ...

"Dita! Dipanggil Pak Beny ke ruangannya!" Ujar Mirna di depan pintu.

Aku segera memberi kode OK pada Mirna dengan jariku dan menutup video call dengan Didi.

Aku tak perduli status hubunganku dengan Didi, yang penting aku masih bisa komunikasi dan melihatnya baik-baik saja itu sudah cukup.

Ada apa lagi ya ...

Aku bergegas ke ruangan Pak Beny yang ternyata sedang menungguku dengan wajahnya yang sedang tidak bersahabat itu.

"Ada apa Pak?" tanyaku seperti biasanya.

"Sudah berapa persen Kamu selesaikan tugas yang saya suruh?" Pak Beny bertanya untuk memastikan bahwa aku mampu menyelesaikan tugasku.

"Baru mau saya kerjakan Pak."

"Jadi belum kamu kerjakan?" Wajah Pak Benny memerah  karena marah.

"Ehm, tadi kepala saya pusing Pak, jadi saya buat teh panas dulu biar hilang sakitnya." kataku sambil memijit keningku dan tentu saja sambil meringis menahan sakit.

"Sekarang gimana? Kalau masih sakit Kamu boleh istirahat di rumah dan kerjakan tugas yang  saya beri dari rumah.

Tapi ingat! Besok semua sudah harus selesai dan taruh di atas meja saya." Pak Beny menyarankan aku kerja dari rumah. Ternyata Pak Beny atasan yang baik!

Lega banget!
Pak Benny kasih izin kerja dari rumah berarti aku bisa kerja sambil dengerin musik, baring dan ngemil tentunya.

"Baik Pak! Saya akan membawa semua dokumen dan laporan ke rumah Pak." kataku sebelum permisi keluar dari ruang kerjanya.

Dengan senang hati kubereskan semua peralatan dan barang serta dokumen yang tergeletak di mejaku.

Saat lewat meja Mirna dia menatapku dengan penuh tanda tanya mengapa aku bisa pulang kantor jam 10 pagi setelah keluar dari ruangan Pak Beny, pasti dia pikir aku kena marah lagi!

Di mess dalam kamarku sudah sejak pulang kantor tadi aku berada di depan laptop hingga malam ini sudah pukul sebelas malam!

Tugas yang kukerjakan hampir selesai, aku beristirahat sejenak agar mataku tidak terlalu lelah karena cahaya laptop yang menyilaukan. Kuputar lagu kesukaanku berjudul "Rahasia Hati" dan perlahan aku hanyut terbawa syair lagunya yang sesekali kuikuti.

"Dan bila aku harus tanpamu akan tetap kuarungi hidup tanpa bercinta ...

Mataku sudah terasa berat apalagi lagunya seperti melodi indah yang kemudian seakan membuaiku dan akupun tertidur pulas dengan tugas kantor yang telah kukerjakan di rumah namun belum juga selesai!

INDAH Where stories live. Discover now