Cinta Dan Dilema

6 1 0
                                    

"Aku pulang dulu ya ..." ujar Didi ketika sampai di tempat kos ku. 

"Makasih sudah anterin aku." Aku melambaikan tangan ketika sepeda motor Didi melaju meninggalkanku sendiri.

"Darimana aja jam segini baru pulang?" Indri sudah berdiri di muka pintu dengan tatapan mata penuh pertanyaan.

"Maaf Indri, aku habis jalan bersama Didi. Dia baru saja pulang!" jawabku singkat .Aku melangkah ke kamarku mengambil handuk dan pergi mandi karena aku merasa sangat gerah karena cuaca yang panas. Setelah merasa segar aku merebahkan diri di atas pembaringan yang membuat mataku terpejam sementara ingatanku berkelana saat bersama Didi tadi  siang! Bagaimana aku bisa mengambil satu keputusan yang tepat dengan berbagai pertimbangan. Dulu Didi pernah kucintai bahkan hingga hari ini aku masih mencintainya namun luka karena perpisahan yang sangat menyakitkan juga masih terasa saat ada seseorang yang lain di antara kami. Didi memilih dia ketika itu dan meninggalkan diriku sendirian jatuh dalam kepedihan, menangis, meratapi patah hati! Sedikit pun ia tak memperdulikan keadaan cintaku yang hancur berantakan seperti cermin yang dihempaskan di lantai. Pecah! Berserakan dan tak dapat disatukan kembali! Andaikan pun bisa disatukan ia akan tetap retak! Hari berganti bulan dan tahun pun berganti aku mencoba mengobati lukaku, mencoba melupakannya sekuat yang aku bisa di tengah kerinduan yang terkadang tak mau mengerti selalu mengusikku hingga aku selalu gagal untuk dapat melupakannya. Kucoba sejauh mungkin berlari agar dapat kulupakan semua tentangnya tapi sia-sia! Kini ... Didi kembali hadir di hidupku dengan pesonanya dan katanya ia berharap kami dapat bersama lagi seperti dulu ...

"Bagaimana ini, jawaban apa yang akan kuberikan pada Didi padahal aku telah berjanji esok hari akan memberikan jawabannya." Hatiku berbisik resah. Jam dinding sudah menunjukkan waktu tengah malam namun mataku belum juga terpejam karena jawabannya belum kudapatkan. Pada siapa aku bertanya? Kepada rembulan? Bintang? Atau mentari di pagi hari? Mereka hanya tersenyum tak dapat membantuku untuk memutuskannya! Kepada sahabatku Indri? Sudah pasti ia menentangnya karena ia tak ingin aku jatuh kecewa untuk yang kedua kalinya! Aku tahu cinta kami penuh dengan kerikil tajam dan  jurang dalam yang jadi pemisahnya ...

Aku bangun dari tempat tidurku dan berjalan menuju meja yang biasa kupakai untuk kerja dan minum segelas air putih di meja. Tidak ada seorang  pun dari keluarganya yang akan mendukung keputusannya untuk kembali padaku dan tidak ada seorang pun yang mendukung keinginanku untuk bersamanya. Orang tua dan keluarganya telah memilih pada jodoh yang lain dan seakan banyak tangan yang menghalau langkahku menujunya! Ini semua bagaikan sebuah dilema antara aku dan Didi karena cinta kami cinta yang tak direstui!

Kupandangi sekali lagi jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tiga pagi namun aku masih terjaga dengan sebuah kebimbangan dalam mengambil keputusan yang terbaik. Sanggupkah aku hidup tanpa hadirnya lagi di sisiku bila keputusan yang kuambil pergi jauh mengasingkan diri? Kuhapus airmata yang membasahi kelopak mataku dengan jemari tanganku , haruskah aku mengorbankan perasaanku sendiri demi menjaga perasaan orang lain demi kebahagian mereka atau aku akan tetap dengan egoku untuk bersamanya meski cinta kami tanpa restu ...

Aku terjaga saat suara alarm handphone berdering membangunkan ku. Rasanya begitu cepat subuh menjelang. Setelah shalat subuh aku membuka laptopku mencoba menulis beberapa halaman cerita tentang sebuah novel bertema cinta yang tak sampai kemudian aku segera mandi dan berkemas berangkat kerja setelah kuselesaikan hobi menulisku. Pagi ini tidak ada sarapan pagi yang tersedia di dapur jadi terpaksa aku sarapan pagi di luar. Aku tidak ingin semua yang sedang kualami berpengaruh pada kesehatanku apalagi kalau sakit maagku sampai kambuh bisa butuh berhari-hari untuk pulih.

"Sudah dapat jawabannya belum? Uang pengganti tiketmu sudah kutransfer ke nomor rekening yang kamu kirim." Begitu bunyi pesan singkat dari Didi. 

"Iya! Terima kasih." jawabku singkat dan berpura-pura lupa bahwa aku harus memberikan jawabannya hari ini.

"Bukan itu yang kuinginkan jawabannya tapi bisakah kita bersama lagi seperti dulu?" pertanyaan yang sangat mudah dilontarkan tapi bagiku sangat sulit menjawabnya. Aku tahu ini juga menjadi dilema bagi Didi dimana orang tua dan keluarganya tidak merestui bila ia kembali padaku. Lama kubiarkan pesan singkat dari Didi tanpa kubuka karena aku tak kuasa menjawabnya.

"Mengapa kamu tidak menjawabnya?" tanya Didi lagi.

"Aku butuh waktu lagi Di untuk menjawabnya. Waktu satu malam ternyata tak cukup untuk memikirkannya." kataku memberi alasan.Tak puas bertanya lewat pesan singkat Didi meneleponku.

'Bilang saja apakah kamu sudah menemukan pengganti aku sehingga semua yang kamu cari sudah kamu temukan pada dirinya!" ucap Didi sedikit kesal. Aku terdiam tak sanggup bicara.

"Di, apa yang kamu rasakan aku juga merasakannya. Cinta, rindu, cemburu dan kekecewaan karena kenyataan cinta kita yang terhalang dinding pemisah aku juga merasakannya! Tapi aku bisa apa? Aku belum bisa memberikan jawabannya karena aku juga tak sanggup bila kamu menjauh dariku." Aku berkata sambil menahan perihnya hatiku saat mengatakannya sementara mataku mulai berkaca-kaca. Didi menutup teleponnya, aku tahu ia kecewa sama seperti diriku. 

"Kita jalan-jalan yuk! Ke pantai seperti tempo hari. Kita bakar ikan di pinggir pantai dan kita makan rame-rame di sana." ajak teman satu kantor. Aku mencoba terlihat semangat di depan orang walaupun kenyataannya aku sedang terluka. 

"Kita makan siang di rumah makan Sedap Selangit nanti aku jemput." begitu pesan singkat yang dikirim Didi.

"Bagaimana kalau kita jalani saja dulu apa adanya soal ke depannya biarlah takdir yang akan memutuskan kita tetap bersama atau tidak." Didi mengambil jalan tengah di tengah dilema yang ada. Didi menggenggam jemariku seakan tak ingin melepaskannya. Aku memandangnya penuh keraguan, akankah ia serius mengatakan semua bahwa ia mencintaiku.

"Baiklah! Untuk saat ini biarlah semua mengalir begitu saja dan  kita jalani saja apa adanya." jawabku mencoba tersenyum. Aku dan Didi memutuskan menjalani apa adanya walaupun pada akhirnya harus berujung perpisahan.

Cinta memang merupakan misteri yang tidak terlihat namun dapat dirasakan bagi yang sedang jatuh cinta. Namun akhir sebuah cinta juga tak bisa ditebak, mungkin akan berakhir bahagia dengan kebersamaan atau berakhir dengan duka karena perpisahan.

Sanggupkah Didi dan Dita tokoh dalam novel ini terus bersama di tengah dilema yang ada? Atau justru menyerah kalah karena tak sanggup menerima perbedaan yang ada, saling menjauh dan melupakan? Ikuti terus kisahnya ya agar semakin semangat penulis menyelesaikan jalan ceritanya ...,




INDAH Where stories live. Discover now