Senyuman Paling Manis

10 2 0
                                    

"Benar ya, nanti traktir aku." Kataku tersenyum kecil.

"Iya, mau minta traktir makan apa saja nanti aku penuhi." jawab Didi duduk di sebelahku. Keheningan yang tercipta tiba-tiba saja buyar karena handphone Didi berdering, sejenak kulihat ia ragu untuk mengangkatnya. Hm ... Mungkin itu kekasihnya. Didi memandangku dengan tatapan seperti kode meminta izin angkat teleponnya.

"Angkat saja! anggap saja aku lagi nggak di sini dan nggak dengar apa yang kalian bicarakan." Aku tahu apa yang sedang ada di pikirannya.

"Halo ayang! Lagi di mana? Sama siapa? Sama cewek itu lagi ya?" suara wanita di handphone Didi dapat kudengar dengan jelas karena posisi Didi yang berdekatan denganku dan volume suaranya yang lumayan keras. Cewek yang mana maksudnya? Diriku? Aku pura-pura sibuk dengan melihat beberapa jenis obat yang diberikan oleh dokter di klinik tadi.

"Iya! Iya! Nanti Aku segera kesana! Sekarang aku lagi melihat teman yang lagi sakit." Uhuk! Aku langsung batuk mendengar ucapan Didi. Hanya Teman ...

Didi menutup telepon dan kembali berbicara denganku bertanya apakah aku sudah merasa lebih baik.

"Aku sudah baikan dan kamu sudah bisa pulang. Siapa yang telepon?" Walaupun sakit ternyata aku tetap kepo!

Didi terlihat ragu menjawab pertanyaanku.

"Bukan siapa-siapa."

"Bisa-bisanya dia bilang bukan siapa-siapa ... padahal tadi aku jelas dengar wanita itu bilang ayang lagi dimana?

Didi memilih pamit pulang padaku daripada membicarakan hal itu. Nampaknya ia sangat enggan membicarakan hal yang menyangkut masalah pribadinya. Bagaimana aku dan Didi akan memulai suatu hubungan yang serius bila aku dan dia sama-sama menyimpan rahasia.

"Aku pulang dulu, Kamu istirahat saja." kata Didi menyentuh pipiku dengan tangannya dan berkata kalau aku terlihat cantik sekali malam ini.

Walau aku tahu dia hanya bercanda untuk menghiburku tapi jujur aku merasa bahagia mendengarnya! Sangat bahagia! Seakan kulihat bintang dan pelangi di mata indahnya yang sulit membuatku berpaling! Sesaat sebelum Didi berjalan meninggalkan ku sendirian ...

Terdengar deru suara sepeda motor Didi perlahan menghilang di kejauhan dan berganti dengan kesunyian malam yang kian larut dan dingin ...

Tidur adalah pilihan yang tepat untukku agar reda semua rasa rindu ini.

Hujan gerimis turun di pagi yang dingin ini, sesekali disertai angin yang meniup pucuk pohon di samping jendela bergerak menari ditiup angin. Tubuhku terasa sudah lebih segar dan sepertinya aku bisa ke kantor hari ini karena sudah tiga hari aku tidak masuk kantor. Aku malu cuma karena kena hujan sedikit aku meriang, demam, sakit kepala dan tidak masuk kerja selama tiga hari. Dengan membawa semua obat yang diberikan dokter aku berangkat ke kantor seperti biasanya dengan naik Taxi yang biasa mangkal di pangkalan Taxi.

"Hai Dita! Gimana sudah mendingan ya? katanya kamu sakit?" sapa Mia rekan satu kerja.

'Iya! Aku sudah sembuh." ujarku sambil menyalakan laptop, mengeluarkan dokumen untuk membuat laporan setiap Minggunya.

'Halo! Selamat pagi Pak!" kataku menjawab telepon dari Pak Bos yang terkenal galak kata rekan kerjaku tapi padaku sepertinya dia tidak pernah marah, tapi kali ini aku jadi sedikit cemas mungkin dia akan menegurku lagi karena tiga hari tidak masuk kantor.

"Bisa ke ruangan saya sekarang!" Pak Bos menyuruhku ke ruangannya sekarang juga!

"Baik Pak! Tuh! Betul Kan, aku pasti kena marah!" Pikirku dalam hati sambil menuju ke ruangan Pak Bos dan berdoa semoga hari ini hatinya lagi senang sehingga dia tidak akan marah-marah!

"Saya sudah melihat, mendengar dan juga mengevaluasi kinerja kamu selama beberapa bulan terakhir dan saya sangat ... Ehm ..., sebentar! Saya angkat telepon dulu!" Pak Bos menghentikan pembicaraannya lalu mengangkat HP nya yang sedari tadi berbunyi sementara aku hanya diam dengan rasa penasaran karena ucapan Pak Bos yang terjeda. Mungkin aku akan kena sanksi atau di PHK kali ini ya ...

"Baiklah setelah saya evaluasi kinerja kamu sepertinya kamu layak untuk dipertimbangkan mengisi posisi yang lebih baik di kantor cabang perusahaan kita di kota Yogyakarta." Pak Bos berkata sambil tersenyum hingga aku merasa lega namun juga tak percaya bila aku dipromosikan ke kantor cabang di Yogyakarta. Duh! Senangnya sekaligus sedih!

"Apa yang harus kukatakan ..." pikirku jadi bingung.

"Kamu cukup menjawab iya atau tidak, itu saja!" jawab Pak Bos tegas.

"Baiklah Pak! Saya terima untuk pindah dan bekerja di Yogyakarta."

Akhirnya aku putuskan menerimanya walaupun dengan berat hati. Aku kembali ke ruangan kerjaku dengan wajah cemberut. Sampai usai jam kerja wajahku juga masih tetap cemberut. Entah kemana akan kucari seseorang yang bisa buatku tersenyum dengan canda dan tawanya. Ingatanku tertuju pada Didi yang biasanya selalu hadir menghiburku saat aku sedang sedih tapi sudahlah! Mungkin kali ini aku harus belajar untuk terbiasa tanpa hadirnya! Mungkin saat ini dia sedang bersama dengan kekasihnya, siapa pun dia yang pasti dia bukanlah diriku! Langkahku menyusuri trotoar di sepanjang jalan ini dan terhenti saat kulihat sosok Didi dengan sepeda motornya berhenti di sampingku.

'Dita! Ayo ikut aku! Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Penting!" katanya tiba-tiba saja sudah hadir di depanku.. Aku menatapnya dalam diam tanpa jawaban lalu aku mengikuti Didi yang melaju dengan sepeda motornya. Perjalanan menuju ke kafe tepi pantai yang indah tempat aku dan Didi biasa bercerita. Lampu-lampu yang berpijar di seluruh sudut kafe ini menambah suasana indah malam ini. Tampak beberapa pasangan lain yang juga menjadi pengunjung kafe ini.

"Ada apa? Katanya ada hal yang ingin kamu bicarakan padaku." tanyaku pada Didi saat aku sudah duduk berhadapan dengannya di sebuah meja dengan view yang indah ke tengah laut nan tenang.

"Aku dipindah ke kota kelahiranku Dit! Mulai Minggu depan aku sudah mulai aktif bekerja di sana." Ucapan Didi yang lembut namun terdengar bagaikan suara petir disiang hari yang cerah. Aku terdiam tanpa reaksi apa-apa hanya memandang wajahnya sebentar dan kualihkan pandanganku jauh ke tengah laut agar Didi tak tahu bila aku sedih mendengarnya. Secepat inikah? Aku belum sanggup kehilangan Kamu! hampir saja aku menangis!

"Kenapa diam? Kamu sedih?" tanya Didi sambil menggenggam jemariku. Sudah pasti dan bagaimana caranya aku bilang pada Didi kalau aku juga dipindahkan ke kota lain.

"Tentu saja aku sedih karena kehilangan seseorang yang keras kepala tapi aku suka seperti kamu!" kataku mencoba bercanda agar dapat kusembunyikan rasa sedih di hatiku.

'Berarti masih ada waktu empat hari lagi untuk kebersamaan kita." Ada getar dalam nada suara Didi seperti menyimpan keresahan antara pergi ataukah tetap di sini!

"Untuk apa lagi aku di sini? Kurasa sudah tepat keputusanku untuk pindah dari kota ini, kota yang mempertemukan kita karena nantinya kamu juga tidak di sini lagi! Bermacam tanya juga bermain di kepalaku.

"Sudahlah, kita lupakan dulu masalah pindah tugas kamu yang penting kamu traktir aku malam ini. Aku mau yang ini dan yang ini!" kataku menunjukkan ke daftar menu makanan dan minuman yang ingin kupesan sambil tersenyum padanya dengan senyuman paling manis ...

INDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang